Pukul sepuluh pagi Neng belum juga terjaga dari tidurnya. Rasa lelah lahir dan batin membuatnya seperti tidak ingin lagi terbangun. Dia langsung tersentak kaget dan terbangun setelah ada suara ketukan pintu.
"Tok ... tok ... tok!"
"Nona, bangunlah ini sudah jam sepuluh!" kata Bibi Minah dengan duduk bersimpuh di samping tempat tidur, seolah dia memahami betul apa yang dialami oleh Neng.
"Ini jam berapa Bibi?" tanya Neng dengan suara serak.
"Jam sepuluh Nona, ya Allah mengapa mata Nona sampai bengkak begini?"
"Dimana laki-laki itu Bibi?"
"Tuan Al sudah berangkat kerja pukul tujuh pagi tadi, Nona jangan takut dan khawatir."
"Bibi, bolehkah aku memelukmu?"
"Tentu Nona, kemarilah!"
Neng memeluk Bibi Minah dengan erat, walau hanya selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Neng tidak merasa ragu untuk memeluknya, dia sangat merindukan pelukan ibu yang telah lama pergi untuk selamanya. Setelah merasakan pelukan tulus dari Bibi Minah tangisan Neng pecah dan tidak bisa di tahan lagi.
"Bersabarlah Nona, saya bisa merasakan penderitaan yang Nona rasakan."
"Aku mau mati saja Bibi, aku mau menyusul ibuku."
"Jangan begitu Nona bersabarlah, Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan kaum Nya."
"Panggil aku Neng saja Bibi," kata Neng dengan suara serak dan masih terisak.
"Baiklah, jika tidak ada Tuan Al, aku akan memanggilmu Neng, aku akan menganggap kamu seperti putriku sendiri, sekarang ayo mandi dulu, setelah itu kita bisa bercerita lagi, mengerti!"
"Iya Bibi, terima kasih."
Dengan melilitkan selimut tebal di tubuhnya, Neng berjalan ke kamar mandi dipapah oleh Bibi Minah. Dituntun untuk masuk di buthup yang sudah diisi dengan air hangat dan sabun aroma terapi.
"Berendamlah setengah jam kemudian baru di bilas di shower itu ya Neng, aku akan siapkan baju ganti!"
Neng hanya menganggukkan kepalanya, memejamkan matanya berbaring di buthup. Dia baru pertama kali mandi seperti ini, merasakan seperti orang kaya. Dalam kegundahannya dia bisa menyunggingkan senyuman kecut.
Neng terasa badannya segar setelah berendam dan membilas tubuhnya dengan air hangat. Dia memperhatikan tubuh polosnya yang terdapat tanda kiss mark hampir di seluruh dada dan lehernya. Kembali terisak saat mengingat kejadian malam pertama.
Dunia seakan runtuh, masa depan yang suram sudah terbayang di pelupuk mata. Paling tidak selama lima bulan ke depan akan Neng rasakan seperti di dunia lain. Terjebak di sebuah villa mewah dengan laki-laki yang sudah mengambil kesuciannya secara paksa.
Keluar dari kamar mandi mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya dengan gontai. Sudah di tunggu oleh Bibi Minah dan menunggu mempersiapkan baju ganti untuknya.
"Ini pakailah bajunya, jika tidak suka dengan modelnya, Neng bisa tukar di lemari itu!"
"Terima kasih Bibi, ini saja sudah terlalu bagus, siapa yang menyiapkan baju ini, Bibi?"
"Aku tidak tahu Neng, ini sudah ada saat aku mulai bekerja disini."
Neng mengerutkan keningnya, sambil memakai bajunya dia ingin mengetahui latar belakang dan kehidupan laki-laki yang sudah menikah siri dengannya. "Coba Bibi ceritakan tentang dia dan kapan Bibi mulai bekerja disini!"
"Baiklah, duduk dan sarapan sambil aku ceritakan semua!"
Sambil sarapan pagi, Neng mendengar cerita Bibi Minah yaitu dia dan suaminya bekerja di villa sudah sepuluh tahun yang lalu. Suaminya bekerja sebagai tukang kebun, tetapi tiga bulan yang lalu villa berpindah kepemilikan dari pemilik yang lama menjadi milik Tuan Alfarizi Zulkarnain. Dia datang selalu sendiri sejak tiga bulan yang lalu, membawa barang barang keperluannya sendiri, mencari pegawai sekuriti, datang satu Minggu dua kali ke villa.
Terkadang datang dengan wajah yang menahan emosi dan amarah. Masuk kamar dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar, tetapi saat pagi hari wajahnya tenang kembali dan Bibi Minah dan suaminya PamanTono yang akan merapikan kamarnya seperti semula kembali.
Tuan Al tidak pernah membawa seorangpun selama dia menjadi pemilik villa. Orangnya sangat tertutup dan jarang bicara jika tidak perlu, tetapi saat dia marah semua akan menjadi sasaran amarahannya. Dia seperti sedang lari dari suatu masalah yang sangat besar.
Jika saat di villa dia sering duduk melamun sambil bersandar di sofa memandangi langit langit rumah berjam-jam lamanya, tanpa makan seharian. Hanya akan minum minuman keras, dan tertidur pulas di sofa sampai pagi. Seluruh karyawan yang ada di villa tidak ada yang berani membantah dengan ucapan dan perintah Tuan Al, tetapi saat waktunya gajian tanggal satu dia akan selalu tepat waktu memberikan hak mereka bahkan terlihat ramah dan sangat bersahaja. Cerita Bibi Minah berakhir bersamaan menu makanan yang di piring Neng tandas tanpa sisa.
"Apakah Bibi tahu dia tinggal dimana?"
"Tidak Neng, aku ini orang bodo, tidak bisa mencari informasi di handphone, kamu bisa cari sendiri menggunakan handphone kamu!"
"Handphone aku hanya bisa telpon dan SMS, model senter dan jadul seperti punya Bibi."
"Atau aku tanyakan kepada sekuriti, Neng?"
"Tidak usah Bibi, aku tidak tertarik untuk mengetahuinya."
"Iya sudah, istirahatlah, aku akan melanjutkan pekerjaanku."
Neng mengambil tas slempang miliknya yang tergeletak di lantai samping lemari pakaian, karena tadi membahas soal handphone dengan Bibi Minah jadi teringat bahwa Handphone miliknya di program silent. Ternyata banyak sekali yang menghubunginya dari kemarin, dari Ayah Asep, teman-teman sekolahnya terutama sahabat karibnya yang berbama Lilis Daryani, bahkan Lilis mengirimi puluhan SMS. Neng tidak berniat untuk menghubungi siapapun bahkan Ayah Asep sekalipun, tidak juga berniat membalas SMS, walaupun kemarin sudah membuat rencana bersama Lilis akan merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sambil kuliah, tetapi pupus sudah harapannya.
Neng mengeluarkan kartu dari handphone nya, bertekat mulai sekarang akan memutus kontak dengan siapapun, bahkan dengan ayah kandungnya sekalipun, memutus hubungan dengan dunia luar. Sekarang Neng mulai bertekad menjalani hidupnya lima bulan ke depan di villa tanpa mengeluh. Dia bertekad akan berbakti dan melakukan janji yang di ucapkan kepada ayahnya bahwa akan melaksanakan apapun yang di minta dan di perintahkan Ayah Asep, apalagi secara tidak langsung Ayah Asep telah menjual dirinya kepada Tuan Alfarizi Zulkarnain seharga 2 M tanpa bertanya terlebih dahulu.
Handphone di masukkan kembali di tas, memeriksa dompet di dalamnya hanya ada KTP dan uang satu lembar lima puluh ribu rupiah dan perhiasan emas yang di pakai untuk mas kawin. Neng juga tidak mernah melihat seperti apa uang sebanyak 2 M itu, karena sejak kecil Neng tidak pernah merasakan namaya hidup mewah. Tabungan di bank dia juga tidak memilikinya, apalagi ATM sama sekali asing bagi Neng.
Selama dua hari Neng hampir tidak pernah keluar kamar dan merasa tenang. bahkan makanpun jika tidak diantar oleh Bibi Mibah dia memilih tidak makan. Sampai malam itu dia mendengar keributan di lantai bawah.
"Istriku, dimana kamu haa, apakah kamu masih marah padaku, kemarilah aku sangat merindukan kamu?" rancu Tuan Al berjalan gontai dan naik tangga menuju kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagia
2022-11-16
0
RATNA RACHMAN
suami yg mengerikan..😭😭😭
2022-10-23
1
Tuti Alawiyah
ngulang Mulu benerin apa
2022-09-27
0