Sudah satu bulan Neng tinggal di villa. Dia selalu melakukan rutinitas yang sama, hanya di dalam kamar menggambar jika tidak ada suami sirinya datang. Melayani dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri saat Al ada di villa.
Dalam satu bulan ini Alfarizi selalu datang dalam keadaan mabuk dan tiba di villa malam hari. Selalu memperlakukan Neng seperti sedang bersama wanita yang sering di panggil Sinta, tetapi setiap Alfarizi menyentuh dan akan berhuhungan dengan Neng dia selalu mengucapkan kata-kata bahwa dia hanya miliknya. Tidak boleh seorang laki-laki yang boleh menyentuhnya bahkan ayah kandungnya sekalipun.
Neng juga hampir tidak pernah berbicara dengan Al selama satu bulan ini, datang malam hari dan akan berangkat kerja saat Neng tertidur lelap saat pagi hari. Neng juga tidak pernah membelanjakan uang yang di cairkan oleh Junaidi Said setiap seminggu sekali. Uang itu hanya dia tumpuk di lemari bagian bawah baju lingerie setelah dia mengambil satu juta untuk di bagikan kepada sekuriti dan Bibi Minah serta Paman Tono.
Setelah satu bulan merenung dan mulai bisa menerima nasib yang telah di gariskan Tuhan kepadanya. Dan karena janji yang telah di ucapkan kepada Ayah Asep. Neng mulai merasa tenang dan tidak banyak menangis seperti awal dia datang ke villa.
Hari Minggu pagi ini Neng berniat akan mulai mengakrabkan diri dengan orang yang berada di villa. Ikut sarapan pagi bersama Bibi Minah. Paman Tono dan sekuriti di ruang makan yang ada di samping dapur.
"Selemat pagi semua, apakah aku boleh bergabung sarapan disini?" tanya Neng berdiri di depan pintu dapur.
"Selamat pagi, Nona seharusnya Anda sarapan di ruang makan utama," jawab Aa Jun berlari mendekati Neng.
"Tidak apa-apa, apakah boleh aku juga memanggilmu Aa Jun?"
"Tentu Nona, aku akan merasa terhormat jika Anda memanggil seperti itu, silahkan duduk, Nona!"
"Terima kasih, panggil aku Neng saja jika tidak ada ...!" kata Neng tidak melanjutkan ucapannya sudah di jawab oleh Bibi Minah.
"Jika tidak ada Tuan Al, tetapi nanti malah kebablasan, takut kena marah Tuan Al jika ketahuan."
"Betul Nona, walaupun kami memanggilmu Nona, kami akan senang jika Anda akrab dengan kami," jawab Paman Tono.
"Mulai saat ini aku juga akan kembali memanggilmu Nona, tetapi aku akan menganggapmu seperti putriku sendiri," kata Bibi Minah sambil mengambilkan piring kosong untuk Neng.
"Terserah saja, apa sarapan hari ini?" tanya Neng dengan penuh semangat mengambil sendok yang ada di samping piring.
"Nasi goreng Nona, silahkan!" Aa Jun mempersikahkan Neng mengambil nasi goreng yang berada di meja makan.
sejak saat itu Neng sering ikut memasak Bibi Minah di dapur. Bahkan sering membuat sarapan untuk mereka. Sering berbincang dan menggambar di ruang keluarga atau di ruang makan belakang.
Hampir satu Minggu ini Alfarizi tidak datang ke villa dan Neng sering berbincang akrab dengan seluruh penghuni villa, terutama Aa Jun. Dia sering bercerita tentang kekasihnya yang merantau ke Jakarta dan adik perempuannya yang sudah neninggal dunia, dan Aa Jun menganggap Neng seperti adiknya sendiri. Seperti Sabtu siang ini mereka sedang bercerita di ruang makan belakang setelah selesai makan siang.
"Apakah Nona mau mendengarkan ceritaku?" kata Aa Jun dengan wajahnya terlihat murung.
"Bercerita saja, jika Aa percaya kepadaku!" kata Neng yang bisa membaca jika Junaidi Said terlihat sedih.
Junaidi Said menghembuskan nafas panjang sebelum bercerita karena tiba-tiba dadanya terasa sesak saat mengingat peristiwa yang menimpa adik kesayangannya. "Tiga tahun yang lalu, adikku juga mengalami peristiwa seperti Nona."
"Maksudmu, di nikahkan siri atau di jual seperti ...?" kata Neng menutup mulutnya tidak berani melanjutkan ucapannya.
"Ya Nona, tetapi parahnya adikku baru saja lulus SMP, umurnya baru enam belas tahun."
"Apa yang terjadi dengan dia sekarang?"
"Satu bulan setelah peristiwa itu adikku memotong nadi pergelangan tangannya, sehingga dia tidak terselamatkan." Aa Jun menunduk di atas meja makan dan terisak sehingga di tenangkan oleh Paman Tono dengan mengusap punggungnya.
"Mengapa Aa tidak menyelamatkan dia saat itu?" tanya Neng dengan emosi.
"Itulah kesalahan saya Nona, saat itu saya meminta Ayah untuk membelikan motor baru, tetapi adik yang menjadi korbannya."
"Kamu harus ikhlas dan sabar Aa, itu sudah garis yang Maha Kuasa," nasehat Bibi Minah.
Junaidi Said langsung mengusap air matanya dan menegakkan tubuhnya menatap Neng dengan tatapan sendu "Jika adikku masih ada mungkin seumuran dengan Anda, Nona; dan satu lagi Nona aku menganggap anda seperti adikku sendiri jadi aku mohon jangan melakukan seperti yang adikku lakukan!"
Neng hanya tersenyum kecut mengingat kemarin juga ingin melakukan hal yang sama setelah satu hari menikah siri dengan Tuan Alfarizi. Semua terjadi tidak seratus persen kesalahan orang tua yang rela menikahkan siri atau menjual putrinya sendiri. Ada juga faktor ekonomi dan faktor lingkungan.
Benar sekali faktor lingkungan di salah satu kota yang ada di Jawa Barat yaitu daerah yang banyak terdapat wisatawan asing karena daerahnya yang asri dan sejuk. Wisatawan asing atau domistik yang memiliki kantong tebal berkedok nikah siri untuk melegalkan hubungan mereka dengan gadis yang ada di daerah sekitar tempat mereka berwisata serta banyaknya villa yang di bangun disana.
"Tidak Aa, aku akan berusaha menerima ini dengan ikhlas, Bibi Minah pernah mengatakan kepadaku Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hamba Nya melampaui batas kemampuannya."
"Bagus, itu baru namanya adikku, Anda harus kuat, aku akan selalu menjagamu Nona."
"Terima kasih Aa, sekarang aku punya saudara."
"Sudahlah bercerita sedihnya sekarang sebaiknya kita bercerita yang lain saja."
Akhirnya mereka bercerita dan bercengerama dengan riang. Bahkan Neng mulai nyaman dengan mereka bisa tertawa lepas tanpa beban. Hatinya mulai ikhlas dengan takdir menimpa dirinya.
Sampai pukul tiga sore mereka masih asyik berbincang. Hanya satu sekuriti yang menjaga di pintu gerbang, tetapi tiba-tiba datang tuan mereka masuk villa tidak seperti biasanya. Alfarizi datang dengan kesadaran penuh, tidak mabuk seperti biasanya.
Setelah memarkirkan mobilnya Alfarizi bergegas memasuki rumah dengan sedikit berlari tetapi sampai ruang keluarga dia mengentikan langkahnya saat mendengar tawa renyah Neng yang tanpa beban duduk diantara Bibi minah dan Aa Jun. Awalnya Alfarizi hanya mengerutkan keningnya sambil mendengarkan suara Neng yang renyah dan ceria. Padahal selama satu bulan sudah satu kamar bahkan dia selalu bisa membuatnya melayang karena terpuaskan dan bisa melampiaskan kegundahan hatinya tetapi dia hampir tidak pernah berbincang dengannya.
Walaupun tanpa alkohol emosi Alfarizi mulai muncul karena mendengar suara Neng terlihat akrab dengan Junaidi dan bisa tertawa lepas dengannya. Padahal jika di kamar dia selalu diam seribu bahasa. Terkadang memandang wajahnya saja seolah enggan.
Alfarizi berjalan dengan langkah panjang melirik mereka yang sedang berbincang, "Neng, masuk kamar sekarang!"
"Waduuuh gawat, pohon pisang datang!" kata Neng tanpa sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-11-16
0
RATNA RACHMAN
😂😂😂 awas neng..entar di sikat habis ..tuh SM pohon pisang.
2022-10-23
1
kay-kay
prasaanya sprti apa sih sbenarnya tuh pohon pisang sma si eneng🤔🤔
2022-09-01
1