Jepang, Hokkaido.
Hari selasa, 14 Juli. Pukul 07.34
Hari ini ada pelajaran IPA dengan Bu Inawari Aoi sebagai gurunya. Guru dengan tubuh kurus namun tinggi ini sepertinya menggunakan make-up berlebihan. Lipstik dibibirnya berwarna semerah mawar, bedak dan foundation yang digunakan terlalu putih membuat batas antara wajah dan leher. Untungnya blush-on merah dapat menetralkan, dan alisnya dibentuk dengan tajam namun tebal di kedua ujungnya.
Semuanya diawali dengan perkenalan singkat Bu Inawari, lalu pre-test dadakan. "Tidak usah nyontek. Ibu hanya mengukur pengetahuan kalian." Dan tentu saja kami sekelas harus bersabar jika tidak ingin kejadian Bu Youki terulang kembali. Jadi kami harus mengerjakan pre-test 5 soal ini.
"Astaga, ini Biologi dan Fisika digabung." Keluh seorang anak dibelakang yang ternyata adalah si provokator kerusuhan kelas dihari pertama.
... "Bu! Ini hari pertama sekolah! Kenapa diberikan tugas?!" Akhirnya, momen yang kita tunggu. Adanya seorang provokator...
Aku ingat namanya Yugi Kamigara. Anak itu memang banyak omong dan rusuh. Namun aku tidak terlalu mneghiraukannya. "Psst! Alice-Chan, nomor 3 kau apa?" Yugi kembali berbisik kepadaku. Ini sudah yang ke 8 kali dia bertanya kepadaku dan tentu saja aku menjawab, "For goodness sake! Aku baru menghitung nomor 1!" Dan tentu saja aku mengumpat sambil berbisik karena Bu Inawari sedang berkeliling untuk menemukan murid yang menyontek.
Yugi dengan tampang datarnya menatapku, kemudian dengan acuhnya beralih ke Fumika yang ada didepannya.
"Fu-Chan, sudah belum?"
"Ibu ada yang nyontek!!"
Fumika yang sedang menghitung soal nomor 4 bagian biologi tentang keturunan, emosi karena Yugi memanggilnya saat dia sedang menghitung anakan F1 dengan F2 yang banyak sehingga dia kehilangan angka karena fokus teralihkan. "FU-CHAN!!!" Yugi panik sendiri sampai teriakannya terdengar keseluruh ruangan.
"Oh man.." Aku yang memperhatikan sedari tadi mengetahui kalau Fumika hanya bersuara pelan, namun Yugi dengan bodohnya berteriak sehingga Bu Inawari datang ke mejanya dan merobek kertasnya. "Kamu ulang dengan soal yang baru! Kali ini duduk didepan." Yugi dengan raut wajah masih syok terpaksa mengambil kertas lagi dari bukunya dan membawa peralatan tulisnya kedepan kelas seperti yang Bu Inawari suruh.
"Ini salahmu, Fumika." Suara bisikan bagai angin dari Yugi saat dia berpapasan dengan Fumika. Namun si pelaku mengabaikannya karena menurutnya ini sepadan karena mengganggu hitungannya. Dan mulailah Yugi menulis jawaban dengan soal baru yang lebih sulit.
"Oke, waktu selesai!" Tidak terasa seperempat jam kami mengerjakan soal ini. Aku meregangkan tanganku karena letih. Kemudian Bu Inawari meminta kami untuk bertukar jawaban untuk mengkoreksinya bersama.
Suara lantang Bu Inawari bergema dipenjuru kelas dan para siswa dengan teliti memeriksanya. Aku mendapatkan jawaban dari seseorang bernama Aya Putri Asmani. Lucu juga namanya, dia berasal dari mana ya?
"Nomor 1. 4 hz dan 2s, 2. Kutub Selatan, 3. Perkembangbiakan secara generatif, 4. Anakannya 57 buah, 5. Aliran darah besar"
Jika mendengarkannya sekali lagi, tentu terasa tidak masuk akal. Soal Biologi digabung Fisika saja sudah membingungkan. Namun apa jadinya jika setiap sub-bab dipilih secara acak. Oh my god, i'm out.
Nilai yang aku periksa ini-Aya- mendapatkan nilai 40 karena salah 3 dinomor 1, 2, dan 4. "Hah! Karena pelajaran ini sudah lama gak dipelajarin jadi luntur ilmunya." Keluh siswa lain yang aku tidak tau namanya.
Kemudian Bu Inawari meminta kami lagi untuk menyebutkan nilai orang yang kami periksa dari mulai absen pertama. Karena aku absen ke 3, aku dapat mengetahui nilaiku lebih dulu. "Alice Yamada, 100!" Kaget, serentak semua kelas bertepuk tangan dan memuji nilaiku. Lalu Bu Inawari dimeja gurunya berkata, "Hebat! Teruskan lagi jangan sampai turun."
Aku tersipu karena banyaknya pujian ini, jadi aku membalas, "Arigatou gozai masi ta, mina.(Terima kasih banyak, kalian)"
Bu Inawari kembali melanjutkan omongannya agar aku tidak besar kepala dan terus belajar. Ya, nasihat guru biasa.
Kemudian kelas diteruskan kembali sampai absen terakhir. Dari perkataan Bu Inawari, selain nilai aku, Eliz, Fumika dan 3 orang lain lagi rata-ratanya jelek. Yaitu 70an. "Kalian bagaimana sih? Kalau kalian bisa keterima disini seharunya nilainya bagus juga. Beda cerita yang, ahem... menggunakan pelicin."
Kata terakhir Bu Inawari pelan, namun jelas. Sepertinya ada siswa yang diterima disekolah ini menggunakan pelicin alias 'sogokan'. Tentu saja tidak akan heran karena dari tampangnya kebanyakan siswa-siswi disekolah ini adalah anak dari orang tua ternama. Jika disandang dengan siswa yang menggunakan beasiswa akan terjadi kesenjangan sosial. Pasti Fumika akan berpikir demikian.
Tapi belum saja aku merasakan kesenjangan ini. Mungkin nanti, atau besok. Tapi aku berdoa agar jangan sampai terjadi. Aku ingin kehidupan SMA yang tenang.
Kemudian, Bu Inawari menyuruh salah seorang diantara kami untuk mengambil soal. "Bagaimana dengan yang didepan ini, Kamigara Yugi?"
Yugi tersenyum miring, lalu berkeliling untuk mengumpulkan jawaban dari kami. Setelah itu bunyi nyaring bel berbunyi. Tandanya sudah istirahat. Dan waktu kita-Aku, Eliz, dan Fumika-untuk bertemu dengan seseorang. Si Narasumber Tanpa Nama.
Seperti bisa membaca pikiranku, Fumika mempersiapkan notenya dan Eliz menunggu aku selesai membereskan barang-barangku. Lalu kami pun pergi dari kelas mencari sosok yang menunggu kami. Karena Naoki tidak memberikan ciri-cirinya. Kami harus menggunakan firasat.
Kesana kemari kami mencari, sampai aku mendapati suara lembut memanggilku. "Alice, disini." Seorang gadis dengan tangan lembut mengusap halus punggung tanganku. Bahkan rasanya selembut kapas.
Basa basi, aku memulai percakapan kami. "Kamu si narasumber yang dibicarakan Naoki ya? Nice to meet you." Dia pun membalas salamku juga. Lalu aku memanggil teman-temanku. "Eliz, Fumika! Disini." Tampang mereka kebingungan, mungkin karena banyaknya orang yang berkeliaran di aula pemisah jurusan ini. Juga jarak antara aku dan mereka berdua yang jauh dipisahkan kerumunan siswa.
Tiba-tiba gadis ini berkata kepadaku dengan cepat, "Alice, boleh nyanyikan lagu You Are My Sunshine? Tolong." Permintaan yang mendadak ini membuatku kaget. "Ehm, aku hapal sedikit, gak apa-apa 'kan?" Dia mengangguk mantap. Walau sedikit malu, aku terpaksa nyanyi.
"You are my sunshine, my only sunshine.
You make my happy, when sky was grey.
You never know dear, how much i love you.
Please don't take my sunshine away."
Gadis ini berterima kasih, sedangkan aku meng-iya-kan. "Alice, itu orang yang dibicarakan Naoki, ya?" Tanya Eliz saat mereka berhasil mendekatiku dari kerumusan. Aku mengangguk mantap, kemudian Gadis ini memperkenalkan dirinya singkat. "Panggil saja aku, Yumi. Mohon bantuannya." Ucap Yumi sambil menundukan kepalanya, lalu kami juga.
"Jadi kata Naoki, kalian ingin tahu tentang Pak Tanaka dan sang Assasin. Aku akan bercerita namun tempat ini terlalu ramai." Ucap Yumi menjelaskan. Lalu Fumika menambahkan, "Saat istirahat ini kebanyakan ke kantin, lalu hang-out dilapangan luar."
Setelah beberapa saat, kami sepakat untuk pergi ke lapangan basket atas permintaan Yumi. "Agar kalian tau rekaan kejadiannya." Kata-kata Yumi yang meyakinkan kami.
***
Para Trio pun menyetujui usulan Yumi alias Ayumi. Kemudian dengan kompak berkata, "Mohon bantuannya, Yumi-Senpai!"
Jika aku masih hidup, sebenarnya aku seusia kalian lebih setahun, batin Ayumi sambil tersenyum canggung
🌸🌷🌸
Tap, tap, tap.
Suara derap langkah kaki ricuh disetiap sudut. Lorong penuh sesak oleh manusia yang berlalu lalang dengan kepentingan masing-masing. Ada yang ingin makan siang, sekedar berjalan-jalan, ataupun mengunjungi ruangan terasingkan.
Para Trio-Alice, Elizabeth, dan Fumika- berjalan dipinggir sambil membuntuti Ayumi yang memimpin didepan. Karena mereka belum terlalu akrab dengan ruangan sekolah yang luas, Ayumi sangat diandalkan sebagai pemandu jalan.
Satu, dua belokan mereka lalui. Untuk menghilangkan rasa bosan, Fumika mencoba membuka topik lagi. "Kak Yumi, selain ada lapangan basket indoor, ada lapangan lainnya tidak?"
Ayumi menoleh sedikit terkejut. Kemudian dengan canggungnya menjawab, "Ka.. Kalau itu, aku tidak terlalu tahu. Ehm, aku lebih banyak meluangkan waktu diarea perkebunan."
"Jadi kakak masuk klub perkebunan?! Wah, aku juga mau ikut." Eliz menimpal tiba-tiba. Dirumahnya ada sepetak kebun yang biasanya ia dan ibunya gunakan untuk menanam bunga musim semi atau sayuran. Juga ada pohon apel ditengah yang sudah lama ada dirumah. Itu sebabnya Eliz sangat menyukai perkebunan dan begitu antusias.
Ayumi tersenyum malu, pipinya tiba-tiba merona merah. "Haha, coba saja kau ikut. Setiap selasa kita akan mengadakan pertemuan rutin. Tumbuhan yang kita tanam bukan hanya bunga eksotis. Kita juga menanam sayuran seperti wortel, kubis, terong, dan sebagainya."
"Buah-buahan ada 'kan kak Yumi?" Antusias Eliz semakin naik. Dia ingin masuk ke klub perkebunan. Ayumi mengangguk setuju dan mereka pun mengobrol ria sampai tidak menyadari 2 orang yang tidak mengerti topik pembicaraan mereka.
Putus asa, mereka memilih diam melihat tingkah girang Ayumi dan Eliz yang seperti adik dan kakak. Yap, karena kelemahan DNA Kaukasoid membuat tubuh Eliz nampak tinggi dan wajahnya lebih tua. Berbeda dengan DNA Asia Mongoloid¹ Ayumi yang membuatnya terlihat seperti masih belia diumur 15 tahun.
Fumika yang awalnya membuat topik entah mengapa merasa seperti debu yang disapu angin. "Aku yang mengawali, kenapa mereka yang meneruskan?" kemirisan tercetak pada setiap kata-katanya.
Alice yang sedari tadi diam, mencoba bersuara. "Apa kak Yumi tahu nama sang Assasin?" Ucapnya acak. Fumika yang ada disebelahnya mendengar. Dihatinya ada perasaan janggal.
Kemudian Fumika bertanya padanya, "Alice, tadi pagi saat kau membuka lemari kaca, apa yang sebenarnya kau pikirkan?" Alice melambatkan langkah kakinya seperti Fumika, meninggalkan Eliz dan Ayumi didepan yang masih asik dengan dunia mereka sendiri.
Untuk beberapa saat Alice diam menunggu suasana sepi, atau setidaknya tidak ada yang memperhatikan. Lalu dia menunduk sampai setinggi Fumika dan mulai bicara. "Sebenarnya, aku ingin lihat nama di pialanya." Nada polos terdengar ditelinga Fumika.
Dia menautkan alisnya, wajah kecewa terpampang jelas. Ternyata apa yang Alice lakukan tidak seperti yang dia harapkan. Sedangkan Alice masih dengan ekspresi bingungnya memperhatikan tingkah Fumika yang aneh. Sadar dengan tatapan Alice, Fumika menghembuskan nafas kasar.
Tidak mungkin juga dia cepat menyadarinya, batin Fumika. Maka dengan sabar, dia menjelaskan maksud kegusaran hatinya. "Alice, kamu masih ingat yang semalam. Saat aku memintamu untuk mengingat beberapa kata dari buku diary temuanmu?"
... "Alice? Apa kau masih ingat kata kata dibuku Diary itu?"...
.... "Beberapa kalimat yang kau ingat saja."...
Ingatan semalam kembali diputar, dan karena hal ini Alice menyebutkan beberapa kata dalam buku diary itu. Perasaan menjadi tidak enak, kemudian ada Oni yang menyerangnya. Tunggu.
"Tunggu dulu! Ja.. Jangan bilang." Tanpa mempedulikan peringatan Alice, Fumika menjelaskan to the point. "Kekuatanmu aktif jika membaca atau membicarakan 'kata-kata terakhir' yang meninggal. Sama halnya jika kau bernyanyi. Lagu 'London Bridge' itu punya sejarah dan juga 'kata-kata terakhir' si penyair."
Syok. Alice mencoba untuk tidak lama mematung, namun tubuhnya seperti mati rasa sejenak. Untuk beberapa saat, Alice menebak permintaan Fumika semalam adalah uji cobanya dan si pelaku mengangguk pelan. Tidak menyangkal.
Seperti kerasukan sesuatu, Alice mencengkram bahu Fumika sampai ia tidak bisa bergerak. Beberapa detik dia habiskan untuk mengatur nafasnya yang sesak. Alice mencoba merendahkan suaranya agar tidak berteriak walaupun hatinya perih ingin menjerit.
"Hey, apa kau tahu neraka apa yang aku lewati semalam? Kau tega Fumika! Aku hampir dimakan Oni!!" Fumika tidak menyangkal apa yang ia lakukan. Namun kata 'hampir dimakan Oni' membulatkan matanya tak percaya.
Belum sempat ia membela, Alice menghujaninya dengan kata-kata tanpa henti yang seperti menusuki hatinya dalam-dalam. "Andai aku tahu, ANDAI AKU TAHU! Aku tidak akan bernyanyi selamanya! Tidak perlu berada disini! Keluarga masih utuh! Daddy...tidak akan meninggal."
Aku tidak akan menghadapi kegilaan ini!
Suara hati terdalam Alice menyeruak, banyak luka yang terbuka kembali. Semua karena kekuatan indigonya. Banyak penyesalan yang dia utarakan, namun tentu saja tidak berguna. Selalu berharap agar menjadi anak normal biasa, bukan seperti tokoh utama dengan banyak cerita menyedihkan. "Aku tidak menginginkannya."
Seketika, pegangan tangannya dibahu Fumika terlepas bersamaan dengan kepergiannya. "Alice! Gomae(Maaf)!" Teriakan Fumika membuat Ayumi dan Eliz menoleh. Buru-buru mereka berlari mengejar kedua orang yang sedang bertengkar ini.
"Get a way from me!" Seberapa keras Fumika berlari, dia sudah tertinggal jauh dari Alice. Bukan hanya paru-parunya yang sesak dan jantung berdetak kencang. Hatinya juga sakit karena membuat temannya terluka secara tidak langsung. Lagi.
Tubuh mungilnya jatuh duduk bersipuh. Nafasnya tersenggal-senggal, dan matanya tidak dapat melihat punggung Alice. Dalam hati dia mengutuki dirinya karena telah menyakiti Alice untuk kedua kalinya. Bulir bening air mata telah bersiap disudut matanya untuk jatuh membuat lurik. Aku tidak sengaja, Alice.
Eliz putus harapan mencari sosok Alice, maka ia hanya mengandalkan Alice untuk mencari jalan pulang sendiri. Lagipula dia bukan anak kecil cengeng yang hilang di taman hiburan.
Ayumi mendekat kearah Fumika, kemudian mengulurkan tangannya agar Fumika bangkit. Maka dengan masih bersedih, Fumika memperhatikan wajah seniornya yang putih bersih dan menggapai tangannya.
"Hah?" Sama kagetnya dengan Fumika, tangan Ayumi tidak bisa memegang tangannya. Yang terasa hanya angin dingin. Berkali-kali Fumika memastikan jika ia tidak berdelusi namun saat dia mengangkat kepalanya melihat kembali wajah Ayumi, bukan wajah senior yang beberapa menit dia lihat.
Darah segar mengalir dari pelipisnya hingga tumpah ke dagu. Pupil matanya menciut dan terdapat rona merah disekeliling bola matanya. Ada bekas potongan kasar dilehernya. Bau amis darah tiba-tiba menusuk penciuman Fumika. Maka dengan ketakutan dia melangkah mundur.
Bukan hanya Fumika, Eliz yang baru menengok kearahnya melihat pemandangan horror yang baru keluar dari buku. Tenggorokan kering, pita suaranya seperti putus. Mata Eliz membelalak melihat kejadian ini dan tanpa sadar kakinya bergerak sendiri kearah Fumika.
"J...jangan.. sakiti te.. temanku." Dengan suara gemetar Eliz memperingati sambil melindungi Fumika dibelakangnya. "Ini, aku." Sosok Ayumi yang tadi mereka lihat berubah menjadi penampakan mengerikan sampai mereka lupa si Narasumber yang dicari-cari.
Suara parau Ayumi berusaha menyakinkan mereka, namun hanya memperkeruh suasana. Frustasi, dirinya menunggu dipojokan sambil melihat reaksi Eliz dan Fumika selanjutnya.
Sadar dari syok mereka, Eliz dan Fumika berjalan maju perlahan mendekati sosok Ayumi. Pertama mereka tidak percaya dengan apa sosok yang mereka lihat. Namun setelah ingat kejadian Rokurokubi semalam dan kekuatan indigo Alice, mereka akhirnya menolerin keanehan ini. Lagipula, mereka juga memerlukan Ayumi.
Perlahan dengan hati-hati, Eliz berbicara dengan Ayumi. "Kak Yumi?" Gadis yang duduk dengan memegang lututnya membalas lirih, "Namaku Ayumi. Sekarang tidak ada gunanya lagi berbohong." Tatapannya sedih membayangkan rencana yang teman-teman dan kakaknya rancang susah payah hancur berantakan karena wujud hantunya ketahuan. Wajahnya sudah tidak pantas lagi bertatapan dengan mereka yang sekarang sedang memperhatikan di balik balkon.
Pasti mereka kecewa, pikirnya. Namun orang-orang yang ia maksud belum menghampirinya. Atau setidaknya Kenji yang ditahan oleh Kaouri dan Naoki.
"Kak Ayumi, masih mau lanjut?" Pertanyaan polos Fumika sontak membuat hantu Ayumi berhasil mendongakan pandangannya kembali. Kenji melihat pemandangan ini tidak percaya bersamaan dengan Kaouri dan Naoki yang melepaskannya.
Kesempatan kedua ini sangat jarang terjadi, dan jika ada harus digunakan sebaik-baiknya. Ayumi tersenyum, matanya kembali rileks, dan akhirnya dia bisa bangun dari duduknya. "Tentu saja, j..ji..jika kalian tidak keberatan."
Fumika dan Eliz pun mengangguk.
[To Be Continue!] 🌻
_______________________
¹Fenotip umum sebagian besar penghuni Asia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments