Lampu merah-biru polisi mendominasi pencahayaan minim dimalam gulita. Menampilkan sosok diatas tandu yang terangkat. Wajahnya ditutupi kain putih sehingga mustahil untuk mengenalinya.
Keheningan malam pecah oleh bunyi sirene Polisi dan Ambulan yang terdengar disetiap sudut. Tak terkecuali tangisan pasangan yang sudah berumur. "Kao-Chan! Kaouri-Chan!" Mereka memanggil nama putri mereka walaupun tahu dia tidak akan menjawab panggilannya.
Pukul 10.46 jasad Kaouri Mouri ditemukan dilapangan Stadium, tepatnya Lapangan Basket. Para polisi memasang banyak Police Line di TKP dan menanyakan semua saksi yang ada disekitar. Terutama Cwang, Naoki, dan Akbar sebagai orang yang pertama kali menemukan jasad Kaouri.
"Saya bersa..sama mereka untuk mencari Kaouri. Kami pikir dia ada di Taman Asrama sehingga kami memutari semua taman kecuali bagian Tenggara, Timur, dan dan Utara karena terlalu jauh. Karena lelah kami kembali ke stadium dan...hiks,.. Kami tidak menyangka Kaouri ada disana selama ini." Cwang menjawab pertanyaan seorang polisi dengan gemetaran. Masih ada rasa sedih dan berduka dihatinya karena kejadian mengerikan ini sehingga ia sedikit terbata-bata.
Polisi yang bertanya kepada Cwang mencatat semua yang Cwang bicarakan dengan cepat dibuku notenya. Lalu beliau berterima kasih kepadanya dan lanjut bertanya kepada Naoki yang wajahnya masih memerah panas sampai akhirmya Akbar.
Untuk beberapa saat sekolah menjadi ramai didatangi wartawan dengan tujuan mendapat penjelasan tentang kasus pembunuhan pertama di SMA HOKKAIDO 45 Yang terkenal Elite.
Para wartawan menyerbu juru bicara polisi dan menjejalinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang lazim ditanyakan. Namun mereka terlalu tidak sabaran karena kasus ini baru terjadi dan sedang dalam penyelidikan. "Bagaimana kronologi kejadian?"
Seberapa banyak juru bicara tersebut berusaha menjelaskan jika kasus sedang dalam penyelidikan, tetap saja para wartawan berebut menyodorkan Mic dan HandPhone mereka kepadanya untuk merekam suaranya.
Belum puas dengan jawaban polisi, para wartawan beralih ke orang tua korban dan teman-temannya. Tentu saja orang tua Kaouri pergi ke Rumah Sakit untuk ikut melihat outopsi anaknya, menyisakan para siswa-siswi yang berlalu lalang. Para wartawan mewawancarai salah satu siswa secara acak sehingga informasi yang mereka dapat minim dan tak terlalu akurat.
Naoki yang melihat salah satu wartawan yang berlalu lalang mengerutkan alisnya marah karena yang mereka incar hanya 'berita'. Tidak ada rasa empati terhadap orang yang telah meninggal.
Maka ia memutar jalannya menghindari kerumunan. Akbar yang melihat sosok Naoki yang hampir menghilang bergegas mengikutinya. "Naoki kau mau kemana? Kita masih harus diwawancarai." Ucapan pertama yang Akbar sampaikan setelah lama mereka berdiam diri. Kau sama saja! Gumam Naoki.
"Ke kamar, aku lelah." Akbar tidak puas dengan jawaban Naoki, malah ia merasa Naoki tidak menjunjung solidaritas. Karena siswa yang lain juga lelah tapi mereka terpaksa tanya jawab dimalam hari. Termasuk para siswa dari Nagasaki. "Naoki! Ini hanya tanya jawab saja. Kita semua juga lelah." Gertak Akbar sambil memblokir jalan Naoki.
Naoki berusaha sabar menghadapi tingkah irasional Akbar yang tidak mengerti maksudnya. "Kita sudah ditanyai polisi. Buat apa menjawab lagi, apalagi dengan wartawan yang belum tentu benar menyampaikannya?" Jiwa Akbar tertohok. Dia mengakui jika mereka sudah ditanyai polisi sebelumnya. Tapi ada satu suara kecil dihatinya yang maaih menentang. "Iya, tapi apa pandangan semua siswa jika si wakil OSIS 'melarikan diri'? Kau akan makin diejek!"
"BERISIK! Aku tidak peduli disebut apalagi. Mellow prince, Pecundang, Pengecut, Tidak Solid, sebut saja semuanya tapi aku tidak akan berubah pikiran!" Naoki meninggikan suaranya sampai seperti teriakan lalu mendorong Akbar yang ada didepannya.
"Kepala Batu!" Tidak mau kalah, Akbar mendorong balas Naoki dari samping sehingga ia terjatuh. Naoki tersentak batuk seketika saking kerasnya. Namun dengan sisa tenaga ia berusaha berdiri. "Rikai si te i nai hito(Orang yang tidak mengerti)! Kamu sama saja seperti mereka." Teriak Naoki lalu berlari menghilang bagai kabut.
"Cih. Lihat saja pas gua kekamar. Gue tonjok lo, DASAR MP!!!" Teriak Akbar tak kalah kerasnya. "Would you keep it down, would you?" Cwang yang sudah diwawancarai mendatangi Akbar berpikir jika orang didepannya ini sudah gila. "Kalian kenapa lagi?" Tanya Cwang yang sudah menebak jika mereka bertengkar, lagi.
Dengan wajah yang masih kusut karena kesal, Akbar menjawab, "Tanya si Mellow Prince kenapa." Cwang frustasi dengan sikap kekanakan Akbar. "Orangnya kemana dulu si bodoh?!" Ucap Cwang sambil menendang kaki Akbar sehingga ia memekik.
Akhirnya Akbar pun terpaksa menjawab, "Aku suruh dia ikut wawancara dengan wartawan karena khawatir dia makin diejek karena tidak ikut, apa salahnya?"
"Memangnya kamu punya hak memutuskan apa yang harus dilakukan Naoki? Sadar diri Akbar! Dia pasti memiliki alasannya sendiri. Kalian 'kan teman sekamar dan rekan seharusnya saling mengerti."
Sekali lagi, Akbar mendapat ucapan pedas yang tidak membelanya. Kesal mengakuinya, namun apa yang diucapkan Cwang benar. Dia terlalu memaksakan karena peduli terhadap Naoki. Dari dulu anak ini memiliki sikap keras kepala parah sehingga siswa lain menjauhinya. Padahal apa yang Naoki kerjakan memang benar, tapi yang lainnya tidak suka karena terlalu tegas.
Akbar teringat Naoki pernah terseret perkelahian dengan anak berandalan dikelas karena mengadukan mereka merokok dilapangan parkir kepada guru. Tapi Naoki tidak pernah takut. Tidak pernah berhenti menjalankan tugasnya sampai menjadi Wakil OSIS.
Senyum kecil mulai terbentuk disudut bibir Akbar. "Lucu sekali. Aku baru menjadi sepeduli ini setelah berbulan-bulan menjadi temannya. Padahal saat Naoki diejek Mellow Prince saja aku malah ikutan. Teman macam apa aku ini?"
Cwang tidak mengerti maksud Akbar. Namun ia berpikir sepertinya Akbar menyadari kesalahannya.
Setelah lama menunduk, mata bundar Akbar menatap Cwang sehingga membuat lawan bicaranya sedikit kaget. Meski Akbar tak pandai tersenyum, ia tetap saja berusaha tersungging. "Terima kasih kak Cwang. Kalau kakak gak 'nampar' kayak tadi, mungkin Naoki sudah boyok aku pukul."
Bocah ini. "Siapa yang mau kamu pukul tadi?! Tumbenan juga kamu manggil aku pakai 'Kak', masih sehat?" Setelah mencubit keras pipi Akbar, anehnya Cwang memeriksa keningnya jika Akbar benar demam atau sakit lainnya.
Akbar hanya terkekeh pelan lalu tiba-tiba meminta pamit kepada Cwang. "Bye kak. Ada orang yang perlu aku dekati." Bersamaan dengan itu, Akbar berlari menuju jalan berpetak kearah Asrama. Meninggalkan Cwang yang kembali kaget.
"Apa maksudmu dekati? Dasar aneh." Ada beberapa kata Bahasa Jepang yang Akbar tidak mengerti. Sehingga ia berimprovisasi, namun sepertinya malah membuat salahpaham.
🐏🌳🐑
Brak. Naoki membanting pintunya. Masih ada sisa perasaan murka, namun ia tetap membuka kedua sepatunya lalu kancing almamater miliknya. "Si Baka tidak berperasaan!!!"
Naoki meluapkan rasa frustasinya dengan berteriak sekeras-kerasnya. Untungnya tidak ada yang membalas karena mengira teriakan Naoki adalah teriakan arwah penasaran. "A.. Ayo cepat pergi. Aku merinding." Ucap salah satu siswa yang melewati lorong asrama laki-laki lantai 2.
...Alasan kenapa asrama terpencil dari sekolah karena banyak penunggunya...
...Pokoknya asrama kalian paling angker.¹
Hebat sekali teriakan Naoki bisa menjangkau lantai 2 padahal dirinya ada dilantai 4.
Lelah dengan berteriak, Naoki membaringkan tubuhnya dikasur sambil membuka simpul dasinya. "Anzu kemana lagi?" Gerutu Naoki. Selesai mengurai ikatan dasinya, Naoki mulai melepas kaos kakinya.
Krieet, bunyi pintu yang terbuka. Dan pada saat itu, Naoki dengan wajah masam terpaksa menjawab salam. "Okarimase(Selamat datang)." Dengan nada terendahnya. "Aku belum mengucapkan salam."
Suara terkutuk ini. Naoki membalikan tubuhnya menjadi condong ke kanan menghindari kontak mata dengan Akbar. Namun orang yang ia maksud masih menatap punggungnya. Dengan nada canggung, Akbar mencoba mencairkan suasana. "Jika aku duluan mengucapkan salam pun, kau tak akan mengerti."
"Berisik, kau pikir aku baka sepertimu? Tinggal jawab Waalaikumsalam." Gerutunya pelan, namun tidak disangka Akbar bisa mendengarnya. "Eh, kamu tahu?"
Naoki juga tidak mengira suaranya ternyata se-keras itu hingga Akbar mendengarnya. Jadi dia memilih diam agar kebodohannya tak terulang kembali.
Bingung karena diabaikan, Akbar mulai berbicara lagi. "Naoki, yang tadi maaf. Aku hanya tidak ingin kau diejek lagi." Untuk berbicara seperti ini, Akbar rasanya seperti menjual harga dirinya. Tapi dia tetap tidak mendapat respon kembali.
Frustrasi, Akbar pun menghampiri kasur Naoki. "Gak usah pura-pura! Udah ketahuan ngomong tadi." Sikap tiba-tiba ini pun mendapat lemparan kaos kaki dari Naoki. "Sialan! Kapan terakhir lo Laundry?"
"Au." Jawaban singkat nan padat. Akbar berpikir ia mengajarkan Naoki terlalu banyak Bahasa Indonesia sehingga ia seperti orang Indonesia asli dengan sedikit cadel. Padahal dia sendiri mengajarkan Naoki Bahasa Indonesia yang tidak baku.
Akbar berusaha mendekat, kemudian dia duduk disebelah Naoki dan perlahan mengusap pundaknya. "Sayang, jangan ngambek teru...sss Aawh!!" Beberapa kata tidak Naoki ketahui. Namun dari kata 'Sayang' detik itu juga ia menyadari Akbar sakit jiwa dan memukul wajahnya. "Homo-sapies!" Teriaknya.
"Sakit ***!!" Lagi-lagi, Akbar membalas pukulan Naoki tapi meleset karena targetnya sudah bangun dari kasur dan berlari menjauh darinya. "Anzu! Kimi(Kamu) dimana?!!" Naoki berusaha mencari bantuan dengan keluar dari pintu kamar.
Namun beberapa langkahnya terhentikan karena Akbar menyergapnya dari belakang sehingga mereka berdua jatuh. Akhirnya mereka beradu pukulan, tendangan, dan tarikan sehingga membuat pakaian mereka berantakan.
"Tadaima(Aku pulang)." Anzu kebingungan dengan pintu yang masih terbuka. Namun tak ambil pusing dan ingin lanjut membuka sepatunya.
'Ingin', sebelum pemandangan yang ia saksikan membuatnya sangat tercengang sehingga menjatuhkan tas hitamnya. Anzu tidak melihat Akbar dan Naoki sedang berkelahian, namun sesuatu yang lain. "Ternyata kalian, membelok." Ucapnya yang memperkeruh suasana, ditambah ekspresi wajahnya yang sepertinya benar-benar percaya.
"Anzu! Terima kasih kau telah datang. Akbar sakit jiwa!" Teriak Naoki lalu memukul tubuh Akbar yang masih mematung sehingga ia bisa kabur. "Benar 'kah?" Pertanyaan polos Anzu membuat suasana semakin tegang.
Akbar awalnya hanya ingin bercanda dengan Naoki, namun tak disangka Naoki menganggapnya serius. "KAGAK!!!" Rona merah dipipinya malah semakin membuatnya terlihat serius.
Masih dengan wajah jijik, Naoki berkata kepada Anzu, "Sepertinya Enji tidak akan keberatan jika kita menginap dikamarnya." Lalu Anzu pun menyetujui. "Iya, aku tidak ingin tertular HIV~"
Anzu. Walaupun wajahnya polos, ternyata dia sudah menyadari kesalahpahaman ini tapi malah terbawa suasana. Lebih tepatnya mengikuti suasana.
"STOOP!!" Akbar berusaha menahan mereka, namun teman-temannya sudah berada dilorong asrama.
[To Be Continue!]🍵
__________________
¹Ucapan Anzu, di Chapter 10. I'm Sick Of This Nonsense
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments