Chapter 8. Hurry!!!

Kami kembali lagi kekamar dan berusaha untuk merilekskan jiwa dan raga yang tersisa. 'Investigasi' Wanna Be Dectective ini berakhir kacau. Namun tidak sepenuhnya gagal karena aku menemukan sebuah buku diary. Berharap ada sesuatu yang berharga didalamnya, seperti catatan terakhir penulisnya.

Aku merenggangkan tanganku saat berada didekat kasur dan dengan loncatan kecil aku menjatuhkan tubuh yang lelah ini ke tempat tidur terempuk yang pernah ada.

Tapi sepertinya kita tidak akan bisa bersantai lama-lama. "Yosh! Karna sudah balik ke kamar ayo sekalian selesaikan tugas kita." Titah Fumika begitu bergebu - gebu.

Aku yang baru melayangkan badan ke kasur merasa risih. Jarak antara kasur dan aku tidak boleh dipisahkan!, pikirku. Dengan terpaksa aku menarik selimut dan berpura-pura tidur sebagai alasan untuk menghindar. Eliz yang baru keluar kamar mandi tidak punya alasan lagi.

Yah.., tadinya aku bilang pura-pura tidur. Tapi sekarang mataku mengantuk. Mungkin efek dari perjalanan, tapi mataku sangat berat untuk terbuka. Bahkan tubuhku seperti lebih lengket dengan kasur. Untuk bangun pun terasa sulit. Lama kelamaan semakin terpejam dan tertidur.

 

🌷🌸🌷

 

"Dia sudah tidur?" Tanya Fumika sambil mengambil penggaris dari tas merahnya. Eliz yang sedang mengambil beberapa karton biru dari kantong plastik menengok kearah Fumika. Kemudian menjawab, "Alice sekalinya menyentuh kasur langsung tidur."

"Ya, setelah kejadian tadi pasti menguras tenaga." Dengus Fumika lalu duduk dekat dengan Eliz diatas karpet kamar mereka.

"Benar. Anak itu lari kayak marathon, padalah nilai pelajaran olahraga-nya jelek."

Eliz bertawa kecil mengingat saat-saat berada dibangku sekolah SMP dulu. Saat pengambilan nilai olahraga, Alice terjatuh karena tali sepatunya tidak terikat. Akibatnya Alice menjadi pelari paling terakhir. Dia tidak berbakat dalam permainan bola dan selalu mendapat catatan merah karena kekurangannya itu. Dengan kata lain, Alice sangat payah dalam olahraga.

"14cm kali 10cm 'kan?"

"Gak, tadi bilangnya 20cm kali 13cm."

"Oh, ok."

Eliz dan Fumika pun bekerja membuat name tag mereka sendiri meninggalkan Alice yang sudah ke alam mimpi. "Grookc.. Ggg.. Roookcc.." Dari suaranya, artinya Alice tidak bisa dibangunkan sekarang walau alarm kebakaran berbunyi.

Kalau bukan karena bunyi dengkuran Alice, Eliz dan Fumika akan merasa sunyi. Sangat sunyi. Seperti ngarai Grand Canyon.

Eliz merasa tidak enak dengan atmosfir ini. Maka dia memulai percakapan mereka. "Hey, Fumika. Kalo boleh tanya, kenapa kamu ingin memecahkan kasus ini?"

Fumika yang sedang menggarisi pinggiran karton menanggapi tanpa mengalihkan pandangannya. "Untuk membuktikan jika aku bisa membantu Otau-San."

"Hah?! Sebegitu inginnya kamu?"

"Iya! Otau-San selalu sibuk dengan pekerjaan-nya. Jadi aku ingin membantunya, tapi karena ini urusan 'Orang dewasa', anak 'kecil' tidak boleh ikut campur."

Fumika kembali mendengus kesal setelah bercerita kepada Eliz. Dalam waktu itu, Eliz merasa ada sesuatu yang janggal. Kemudian dia berkata,

"Tunggu, karena ini urusan orang dewasa dan kau tidak boleh ikut, bagaimana kau tahu kasus pembunuhan disekolah ini?"

"Aku menyelinap."

Eliz tersentak. Dia kaget karna dapat mendengar seseorang yang senekat ini untuk membantu orang tua.

"Saat tengah malam aku menyelinap ke ruang kerja Otau-San. Kebetulan beliau sedang kunjungan kerja sehingga beberapa hari tidak ke rumah. And for your informations, waktu itu aku bertengkar dengan Otau-San karena dia meremehkan-ku ditelepon."

Eliz menyimak cerita Fumika dengan hikmah. Dia merasa puas karena Fumika berhutang cerita kepadanya saat dia menceritakan masa lalu Alice.

"Fumika~Fumika~, anak perempuan hanya bisa duduk manis, jangan ikut campur urusan Otau-San. Kamu masih kecil. Bermainlah dengan anak seumuran-mu~ Grrr..! Aku masih kesal banget! Emang anak perempuan bisanya duduk doang?!"

Kalau tidak ada Eliz, Fumika akan kelewatan memotong karton-nya dan mereka akan kembali kebawah untuk membeli karton baru ditempat fotokopi yang lumayan jauh.

"Wow, hold done there Fumika! Guntingmu melewati garis!"

"Nani?! Huft, hampir aja."

"Fumika kalo bercerita, jangan pakai emosi. Apa lagi kalo ada gunting, nanti jika salah motong bahaya loh."

"Ya, ya, ya, baiklah."

Mereka pun kembali membuat name tag yang tinggal dituliskan namanya. Eliz menggunakan spidol yang sama saat menggarisi karton. Ditengah-tengah pengerjaan, Fumika kembali melanjutkan ceritanya.

"Jadi karena itu, aku masuk ke ruang kerjanya dan mencoba mencari kasus yang belum Otau-San tangani dan kebetulan hanya ada kasus 'Pembunuhan di SMA Hokkaido' dan 'Kecelakaan naas dihutan dekat gunung'.

"Aku memilih pembunuhan SMA Hokkaido karena masih 1/4 diselidiki. Kemudian aku membaca berkasnya lalu mencatat kasusnya. Tapi karena masih kurang, aku terjun langsung ke TKP sekalian menjadi tiket ke Universitas ternama, hehe."

Fumika menulis namanya dengan spidol hitam permanen dikarton yang dia potong sebelumnya. Dia merasa bangga karena tulisan tangan-nya yang bagus.

"Fumika Hattori." Gumamnya.

"Tunggu! Kenapa milih kasus pembunuhan kalo ada kasus kecelakaan? 'Kan itu lebih aman! Tidak ada pembunuh yang mengincar dan tinggal berargumen bagaimana kejadianya bisa terjadi, la li da li da~." Eliz menjadi gemas karena Fumika masuk SMA ini untuk memecahkan kasus yang baru 1/4 dipecahkan disamping masuk Universitas ternama.

"Kalau kecelakaan itu kegampangan dan lagipula hampir terpecahkan." Ucap Fumika dengan nada meremehkan. "Korban ada 3, yaitu 2 orang tua dan anak dihutan Aokigahara, dekat gunung Fuji di Tokyo. Penyebabnya adalah rem blong sehingga mereka menabrak pohon. Korban selamat hanya anaknya saja."

Kadang Eliz berpikir jika Fumika itu sombong menyangkut masalah-masalah yang mirip kasus ini, tapi dia juga takjub saat Fumika bisa menjelaskan dengan detail seperti sekarang. Dia seperti dektektif di manga yang pernah dia baca.

"Okee... Jadi karena itu kau memilih kasus pembunuhan. Tapi apa kau punya petunjuk siapa saja pelakunya?" Eliz kembali bertanya setelah selesai menulis namanya dikarton. "Hehe sebenarnya," Fumika menggaruk lehernya.

"Selain tentang waktu, lokasi dan kondisi korban yang mati dengan naas, aku tidak punya petunjuk lain. Jadi aku berinisiatif masuk ke SMA Hokkaido untuk mencari tahu sendiri dan akhirnya ketemu 1 petunjuk dari kak Enji."

"Soal kamar terkutuk itu?" Jawab Eliz spontan.

.. "Kumohon...jangan... Akh! Maafkan...aku," Wajah Enji pucat seperti ingin menangis...

... Enji akhirnya dapat mengendali dirinya. Lalu memperingati, "KUMOHON jangan pergi ke kamar itu! Kamar itu terkutuk! Kau beruntung tidak ditemukan oleh-'nya',"...

Mereka mengingat kilas balik saat Enji histeris karena sebuah kamar yang dicap 'Terkutuk'. Memori itu juga adalah kenangan tidak menyenangkan karena membuat suasana menjadi canggung antara adik dan kakak kelas.

Selesai menulis nama, Eliz memasukan karton yang tertulis namanya ke sebuah plastik tipis yang berfungsi sebagai tempat untuk name tag-nya. "Lalu," lanjut Eliz. "Kak Enji juga bilang 'Kau beruntung tidak ditemukan olehnya' maksudnya si Pureya' kan?"

Fumika terpelatuk. Dia diam sejenak lalu dengan semangatnya berteriak kepada Eliz, "Tentu saja! Kau jenius Eliz!! Aku hampir lupa kak Enji bilang begitu. Matte, Matte (tunggu, tunggu) aku harus mencatat ini."

Fumika dengan bergebu-gebu mengobrak-abrikan tasnya dan mengambil sebuah buku note ber-Cover merah palet bertuliskan 'Campus' dan pensil dari tempatnya.

Karena Fumika sudah selesai membuat name tag, dia berfokus pada tulisan dibuku notenya. Sambil menulis dia bergumam sampai Eliz yang sedang mengikat tali name tag-nya kedengaran.

"Oke, jadi kasus pembunuhan di SMA dengan korban 4 orang murid dan pelakunya adalah orang sekolah ini. Kejadian setahun yang lalu saat korban masih kelas 10 dan 11 dilokasi yang berjauhan. Yaitu kamar terkutuk, Lab IPA, gudang taman, dan lapangan basket."

"Btw Eliz, kalo kita teliti sedikit, sebenarnya waktu pembunuhan-nya memiliki pola. Bulan kelipatan 3, berarti Maret, Juni, September, Desember dengan setiap tanggal berawalan 6. Benar bukan? Tapi bulan Maret tanggal 16 kemarin tidak ada pembunuhan dan Juni tanggal 26 juga sudah lewat."

"Untuk mencari pelakunya aku harus bertanya pada kak Enji karena sepertinya dia adalah saksi mata dan mungkin sasaran selanjutnya. Tapi mungkin dengan keadaan pasca pembunuhan, Kak Enji akan sulit ditanya karena masih trauma."

Eliz terdiam kaget dengan penjelasan Fumika. Sehingga dia berkata,

"Fumika"

"Hm?"

"Kamu kayaknya kebanyakan baca komik dektektif deh,"

"Hehe, sebenarnya aku pernah jadi maniak Homles. Aku punya semua novelnya."

"Btw kalo aku inget - inget lagi, aku pernah membaca suatu komik dan ada karakter yang namanya mirip kamu Fumika. Kamu dari Osaka juga 'kan? Dia juga."

Fumika mematung, dia juga ingat kebetulan yang dikatakan Eliz.

"Ah iya, ya aku tahu komik yang itu. Aku juga kaget saat membacanya ternyata nama karakter figuran-nya juga bermarga Hattori dandari Osaka juga." Ucap Fumika canggung.

"Kalo gak salah namanya... KYAAA!!"

"Udah udah aku malu!!"

Fumika melempar bantal dari kasurnya ke Eliz dengan perasaan kesal dan malu.

Merasa tertantang, Eliz dengan cepat memasukkan barang-barang dan name tag buatan-nya ke dalam lemari mungil disamping kasurnya yang dekat pintu dan dengan sigap mengambil bantal dari kasurnya. Dalam satu lempar Eliz berhasil menembak bantal tepat ke muka Fumika.

"Kyaaa!!"

"Pillow Fight!!"

"Oh jadi kau mau perang ya?" Fumika memgambil 2 bantal didekatnya dan dengan larian ala ninja, tiba-tiba berada disebelah Eliz. Tepatnya diatas kasur tengah. "Kyaa! Curang 2 bantal!"

Tidak mau kalah, Eliz mengambil paksa bantal dikasur dekatnya yang sedang dipakai Alice. "Auwwh!! Eliz! What the hell are you two doing?!" Gerutuh Alice yang tiba-tiba bangun dari tidurnya.

Setelah mengucek-ucek matanya Alice menyadari suatu kejanggalan.

"Oh no."

"Pillow Fight!"

"Kyaa!!"

Alice berusaha menghindar dengan berguling jatuh ke lantai, bangun kemudian mengambil langkah zig - zag dan beberapa kali tiarap. Tidak mau hanya menghindar terus, Alice kemudian mengambil bantal yang ada didekatnya dengan mengarahkannya ke Eliz, tapi saat dilempar kena Fumika.

"Omae(Kamu)! Aku akan mengenaimu Alice."

"Try if you can~"

Dengan langkah mengejek, Alice menghindari serangan Fumika dari dekat jendela. Dia berhasil menghindarinya tapi lemparan Eliz dari atas kasur tengah mengenai mukanya.

"Gocha!"

"Oh, how dare you?"

Perang bantal mereka terus berlanjut sampai Eliz ingat sesuatu.

"Oi! Alice kamu belum buat name tag. Cepat buat! Ini sudah malam!"

"Iya bawel!"

"HAH?!!"

"Hoho! Too slow!

Alice berhasil menghindari dari serangan bantal Eliz yang terlihat emosi. Melihat wajah kesal Elizabeth Van Hose dapat membuat Alice merasa puas. Sebenarnya Alice sedang memancing emosi Eliz karena mereka sudah mengerjakan tugas duluan dan meninggalkan-nya yang tertidur pulas.

Tapi salah Alice sendiri kenapa tidur. -_-)

Setelah mereka merapihkan kasur dan meletakan bantal kembali ketempatnya, Eliz dan Fumika memberikan Alice bahan dan alat-alat untuk membuat name tagnya.

"Kerja!" Ucap mereka kompak.

"Huh! Ya!" Keluh Alice.

"Btw terima kasih memberikan aku bahan-bahanbya secara gratis." Ucap Alice yang mulai menggarisi karton biru.

"Bukan masalah kok." Ucap Eliz lembut. "Uangnya bagi dua Eliz." Fumika mendekat kearah Eliz untuk mengambil uang dari dompet yang mereka temukan. "Hey! Kalian jangan mengacak dompetku!"

Alice yang tadi menggarisi karton berlari cepat kearah lemari dekat kasurnya dan merebut kembali dompetnya.

"Hey kau pikir jasa kami gratis? Dikasih tips pun kagak." Protes Fumika.

"Setidaknya kasih uang untuk bahannya. Gunting dan spidol aja masih minjem!" Tambahan dari Eliz.

"Ya ya baiklah!" Alice menyerah berdebat karena pada akhirnya dia yang salah. Jadi dengan terpaksa dia memberikan beberapa Yen¹ kepada keduanya kemudian kembali membuat name tag.

"Tsk! Jadi kangen sama Naoki. Dia gak pernah cerewet kayak mereka." Gerutu Alice dalam hati. "Besok bisa ketemu lagi gak ya?"

Berapa kali Alice beralasan untuk membohongi hatinya tentang Naoki, tapi sekarang dia mengakui perasaannya. Dia sayang kepada Naoki. Seperti anjing peliharaan keluarga besarnya, Sir Alexander The Eater.

Dimalam jam 20 lewat, Alice Henkins Yamada memulai tugasnya untuk menjadi siswi SMA untuk pertama kalinya dengan membuat name tag penuh semangat. "Yosh! Ayo kerja!" Semangat penuh baranya dalam hati.

 

☁️☀️☁️

 

"Boleh gak besok saja?" Ucap lirih seseorang dibalik pintu kamar.

"... Ya sudah." Balas lawan bicaranya disebelah pintu.

"Cih! Sudah kuduga rencananya berakhir gini!"

"Oi! Aku gak tau kalo bakal begini!"

Mencoba menenangkan suasana, Kaouri memubarkan mereka. "Dari pada marah marah tidak jelas lebih baik kita pergi sampai mendapat kesempatan Alice sendirian."

Tidak ada yang membalas, akhirnya semua setuju dan mereka bubar bagai asap. Masing masing mereka sudah tau tempat pergi yang lainnya setelah bubar.

Lapangan basket, Lab IPA, gudang taman, dan kamar terkutuk atau bisa dibilang kamar Nomor 21 asrama laki - laki.

 

***

 

"Aku jadi penasaran isi Diary-nya. Ngintip dikit tidak apa-apa." Begitulah Alice yang memiliki fokus sedikit. Dia mudah teralihkan oleh hal random.

[To Be Continue!]🍵

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!