"Alice! Jangan menghilang lagi!"
Suara melengking menyadarkan mereka dari momen saling bertatapan yang terjadi kurang lebih 1 menit. Sadar dari lamunannya, Naoki menjadi panik akan suara tersebut.
"Celaka!" Teriaknya dalam hati.
Naoki hendak berlari kabur dari Alice. Tapi lengannya dipegang erat. Saking eratnya dia memekik. Pegangan yang mendadak itu membuatnya terkejut bahkan sampai merasa sakit.
'Sakit'?
"Bukannya selama ini aku mati rasa?"
Pertanyaan aneh dibenaknya. Bersamaan dengan itu Alice berkata pelan, "Jangan pergi."
Sebuah senyuman misterius menghiasi wajahnya yang putih diterpa cahaya rembulan.
🍁🍁🍁
Liat? Aku menepati janjiku.
... Sungguh Naoki, kau membuatku malu didepan teman - temanku. Lain kali akan aku seret kamu kedepan mereka agar percaya...
Karena ini bukan yang pertama kalinya, aku tahu bagaimana cara menghadapinya dan sekarang tunggu Eliz dan Fumika kesini dan Boom, mereka akan melihat Naoki dan percaya aku tidak mengada-ngada lagi.
"Jangan pergi." Ucapku dengan senyum penuh kemenangan. Naoki menunjukan ekspresi panik dan berusaha melepas tanganku. Tapi akhirnya pasrah karna tenaganya tidak sebanding denganku. Terima kasih DNA Kaukasoid!
Terlihat menyedihkan, Naoki memohon untuk dilepas. Tapi tentu saja aku tidak menghiraukannya sampai Eliz dan Fumika datang.
"Alice, jangan kebiasaan jalan duluan! Kau tau sendiri bagaimana kondisi sekolah ini." Hal pertama yang tersampaikan untukku adalah keluhan Fumika. Dengan setengah niat, aku membalas Fumika. "Yah, maafkan aku." Ini sudah jadi kebiasaan walau ada Eliz, hehe.
"Oh iya!" Aku mencuri-curi perhatian agar mereka mendengarku. Dan akhirnya, aku menyampaikan omonganku. "Ini dia 'the escaper'!"
Puas sekali dapat memperkenalkan teman Jepang pertamaku, Naoki didepan mereka. Tapi kenapa wajah Naoki seketika memucat? Bahkan jika aku konsentrasi lagi, akan terdengar dia yang bergumam, "Tidak, tidak..." Berulang kali.
🍃🍃🍃
Mati! Sekarang rencana kita hancur berantakan. Mereka akan sadar jika Alice 'tidak memperkenalkan siapa-siapa' dan itu akan berefek ke Alice sendiri.
Aku tidak bisa membayangkan masa depan yang akan suram. Dimana kita akan menjadi seperti orang asing. Dan yang terparah, aku serta yang lainnya akan menjadi arwah penasaran selamanya! Itu sama seperti penyiksaan. Cih, kenapa genggam Alice bisa sekuat ini?
Semenit berlalu dan akhirnya muncul sebuah reaksi dari mata mereka. Yap, tamat sudah riwayatku.
"Ohh! Jadi dia yang namanya Naoki?"
"Oh, si kabur-kaburan ya?"
Huh?
A..apa apaan dengan 'Oh-Oh-an' ini?!! Bagaimana cara kalian bisa melihatku? Tentu saja pertanyaan itu tidak akan pernah dijawab. Bahkan jika diutarakan sedikitpun.
Sekarang aku terjebak disebuah situasi aneh tapi ternyata menguntungkan. Setidaknya mereka tidak tahu siapa aku sebenarnya.
"Hai salam kenal, Aku Fumika Hattori. Gak usah terlalu formal." Seorang gadis Osaka menjulurkan tangannya untuk bersalaman denganku. Refleks, aku juga ikut bersalaman dengannya. Tapi baru ingat olehku bahwa tanganku masih dipegang Alice. Seperti mengerti, Alice melepas tanganku.
🌻🍀🌻
Sudahku duga Naoki malu untuk berkenalan. Seperti saat pertama kita bertemu tapi untungnya tak se-aneh waktu itu.
... Tapi sebelum aku berbicara, dia menarik tanganku. Aku dibawa lari menjauh dari Fumika dan Eliz...
Masih ingat olehku kesan pertama aku dengan Naiko. Aneh, tidak jelas, and totally agresif!
"Hey, em, karena ini sudah malam, aku akan ke kamar ya. Selamat malam." Naiko mengakhiri perjumpaan dengan kikuknya. Dan kitapun berpisah. Ya walaupun singkat, itu cukup bukti untuk Fumika dan Eliz kalau aku sudah mendapat teman lelaki disekolah ini.
Well, akhirnya aku, Eliz, dan Fumika kembali ke kamar kemudian membantuku membuat Name Tag sebelum tidur karena aku lupa membuatnya.
🌫️🌊🌫️
Tak..Tak.. Tak.., suara langkah kaki cepat mengiringi langkahnya menyusuri lorong. Kakinya hampir tidak tapak ditanah. Udara disekitarnya menjadi dingin. Dahan ranting bergerak ricuh. Gelapnya lorong tak menghentikan langkah menuju tujuan. Lapangan Basket.
Saat bertemu dengan orang yang dia tuju, Naoki memanggilnya untuk sebuah 'Pengumuman'.
"Alice bisa membuat kita kelihatan," Kata pertama yang dia sampaikan. Kaouri yang masih melamun dikursi penonton kaget seketika. Kemudian dia memusatkan fokusnya pada setiap kata-kata Naoki.
Dia menceritakan pengalamannya, dari pemanggilan yang tidak tersengaja oleh kata-kata Alice, cara kerja kekuatan Alice, sampai pertemuan dengan anggota Trio yang lain. "Berarti Alice benar-benar Indigo?" Komentar Kaouri saat Naoki selesai dengan ceritanya. Diapun mengangguk tanda setuju.
"Berarti jadi lebih mudah," Ucap Kaouri datar sambil menatap kosong lapangan basket. Pikirannya menjadi kemana-mana saat bernostalgia di lapangan basket. Itu mengembalikan memori lama saat dia masih hidup.
Menjadi pemain utama di team, mencetak banyak skor, lalu penonton menyoraki namanya kencang-kencang dengan penuh kebanggaan. Tapi sekarang, itu hanya potongan film kusang tentang kebanggaannya dengan basket. Kaouri tahu, itu tak akan terulang lagi.
Kemudian dia berdiri dari kursi penontonnya dan menghadap Naoki lalu berkata, "Lalu bagaimana dengan Ayumi? Kau masih mau menjalankan rencananya?"
Naoki melihat pandangan sedu Kaouri, lalu membalas, "Ya, kita masih akan lakukan. Lagipula aku sudah mengambil resiko dengan kakaknya."
Kaouri mengangguk. "Kau sebaiknya kembali ke tempatmu. Aku tidak ingin ada parasit yang muncul mengambil alih kamarmu."
"Haha, terima kasih. Tapi tenang saja, barang peninggalan teman sekamarku dulu banyak yang bisa menolak hal gaib. Seperti suatu pedang pendek, apa namanya? Keris? Kenapa dia meninggalkan benda yang berharga seperti itu?"
"Si orang Indonesia itu 'kan? Jujur saja, setiap papasan dengannya dulu aku merasakan hawa yang beda. Mungkin karena itu kamarmu yang paling beda dari yang lain."
"Masa? Tapi kita hantu juga, tapi bisa masuk ke kamar aneh tidak sih?" Naoki cekikikan dengan fakta yang dia sudah sadari sejak lama.
Kaouri kembali duduk ke kursi penonton. Raut wajahnya seperti telah menyadari alasan kenapa mereka bisa masuk. Lalu dia berkata, "Kalau itu karena kita diterima masuk oleh penghuninya." Pernyataan itu tidak menjawab pertanyaan Naoki. Malah membuat pertanyaan baru lainnya. "Aku 'kan sudah jadi hantu juga." Ucap Naoki.
Kaouri menghembus nafas kasar tanpa udara karena kefrustasian-nya terhadap si Mellow Prince ini. Dia gemas karena Naoki tidak menyadari sesuatu yang seharusnya dia ketahui. Sambil sedikit berdecak sebal, Kaouri mencoba bertanya dengan selidik, "Naoki, kau tidak menyadari sesuatu selama ini, hah?"
Naoki bingung dengan sikap Kaouri. Dia mengangkat bahunya tanda tidak tau. "Yap, dia tidak tau." Batin Kaouri. Mulai tidak sabar, Kaouri langsung menyampaikan apa yang dia tahan dalam hati. "Naoki, Kau pernah pikir mengapa kau bisa menjadi hantu manusia terkuat dan yang paling diburu? Yang bisa berlaku seperti manusia normal seutuhnya? Itu karena kamu..."
Hening. Kata terakhir Kaouri membuat jiwa rapuh Naoki menjadi tidak netral. Banyak perasaan bercampur aduk jadi satu. Dia tidak bisa menjelaskannya. Naoki menundukkan kepalanya dan melihat tangannya yang gemetar. Lalu mengangkat kembali kepalanya dan melihat lapangan basket dengan datar seperti Kaouri.
"Bohong," Ucapnya lirih dengan seutas senyuman kaku. Walau sebenarnya Naoki senang dengan fakta ini, dirinya sulit mencernanya hingga membuat sebuah lubang hitam.
🌷🥀🌷
"*Kau pikir kenapa kau bisa menjadi hantu manusia terkuat dan yang paling diburu? Yang bisa berlaku seperti manusia normal seutuhnya? Itu karena kamu..."
"Masih hidup! Kau sedang mengalami koma dan berada dipertengahan antara hidup dan mati. Hanya menunggu waktu hingga saat yang menentukan*."
Ucapan Kaouri masih teriang dikepala Naoki. Dia merasa bodoh karena tidak menyadari semuanya dari awal. Sekarang semua yang dianggap terlibat menjadi masuk akal. Dia bukan hantu biasa. Tapi dia tidak bisa men-deskripsikan-nya dengan kata-kata. Naoki speechless.
Sekarang, dia sedang melamun di bench taman asrama untuk menghibur diri dari fakta mengejutkan semalam. Naiko bahkan sampai mengabaikan gunjingan para siluman dan hantu penunggu lainnya dibelakang.
"Hei, kau lihat si bodoh itu? Dia baru menyadari jati dirinya," Kata Oni berwajah merah dengan janggut putih seperti awan. Oni lawan bicaranya yang bertubuh kurus kering berwarna hijau pun membalas, "Khe Khe Khe. Ini adalah kesempatan saat dia masih bengong. Aku akan menyantapnya!"
Oni hijau yang tidak sabaran ini berlari dengan liarnya kearah Naoki walau Oni berjanggut awan sudah memperingatinya.
"Jangan gegabah, itu berbahaya."
"Masa bodoh! Aku lapar!"
Bagai merasakan dahaga besar, Oni hijau ini menjulurkan lidah panjangnya sampai liur membuat genangan kecil dijalan. Sambil membayangkan Naoki adalah oasis dipadang pasir.
Tapi nyatanya adalah fatamorgana. "AAKH!!" Oni hijau menjerit kesakitan saat wajahnya terbakar oleh pukulan tangan kosong Naoki. Dia terus-menerus menjerit dan memekik saat wajahnya perlahan-lahan dilahap oleh bekas luka bakar yang menyebar liar padahal tidak ada api. Sampai akhirnya wajahnya tak berbentuk lagi dan tubuhnya berubah menjadi abu yang tersapu angin. Oni berjanggut awan sudah memperingatinya, tadi dia terlalu serakah untuk mendengarkan.
Siluman-siluman yang melihat peristiwa ini membisu lalu membubarkan kelompoknya. Mata Naoki masih waspada melihat kesekitar. Memperhatikan kalau ada siluman nekat lagi. Karena jika tidak waspada lagi, dia akan kehilangan nyawanya untuk ke 2 kali.
Tiba-tiba tanpa peringatan, datang tepukan tangan pelan dipundaknya. Meski awalnya kaget dan bersiap memukul lagi, Naoki mengurungkan niatnya saat melihat wajah orang yang sangat familiar dibenaknya. "Alice!" Entah kenapa, Naoki senang melihat wajah Alice dan mencium aroma parfum Chamomile-nya.
"How are you Sir? Ayo kita pergi ke sekolah jangan bolos!" Ucap Alice semangat dengan senyum lebar. Sepertinya tidur semalam dapat mengembalikan banyak energi Alice, pikir Naoki.
Dia membalas senyuman Alice lalu bangun dari bench. Senyuman sedu tampak dari wajahnya padahal ia ingin senyuman yang lebih berkesan. Kemudian berkata, "Hah, aku tidak pernah bolos sekolah sayangnya."
Nampak nada bicaranya berubah menjadi angkuh tiba-tiba. "Owh, jadi si Mr. teladan ya? Bawa tas saja tidak." Ejek Alice tak kalah angkuh-nya.
Dari dekat nampak sekelompok siswa-siswi yang berjalan keluar asrama berbondong-bondong. Diantaranya ada Fumika yang memanggil Alice takut kebiasaan buruknya yang sering kabur-kaburan kumat lagi. Sedangkan Eliz berada disamping Fumika sedang memakai name tag buatan-nya semalam.
Saat Eliz sudah mendekati Alice, dia menawarkan Naoki untuk jalan bersama. Maksudnya untuk 'menjaga' Alice-nya tersayang dengan nada menggoda. Tentu saja yang bersangkutan-Alice- menjadi malu. "E.. Eliz! You are stupid! Naoki 'kan tidak bawa tas."
Walaupun Alice berkata begitu, Naoki tiba-tiba memegang tas coklat ditangan kirinya. Alice tidak percaya dengan apa dilihatnya karena di sekitar bench tidak ada tas. Tapi Naiko dengan enteng menjawab bahwa tasnya ada dibawah bench. Meski begitu, tidak menghilangkan keheranan Alice.
Dengan Naoki yang memimpin didepan, para Trio seperti anak bebek yang mengikuti dibelakang. Menembus kerumunan ramai para siswa-siswi.
🌵🍁🌵
"Jadi kau ada di jurusan IPS?" Tanya Fumika membuka topik. Suasana ruang utama sekolah yang besar dan dihinggapi banyak orang seperti sedang mengadakan pesta dansa. Walau tanpa cemilan dan dekorasi pesta, tidak menghilangkan kesan luar biasanya.
Naoki yang sedang hikmah berjalan menjawab, "Ya, dan lorongnya terpisah dengan kalian." Tanpa memalingkan wajahnya dari jalan. "Oh what a shame. Tadinya jika kita sejurusan aku ingin 'menitipkan' Alice ke kamu." Eliz dengan logat Inggrisnya yang kental kembali lagi menggoda 2 orang yang bukan sejoli ini. Belum.
Dan bersamaan dengan itu, Alice dan Naoki merona merah. Alice marah-marah seperti tsundere anime dan mendorong Eliz saking kesalnya. Tapi Eliz malah tersenyum nakal. Dilain sisi, Fumika meminta Naoki untuk mengabaikan kedua bule ini.
Sekarang mereka sedang menuju tangga. Diperjalanan, Alice terkesima dengan piala-piala yang tinggi, besar, beraneka bentuk dan warna. Semua tingkatan piala dan medali disusun berdasarkan kelompoknya mulai dari perunggu, perak, dan emas. Dan ada pula disampingnya adalah penghargaan lainnya yang bukan piala.
Alice berhenti untuk melihat-lihat piala yang ada dan membaca nama penghargaan dibawahnya. Teman-teman yang lain ikut berhenti dan memperhatikan apa yang membuat Alice tertarik.
Banyak penghargaan mereka lihat seperti piala, medali, lencana, dan sertifikat fotokopi dari berbagai lomba atletik, akademis, seni, dan lain-lainnya. Semua berjejer rapih dilemari tersebut seperti ingin pamer ke semua orang prestasi para angkatan yang lalu.
"Hey, aku pernah melihat piala ini." Ucap Fumika saat menunjuk piala emas dari basket putri. Katanya, "Bibi-ku yang memilikinya. Walau Aku tidak pernah melihat langsung, Otau-San pernah memberikan foto bibi dengan pialanya saat menang turnamen."
"Wow keren!" Komentar Alice. "Jangan jangan ini milik bibimu ya?"
"Sepertinya tidak, soalnya pialanya ada saat aku berkunjung ke rumah bibi-ku minggu lalu. Tidak mungkin bisa bolak balik dari sekolah ke rumah bibi untuk sebuah piala." Argumen Fumika membantah.
Diliputi bingung, para trio juga ikut bertanya-tanya. Siapa pemilik piala ini?
Naoki menghela nafas pelan. Dia berpikir, "Tidak apa-apa 'kan memberi tahu mereka?" Setelah sepersekian detik, dia pun menjawab pertanyaan dilumbuk hati para trio, "Piala itu milik temanku. Dia memiliki julukan Assasin."
"Assasin? Keren juga dia! Ini tulisannya tingkat internasional putri, loh" Alice masih terkagum-kagum oleh pemilik.
"Ya, dia memang berbakat." Senyum terukur diwajah Naoki saat menanggapi Alice. "Dia dijuluki 'Assasin' karena kemampuannya mencuri bola dan 'membunuh' skor lawan. Get it?" Naiko tertawa kecil oleh ungkapannya. Dan sepertinya penjelasan tersebut membuat semua tertarik memahami lebih dalam.
Termasuk Fumika yang menanyakan apakah dia bisa bertemu dengan sang 'Assasin'. "Dia ada dikelas berapa? Aku ingin bertemu dan melihat keahliannya." Ucapnya bersemangat.
Namun, Naoki hanya geleng-geleng. "Dia sudah wafat Maret tahun lalu." Seketika, senyum diwajah mereka luntur dan berganti ucapan turut berduka. Tapi para trio tidak menanyakan alasan sang Assasin meninggal. Karena mereka tahu apa, dan siapa penyebabnya. "Pureya'." Dengus Eliz kesal. "That jerk was deserved burn in hell!"
Amarah Eliz tidak dapat terbendungkan karena mengetahui gadis malang itu menjadi korban pembunuhan keji. Alice menggigit bibir bagian bawahnya. Tangannya terkepal sambil meremas roknya murka. Sedangkan Fumika juga tak kalah frustasinya. Dia yang pertama kali mengetahui para korban Pureya' sudah membenci si pembunuh dari awal. Apalagi saat para korban diperlakukan dengan tidak manusiawi.
... Mulut dan matanya dijahit sedangkan daun telinganya dipotong. Tergeletak begitu saja dilapangan basket, tanggal 6 Maret...
"Tapi tidak apa-apa aku marah. Toh, kita juga akan menangkap si pembunuh itu." Suara Alice penuh optimis. Dia memang benci hantu, tapi melihat manusia yang diperlakukan dengan tidak wajar, Alice tidak akan diam.
Teman-temannya kebingungan, namun akhirnya mengerti maksud Alice. Tangan kanannya mencari pintu kaca dari rak dan berhasil. Jari jemarinya dapat masuk dari cela kecil itu dan berusaha memegang piala sang Assasin. Namun semuanya batal karena Fumika dan Eliz menarik tangannya. Mereka histeris dan menyuruh Alice pergi. Apalagi Naoki yang berteriak lari mengejar mereka karena dibelakang ada bu Youki!
Ibu guru mengerikan yang menghukum para Trio dihari pertama.
... "*Kalian masih muda sudah kurang ajar. Minta dipukul?" Kata kata bu Youki menciutkan niat kita. Semua yang berisik langsung tenang, semua anak kelas ketakutan dengan serangan tadi...
... "Kalian dilempar begitu doang nangis, gimana jadi ibu? SEMUANYA BERSIHIN TOILET*!!!"...
Tanpa sadar, Alice berlari tunggang langgang tanpa peringatan dan penuh perjuangan. Sampai akhirnya dia bisa menyusul yang lain dan menghindari Bu Youki.
🏀🏆🏀
Seorang wanita paruh baya mendekati rak kaca dan mendapati pintunya terbuka sedikit. Tanpa diminta, ia menutupnya kembali. Lalu menggumamkan sesuatu, "Maafkan Ibu nak, Ibu tidak bisa melindungi kalian."
Suaranya paruh. Dan tiba-tiba terjadi ledakan emosi diotaknya. Youki buru-buru lari ke kamar mandi, membuka salah satu bilik, kemudian membuka tas jinjingnya dan mengacak-acaknya sampai menemukan sebuah tempat obat berbentuk silinder. Dia mengeluarkan pil didalamnya dan menelannya cepat-cepat sebelum dia meraih botol minum dan menelannya rakus.
Ibu ini menangis historis tanpa suara dibilik kamar mandi. Dia tidak tahan dengan kondisi dan sekolah yang gila ini. Tapi dia terpaksa karena demi muridnya.
Pintu kamar mandi terbuka, masuklah 2 orang guru kedalamnya. Bu Youki masih ada didalam bilik saat menguping pembicaraan mereka.
"Youki lama-lama makin gila saja." Ucap guru gemuk yang sedang mencuci tangannya. "Setuju. Lagipula kenapa dia masih bekerja seharusnya dia ada di RSJ dengan sesama bukan?" Lawan bicaranya seorang guru yang kurus namun tinggi sedang membuka kotak Make-Upnya.
"Dia tidak akan mau. Karena katanya dia masih akan membuktikan jika Pak Tanaka yang membunuh siswa kesayangannya." Guru gemuk sudah beres mencuci tangannya dan mengambil tisu ditempat yang disediakan sekolah.
"Tuh 'kan? Dilihat dari situ saja udah terbukti kalo dia sudah gila." Bersamaan dengan itu, guru yang memakai lipstik selesai dan memasukkan barangnya ke kotak lagi.
Kedua guru yang sudah selesai dengan gunjingan dan urusan mereka keluar dari toilet tanpa memedulikan ada isak tangis wanita dari dalam bilik.
"Aku.. Aku buktikan keparat itu bersalah!" Ucapnya frustrasi. Jika dia tidak buru-buru meminum obatnya, mungkin dia akan menghancurkan fasilitas toilet itu. Karena penyakit jiwanya timbul dari kemarahan, dendam, dan kesedihan yang terjadi 1 tahun yang lalu.
Sebuah keajaiban dia tidak dihentikan karena gangguan ini karena pihak sekolah belum mendapat konfirmasi resmi dari psikiaternya.
Mungkin sisa waktu untuk konfirmasinya akan memakan waktu singkat. Tapi selama itu, dia akan membawa keadilan untuk murid-muridnya.
[To Be Continue!] 🐤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments