Neng terkulai lemas belum sadarkan diri di kamar yang berada di samping kamar utama. Pergelangan tangan kiri sampai sela jari melepuh karena terkena kopi panas. Sedangkan tangan kanan luka karena terkena pecahan kaca.
Al hanya memandangi Neng dari kejauhan. Tatapan mata yang datar membuat orang tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan. Sesekali tangannya mengepal dan meringis karena darah yang masih menetes, tetapi dia menolak untuk di obati oleh Bibi Jumi atau Aa Jun.
Sedangkan Bibi Minah yang kebingungan melihat Neng tidak sadarkan diri. Berkali-kali menepuk pipinya agar cepat sadar, tetapi Neng tidak kunjung membuka matanya.
"Jun kamu ke apotik beli obat luka untuk tangan yang melepuh, cepat!" perintah Al mulai khawatir.
"Baik Tuan."
Junaidi Said mengambil uang yang di berikan oleh Alfarizi dan berlari turun tangga keluar rumah.
"Bibi, ambil minyak gosok di kotak obat!" perintah Al lagi.
Setelah Bibi Minah keluar kamar, Al mendekati Neng, dan duduk berjongkok di samping tempat tidur, mengelus pipinya. "Maaf Neng, aku tidak bisa mengontrol emosiku, kamu menjadi sasaran kemarahannku."
Saat Al mengelus pipi, sebenarnya Neng sudah mulai sadar, tetapi dia sengaja tidak membuka matanya. Mendengarkan ucapan lirih Al yang berbicara sendiri sambil bergumam dalam hati. "Siapa sebenarnya yang membuat Anda sampai semarah ini, Tuan?"
Al memeriksa lengan, pundak dan tangan Neng yang terluka. Bahkan memar di siku yang mulai mengering. "Aaargh mengapa begini jadinya?" keluh Al sambil mengacak rambutnya.
Neng tetap berusaha tidak bergerak walaupun teriakan Al membuatnya kaget. Perut terasa perih karena lapar, kulit terasa banyak jarum yang menancap di lengan dan pinggangya tetapi Neng enggan untuk membuka matanya.
Saat Bibi Minah datang membawa kotak obat. Ada suara dering hanphone yang berada di kantong celana Al, sehingga dia berdiri mengambil dan mengangkat handphonenya
"Halo, ada apa?"
" ... ... "
"B*d*oh, apakah kamu tidak bisa mengatasinya?"
" ... ... ?"
"Ya tunggu aku kesana!"
Emosi Al mulai menuncak kembali setelah mendapatkan telepon, bergegas dia keluar kamar yang di tempati oleh Neng dan ada Bibi Minah juga di sana. Takut mereka menjadi sasaran kemarahannya. Masuk ke kamarnya sendiri walaupun ada pecahan kaca yang berserakan tetap saja dia nekat untuk berganti baju.
"Bibi, aku akan kembali ke Jakarta, setelah kamarku di bersihkan pindahkan istriku ke kamar utama lagi, besok aku akan kesini lagi!"
"Baik Tuan," jawab Bibi Minah singkat.
Al mendekati Neng yang masih memejamkan matanya, padahal dia sudah sadar dari tadi. Masih enggan berinteraksi langsung dengannya. Al hanya mengelus pipi dan rambutnya. "Aku pergi dulu, kamu istirahat saja!"
"Bibi aku pergi dulu."
"Iya Tuan, hati-hati."
Setelah Al keluar dari kamar, barulah Neng membuka matanya. Sakit di badannya tidak seberapa jika di bandingkan dengan sakit di hatinya karena dia hanya di jadikan sasaran amarah dari orang yang tidak tahu siapa.
"Nona, ayo minum dulu," kata Bibi Minah membantu Neng untuk duduk dan memberikan satu gelas air putih.
"Terima kasih Bibi."
"Aku ambilkan makan dulu Nona, sambil menunggu obat luka yang di beli oleh Aa Jun."
Neng hanya mengangguk, kembali melamun dan teringat suami sirinya yang selalu melampiaskan amarahnya sama seperti ayah Asep saat sedang marah. Sejak kecil Neng sering menyaksikan saat Ayah Asep sedang naik pitam akan menjadikan barang yang ada di sekitarnya menjadi sasaran.
Pernah dulu saat Neng baru duduk di kelas enam SD, saat pulang sekolah tidak langsung pulang karena bertemu ibunya di jalan. Akhirnya Neng ikut ibu akan ke pasar untuk membeli satu lusin piring, tetapi setelah sampai rumah Ayah Asep marah dengan membanting satu lusin piring yang di beli ibu.
"Nona, ayo makan dulu!" kata Bibi Minah mengagetkan lamunan Neng.
"Terima kasih Bibi, sini aku makan sendiri saja."
Neng makan dengan lahap tetapi sambil terisak dan meneteskan air mata. Rasanya ingin sekali berlari meninggalkan villa. Tekatnya kemarin semakin goyah setelah mengalami siksaan baik lahir maupun batin.
Aa Jun datang dari apotek membawa obat luka untuk di oleskan di tangan yang terkena kopi panas. Minum obat untuk mengurangi rasa nyeri karena memar di kaki. Memberikan obat untuk luka yang berada di lengan karena terkena pecahan kaca.
"Nona, ini obat oles dan obat anti nyerinya." Aa Jun meletakkan obat itu di meja rias.
"Terima kasih Aa."
"Apakah Anda baik-baik saja, Nona; maaf aku tidak bisa melindungi Anda yang sudah aku anggap adikku sendiri?"
"Aa Jun, aku tidak apa-apa, bukankah kemarin Aa bilang aku harus sabar dan tabah, ini dengan membelikan obat untukku tandanya Aa melindungi dan merawatku."
"Apa yang sebenarnya terjadi kemarin, Nona?" tanya Aa Jun.
"Aku juga tidak tahu, Aa; yang jelas Tuan Al sedang menghadapi masalah yang sangat berat,"
"Apakah Nona tahu latar belakang keluarga Tuan Al?"
"Tidak Aa, aku tidak tertarik untuk mengetahuinya, aku hanya akan menjalankan pernikahan ini sampai selesai perjanjian."
"Apakah Anda ingin aku menceritakan tentang dia, karena aku baru saja membaca tentang Tuan Al di media sosial?"
"Tidak usah Aa, aku sengaja tidak ingin mengetahuinya sama sekali."
"Baiklah Nona, terserah Anda saja, yang terpenting Anda harus sabar, jika perjanjian penikahan ini selesai, aku akan membantu Anda untuk meraih cita-cita anda kembali.
Neng tersenyum, merasa terhibur karena dalam keterpurukannya, masih ada orang baik yang mendukungnya.
Pada keesokan harinya Al datang saat makan siang tiba. Neng yang sedang masak di dapur kaget saat Al mendatangi nya di dapur. "Neng ngapain kamu di dapur, aku sudah billang kemarin, kamu istirahat saja!"
"Aku tidak apa-apa Tuan, aku bosan selalu di kamar."
Belum sempat Al kembali memarahi Neng. Datang Bibi Minah dari luar dengan membawa dua plastik belanjaan dari supermarket.
"Nona, ini pesanan pembalut yang anda minta."
Al langsung mengerutkan keningnya mendengar ucapaan Bibi Minah sambil melihat Neng yang sedang memeriksa belanjaan pesanannya.
"Terima kasih Bibi."
"Bibi kamu lanjutkan memasaknya, Neng ayo kamu ikut aku!" perintah Al langsung berjalan ke lantai atas.
"Baik Tuan." jawab Bibi Minah singkat.
Neng langsung berjalan mengikuti Al untuk naik ke lantai atas dan masuk ke kamar mereka. Malaupun telapak tangan kirinya di tutup perban Neng tetap membantu Al untuk membuka jas dan kemejanya, melepaskan sepatu dan kaos kaki juga.
Neng masih enggan berbicara dengan suaminya, tetapi dia tetap melakukan tugas yang memang seharusnya menjadi tugasnya. Setelah meletakkan sepatu dan baju kotor pada tempatnya. Neng menyiapkan baju ganti dan mengambilan segelas air putih dan diserahkan kepada suaminya.
Tetapi bukannya menerima segelas air putih yang di sodorkan untuknya Al langsung memerintahakan untuk membuka bajunya, "Neng, buka bajumu!" perintah Al memecahkan kesunyian diantara mereka.
Neng tersentak kaget padahal Al tadi sudah mendengar bahwa Bibi Minah sudah mengisyaratkan jika membeli pembalut, berarti sedang tidak bisa melayani suaminya.
"Tapi Tuan, aku ...!" kata Neng mulai ketakutan membayangkan apa yang akan terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2022-11-16
1
kay-kay
neng km hrus sabar ya...
2022-09-01
1
Rosmawati Intan
Al ..tak menyiksa istri nya.dlm cerita ni ..Al tak memukul ..hanya klu emosi Al tak sedar. yg neng terkena impas nya tanpa tersengaja Neng trauma dgn org yg marah..
2022-08-26
1