Al diangkat oleh tiga sekuriti dan di baringkan di tempat tidur. Bergegas Neng mengganti bajunya yang basah dengan baju tidur, tetapi Neng memakaikan celana pendek karena akan lebih mudah untuk memasukkan karena Al masih dalam keadaan pingsan.
"Aa Jun, apakah bisa minta tolong?" tanya Neng sambil menggosok telapak tangan Al agar hangat.
"Tentu Nona, apa yang bisa saya lakukan?"
"Tolong panggilkan dokter untuk Tuan Al!"
Junaidi tertegun mengingat dokter yang paling dekat dengan villa tidak ada, tetapi harus menempuh perjalanan sekitar satu jam mungkin baru sampai kemungkinan sekitar 2-3 jam baru sampai kembali ke villa.
"Tentu Nona, aku akan segera menjemput dokter."
Sudah hampir tengah malam Al terbaring di tempat tidur belum sadarkan diri, tubuhnya basah tetapi dahi dan tangannya terasa panas. Bibi Minah sangat kebingungan. Mempersiapkan alat untuk mengompres tuannya sampai salah mengambil ember yang biasanya untuk mengepel.
Saat di ceritakan kepada Neng tadi, justru Neng tersenyum kecut. Dia hanya membayangkan hal yang di luar logikanya karena masih kesal dan marah kepada suami sirinya itu.
"Seharusnya Bibi benar pakai itu aja untuk mengompres pohon pisang ini!" jawab Neng dengan ketus tetapi tangannya mengompres dengan telaten di dahi Al.
"Jangan begitu Nona, kasihan Tuan," jawab Bibi Minah ikut tersenyum kecut.
"Apakah rumah dokter sangat jauh Bibi, mengapa sudah satu jam belum juga datang Aa Jun dan dokternya, dan ini juga mengapa dia tidak cepat sadar juga sih?" Neng semakin kesal.
"Dokter sangat jauh dari sini Nona, rumahnya dekat klinik, bersabarlah!"
"Baiklah kita tunggu saja, Bibi beristirahat saja sambil menunggu Aa Jun dan dokter datang!"
"Ya Nona, aku tunggu di lantai bawah saja, jika perlu sesuatu panggil dan teriak saja ya!"
"Ya Bibi terima kasih."
Setelah seperempat jam berlalu Al mulai menggerakkan tangannya dan mulai membuka matanya. Saat melihat ada Neng di sampingnya dia berusaha bangun dari tempat tidur tetapi ditahan oleh Neng.
"Jangan bangun dulu Tuan, badan anda panas, tunggu sampai dokter datang!" kata Neng sambil menahan handuk kecil yang berada di dahinya.
"Apa yang terjadi, mengapa kepalaku pusing sekali?" tanya Al sambil memegangi kepalanya.
"Anda pingsan di kamar mandi Tuan, bersabarlah Aa eee sekuriti sedang memanggil dokter."
Al hanya terdiam dan mata berkaca-kaca, kepala terasa mau pecah sambil memandang Neng yang mengompres dahinya dengan telaten. Dia hanya menggunakan tangan kanannya saja, sedangkan tangan kirinya di ketakkan di belakang badannya. Datang Aa Jun dan dokter yang sudah cukup umur masuk ke kamar dengan tergesa-gesa dan di ikuti oleh Bibi Minah dari belakang.
"Selamat malam, maaf saya dokter Jo akan memeriksa pasien terlebih dahulu ya!"
"Silahkan Dok!" kata Neng mundur dari tempat tidur sedangkan Bibi Minah dan Aa Jun keluar kamar dan menunggu di luar.
Dokter laki-laki paruh baya itu meneriksa Al dengan teliti, tensi darah, suhu tubuh, mata, lidah, detak jantung dan memeriksa darah menggunakan alat multi check untuk mengetahui asam urat, gula darah dan kolesterol.
"Bagaimana Dok, apakah dia baik-baik saja?" tanya Neng khawatir karena melihat dokter itu memeriksa Al sambil mengerutkan keningnya berkali-kali.
"Anda siapanya pasien?"
"Saya istrinya Dok."
"Baiklah, sebaiknya Suami Anda di infus, Beliau tensinya sangat tinggi dan kolesterol juga tinggi, takut terjadi stroke ringan jika tidak cepat di tangani."
"Apakah bisa di infus di rumah saja Dok, Anda saja yang merawat Suami saya!"
"Tentu bisa Nona, tetapi Anda harus membayar lebih untuk ini!"
"Tidak masalah Dok, saya akan bayar di muka, berapa yang harus saya siapkan?"
"Untuk tiga hari ke depan cukup 10 juta Nona, itu sudah termasuk jasa suster yang akan mengontrol Suami Anda sehari tiga kali, dan saya akan visit sehari dua kali."
"Baik Dok, tunggu sebentar saya ambilkan uangnya."
Neng membuka lemari dan mengambil uang yang di tumpuk di bawah baju lingerie dengan cepat. Sedangkan Al hanya memejamkan matanya tidak melihat Neng mengambil uang, ada rasa malu dan tidak enak hati karena selalu menyakitinya tetapi saat dia sakit. Neng tidak berpikir dua kali untuk menggunakan uangnya sendiri untuk berobat.
"Ini Dok uang 10 juta, saya boleh minta kartu nama Anda?"
"Ok, ini kartu nama saya, tunggu sebentar saya buatkan kuitansi."
Setelah Dokter Jo membuat kuitansi, dia menghubungi suster yang biasa membantunya, Hanya dalam waktu setengah jam suster itu datang dengan membawa peralatan lengkap. Al hanya diam saja saat di infus, tanpa membantah sedikitpun, badannya terasa lemah kepalanya pusing tidak mampu untuk memerintah atau berteriak seperti biasanya.
Semua istirahat dengan tenang saat waktu menunjukan pukul tiga pagi termasuk Al. Hanya Neng yang masih terjaga karena masih mengompres dahinya karena panasnya tak kunjung turun. Sambil termenung memandangi wajah tegas dan garang suaminya yang sekarang terlihat sayu dan pucat, tidak ada tatapan wajah yang terlihat dominan dan arogan, yang ada hanya wajah yang terlihat damai dalam tidurnya yang lelap.
Malam semakin sepi, udara terasa dingin, tetapi Neng tetap merawat dia dengan tulus, walaupun Neng di perlakukan dengan kasar tetapi dia tetap tulus dan tanpa lelah merawat suaminya. Neng hanya duduk di kursi samping tempat tidur dekat kepala Al tangan kanannya memegangi kompres di atas dahi. Kepalanya di letakkan di pinggir tempat tidur saat mata sudah tidak bisa diajak kompromi karena kantuk yang amat sangat.
Waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa pukul lima pagi. Posisi Neng masih seperti semula saat Al mulai membuka matanya dan merasakan ada tangan yang menempel di dahinya. Tangan kirinya yang luka di letakkan di depan wajahnya yang terpejam.
Al memindahkan tangan Neng perlahan di ketakkan di samping tangan kirinya, tetapi setelah mata Al melihat tangan kiri Neng yang tanpa perban dan terkelupas. Hatinya terasa nyeri antara sadar atau tidak perasaan bersalah muncul di hatinya.
Saat Al mengelus tangan Neng dengan lembut. Neng tersentak kaget karena masih ada rasa perih jika luka itu tersentuh. Dengan cepat Neng menarik tangannya dan mendongakkan wajahnya menatap Al yang tidur miring sambil menegang tangan kanannya.
"Anda sudah bangun Tuan, maaf saya ketiduran, apa yang perlu saya lakukan untuk Anda?"
"Saya mau ke kamar mandi."
"Anda belum boleh turun dari tempat tidur Tuan, sebentar saya ambilkan pispot."
"Mana bisa aku buang air kecil di pispot itu, aku tidak mau!"
"Aku akan membantu Anda Tuan, jangan khawatir."
Neng mengambil pispot dan gayung berisi air, menurunkan celana pendek milik Al tanpa membuka selimutnya. Al hanya bisa pasrah karena badannya tidak mampu untuk memprotes sedikitpun perintah Neng.
Setelah Neng memposisikan pispot pada tempatnya, sampai beberapa saat tetapi Al tidak bisa juga mengeluarkan hajatnya. "Neng, mengapa tidak bisa keluar juga?"
"Tunggu sebentar Tuan, setelah di pancing mungkin akan segera keluar."
"Di pancing, apakah senjataku akan di pancing dengan pancingan yang tajam itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
Wirda Wati
pohon pisang takut juga 😂😂😂😂
2023-12-03
1
Shautul Islah
di pancing cek ga blakrak,
2023-04-06
1
fifid dwi ariani
trus bersyukur
2022-11-16
1