Neng tidak jadi keluar kamar karena ancaman dari Al. Padahal Neng mengira dia masih terlelap karena dia tidak bergerak di dalam selimut tebalnya. Bahkan dia belum memakai sehelai benangpun di badannya karena baju masih ada di posisinya semula yaitu berada di samping bantal.
Neng berjalan menuju sofa dan berniat ingin duduk disana, tetapi tangan di tarik oleh Al dan dia terjerembab masuk ke dalam selimut dan hampir tidak bisa bernafas karena di peluk denga erat. "Kamu mau meninggalkan aku begitu saja haa, seperti dia?" kata Al sambil mengecup tengguk Neng harum sabun mandi aroma terapi yang baru saja di pakainya.
Hati Neng terasa nyeri karena berkali-kali Neng tidak mengerti apa dan siapa yang di maksud dengan ucapan Al. Neng hanya menutup mulutnya agar mulutnya tidak mengeluarkan kata yang akan menyinggung atau membangunkan macan yang masih dalam keadaan setengah mabuk.
"Temani aku tidur sebentar lagi, aku masih merindukanmu!" kata Al kembali mengeratkan pelukannya di pingang Neng.
Sudah satu jam Neng dalam dekapan Al, tidak bisa bergerak dan tidak bisa memejamkan matanya. Setiap ingin memindahkan tangannya dari pingang, lagi-lagi Al kembali mengeratkan pelukannya.
Tetapi lama kelamaan akhirnya Neng ikut terlelap sampai pukul satu siang. Membuka matanya perlahan tetapi orang yang mendekapnya dari tadi sudah tidak ada di sampingnya. Bahkan Neng berharap dia sudah pergi tanpa pamit seperti biasanya.
Neng bangun dan ingin turun dari tempat tidur. Melihat sofa tidak ada yang duduk disana, dan mendengarkan suara gemercik air di kamar mandi juga tidak ada. Neng merasa lega dan menghembuskan nafas panjang.
"Neng, aku mau opor ayam seperti kemarin, tidak usah masak cah kangkung, cukup nasi, opor ayam, sambal dan kerupuk!" kata Al datang dari kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggangnya.
Neng tersentak kaget ternyata Si Pohon Pisang belum pulang gunamnya dalam hati. "Apakah Anda mau menunggu Tuan, aku akan masak terlebih dahulu?"
"Apakah opor ayam kemarin kamu yang masak?"
"Ya Tuan, aku yang masak."
"Baiklah, aku akan tunggu, tetapi ingat kamu tidak perlu berbincang yang tidak perlu dengan mereka jika tidak perlu, kamu mengerti!"
Neng hanya mengangguk, sambil bergumam dalam hati. "Baru kali ini aku bicara dengan pohon pisang lebih dari lima menit."
Sampai di dapur Neng melihat Bibi Minah mondar-mandir seperti setrikaan. Karena mengingat Neng belum makan dari kemarin siang sampai sekarang sudah siang lagi belum juga keluar kamar. Sedangkan Bibi Minah tidak berani mengetok pintu jika tuannya berada di kamarnya.
"Bibi, ada apa, mengapa mondar-mandir seperti setrikaan?" tanya Neng khawatir.
"Nona, mengapa baru keluar, apakah kamu tidak lapar, ya Allah mengapa siku kamu memar begini?" tanya Bibi Minah khawatir memeriksa keadaan Neng.
"Aku tidak lapar Bi, jangan khawatir ini hanya terbentur kaca meja, Tuan Al minta opor ayam seperti kemarin, aku mau masak dulu."
"Baiklah Nona, ayo aku bantu."
Tidak sampai satu jam pesanan opor ayam yang di minta Al sudah matang. Dengan nampan Neng membawa menu makan permintaan suami sirinya dengan hati-hati.
Mata Al tampak berbinar melihat satu mangkuk opor ayam dan satu piring nasi yang berada di hadapannya. Al langsung melahapnya tanpa mengucapkan sepatah katapun bahkan menawarkan untuk mengajak makan bersamapun tidak. Neng hanya berdiri sambil menelan ludahnya saja.
Tidak sampai setengah jam makanan Al habis tidak tersisa. Dia hanya mendorong piring dan mangkuk dari meja, dan meraih leptopnya. Mulai berkonsentrasi pada leptopnya, tanpa mengucapkan terima kasih, tanpa memuji rasa masakan Neng.
Bergegas Neng membereskan piring dan mangkok untuk dibawa ke dapur, tetapi saat baru sampai di pintu kamar, Al berbicara dengan suara lantang, "Neng, buatkan aku kopi dengan gula setengah sendok saja, tidak pakai lama!"
"Baik Tuan."
Neng turun tangga dengan cepat untuk membuat kopi, padahal niatnya keluar sekalian ingin makan karena dari kemarin siang belum sempat makan. Neng membuat kopi dengan cepat, tanpa memperdulikan ada Bibi Minah yang mengkhawatirkan Neng karena belum makan sama sekali.
"Nona, makanlah walau cuma sedikit, apakah Nona tidak merasa lapar?"
"Nanti saja Bibi, setelah aku memberikan kopi ini, aku akan makan."
Neng kembali ke kamar dengan membawa kopi panas, tetapi saat baru saja dia sampai di depanya dan ingin meletakkan kopi itu di meja. Al teriak dan membanting leptop yang di pegangnya bahkan tanpa sengaja mengenahi tangan Neng.
"Aaaarrrgggh, breng sek, breng sek!" teriak Al sambil berdiri dan melempar leptop.
"Sssttt, tanganku panas sekali," kata Neng sambil mengibaskan kedua tangannya terkena kopi panas.
Mata Al tampak memerah karena menahan marah. Neng tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang membuat Al sangat marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Padahal dia berusaha secepat mungkin sampai di kamar kembali setelah selesai membuat kopi.
Bahkan belum puas membanting leptop kemudian Al menendang meja mengenahi kaki di bagian tulang kering Neng. "Aaarrrgg, breng sek kamu Sinta!" Kembali Al berteriak.
"Aaagh, ssstt kakiku, ya Allah ya Tuhanku, apa salahnku Tuan?" Neng duduk bersimpuh mengusap tulang keringnya yang memar karena tanpa sengaja lagi Neng terkena pinggiran kaca meja.
Bahkan cangkir kopi yang sudah kosong juga ikut jadi sasaran kemarahan Al di lempar sampai pojok kamar dan pecah berkeping-keping. Neng hanya bisa bergeser sambil mengusap tulang keringnya menggunakan tangan kanannya. Karena tangan kirinya sudah mulai melepuh dari pergelangan tangan sampai sela jarinya.
Al kembali mencari sasaran untuk melampiaskan kemarahannya yang sangat memuncah. Dia akhirnya meninju kaca meja rias padahal Neng duduk bersimpuh di bawahnya.
"Aaarrrggh, Cring, traang!"
"Aaaah ... Tuan, ampun, apa salahku Tuan, ampunkan aku, hiks hiks hiks!" pecahan kaca dan darah segar dari tangan Al bercampur mengenahi tubuh Neng, Neng hanya bisa melindungi diri dengan kedua tangannya, sehingga ada noda darah dan pecahan kaca yang menancap di lengan dan pundaknya.
Al baru tersadar ada Neng di bawah meja rias dengan menunduk dan menangis dan terus berucap, Ampun Tuan, apa salahku Tuan sambil menenggelamkan wajahnya diantara dua lututnya. Takut melukai Neng lebih parah lagi, Al berteriak memanggil Bibi Minah dan sekuriti. "Bibi Minah, Jun, Tono cepat kemari!"
Karena suara Al yang menggelegar tidak bisa di bedakan antara marah dan khawatir. Neng semakin ketakutan dan badannya menjadi dingin dan menggigil ketakutan.
"Ampun Tuan, apa salahku Tuan, ampun Tuan, apa salahku Tuan!" kembali Neng menangis dan ketakutan.
"Bib Minah cepatlah kesini!"
Al semakin berteriak sekuat tenaga. Saat Al mendekati ingin membantu Neng tetapi dia bergeser menjauhi Al bahkan Neng tidak memperdulikan dia menduduki pecahan kaca.
"Neng, Neng....!" paggil Al dengan nada suara yang rendah, tetapi Neng langsung terkulai lemas pingsan menahan rasa takut dan sakit secara bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
Wirda Wati
suami gila...harus cerdas neng...
ajak bicara..
2023-12-03
1
fifid dwi ariani
trus berusaha
2022-11-16
1
RATNA RACHMAN
😭😭😭😭 author kapan si neng bahagia
2022-10-23
2