Saat ini Neng sedang melamun di kamarnya. Dia memikirkan uang yang ada di dalam tas rangsel yang baru saja di terima dari Aa Jun, karena jumlahnya yang sangat fantastis, 190 juta cesh. Uang Neng hanya 19 juta tetapi di ganti sepuluh kali lipat oleh Al.
Yang membuat Neng melamun adalah mengapa dia memberikan uang sebanyak itu secara cesh. Padahal biasanya setiap Minggu dia selalu memberikan cek sebesar 10 juta. Bahkan pikiranya melayang dan membayangkan hal negatif.
Di lemparnya tas rangsel itu di bawah lemari baju lingerie seperti biasanya. Hatinya gundah gulana, memikirkan uang itu. Saat ini dia masih bingung apa yang harus di lakukannya, tidak ada bayangan apa yang harus di lakukan.
"Tok ... tok ... tok!"
Ketukan pintu dari luar membuat Neng tersadar dari lamunannya dan dengan spontan berdiri membukakan pintu. Berharap suami sirinya datang mengatakan dan menjelaskan mengapa memberikan uang sebanyak itu dalam bentuk cesh.
Tetapi yang di harapkan meleset ternyata yang datang Bibi Minah dengan tergopoh-gopoh dengan wajah yang cemas.
"Ada apa Bibi?"
"Itu Nona, ada seorang laki-laki yang ingin bertemu dengan Nona, bernama Pak Asep, sudah di larang tetapi malah berteriak-teriak memanggil nama Nona!"
"Biarkan saja Bi, dia ayahku, aku tidak mau bertemu dengan dia, ayo turun aku akan mengintip saja dari dalam, bilang sekuriti Tuan Al melarang aku bertemu dengan dia."
"Baiklah Nona, ayo!"
Neng mengintip melalui jendela, melihat Ayah Asep yang sedang berdiri di balik gerbang sambil membawa plastik kresek hitam dan di jaga oleh dua orang sekuriti dari dalam.
"Pak, tolonglah aku ingin bertemu putriku, aku akan memberikan ini kepadanya."
"Maaf Pak, Tuan kami melarang tamu datang ke villa, sebaiknya Bapak titip kepada kami saja," jawab salah satu sekuruti.
"Aku sangat merindukan Neng, Pak; izinkan aku bertemu sebentar saja."
"Maaf Pak, silahkan Anda pulang saja!"
Ayah Asep tampak kesal. Sudah tiga bulan lebih bahkan sudah hampir empat bulan tidak bertemu dengan Neng. Saat ingin berkunjung di tolak dan tidak di izinkan untuk bertemu, akhirnya berniat memanggil putrinya dengan cara berteriak.
"Neng, keluarlah ini Ayah, Neeeeng!" teriak Ayah Asep dengan nekat.
"Eee Pak, jangan nekat pulanglah!"
Neng hanya mengintip dari jendela kembali padahal awalnya dia duduk di sofa ruang tamu diikuti Bibi Minah. Aa Jun berlari masuk rumah karena mendengar teriakan Ayah Asep berniat ingin memberitahukan kepada Neng tentang ayahnya yang nekat.
"Neeeeng, lihatlah Ayah membawa seblak dan peuyem kesukaan kamu, keluarlah!" Ayah Asep kembali berteriak dari balik gerbang.
"Aa, mengapa tidak di usir saja Ayah Asep?" tanya Neng mengagetkan Aa Jun yang baru masuk rumah.
"Nona, membuat aku kaget saja, apakah Nona tidak ingin menemui Ayah Anda?"
"Tidak Aa, aku di larang oleh Tuan Al bertemu Ayahku, aku juga tidak berniat untuk bertemu dengan beliau, suruh pulang saja!"
Tetapi kembali Ayah Asep berteriak dengan keras. "Neng, Minggu besok Ayah akan menikah, apakah kamu tidak ingin menghadiri pernikahan Ayah?"
Neng berbalik badan dan kembali duduk di sofa. Kakinya terasa lemas karena mendengar teriakan Ayah Asep, karena Ayah Asep mau menikah inilah alasan Neng harus melakukan nikah siri dengan Tuan Al.
Neng menunduk di tekuk kakinya diatas sofa. Menenggelamkan wajahnya di sela lututnya dan menangis tergugu. Rasa sakit dan nyeri di hati langsung di rasakan Neng mendengar teriakan Ayah Asep, hanya demi kebahagiaannya sendiri dia rela mengorbankan putrinya sendiri.
"Neng, ayolah temui Ayah sebentar saja, bukankah dulu kamu berjanji akan selalu menuruti perintah Ayah!" Kembali Ayah Asep berteriak tanpa memperdulikan sekuriti yang berada di depannya sudah melarangnya berkali-kali.
Neng semakin tergugu dan terisak hanya bergumam di dalam hati, "Ayah memang egois tidak mempertimbangkan bagaimana perasaan aku, Ayah bahagia diatas penderitaanku, sekarang Ayah tidak berhak atas baktiku padamu."
"Nona, aku saja yang menemui Ayah Anda, jangan khawatir, laki-laki tidak punya hati, mengapa dia tidak merasa bersalah apa yang terjadi pada putrinya?" kata Bibi Minah mulai kesal karena Ayah Asep yang terus saja berteriak.
Bibi Minah berjalan kearah gerbang dengan mengambil sapu ijuk yang berada di samping pohon yang ada di depan rumah. Aa Jun mengikuti langkah panjang Bibi Minah sambil tersenyum devill.
"Bukankah sudah di bilang di larang bertamu, apakah Anda tidak memahami bahasa manusia?" kata Bibi Minah memukul gerbang dengan kencang.
"Maaf Bu, aku hanya ingin melihat dan bertemu dengan putriku sebentar," jawab Ayah Asep tidak mau kalah.
"Bawa sini barang yang ingin di berikan kepada Nona, gara-gara Anda, Nona sengsara, dasar ayah tidak punya hati, pergi dari sini!" Kembali Bibi Minah menarik plastik kresek hitam dan mengusir Ayah Asep agar segera meninggalkan villa.
"Bu, dimana putriku?" tanya Ayah Asep kembali tanpa merasa bersalah.
"Eee, masih bertanya lagi, Anda tidak akan bertemu Nona, selama dia masih menjalankan perjanjian dengan Tuan kami, sekarang pergilah!"
Ayah Asep hanya mengambil napas panjang. Hampir berdiri selama satu jam, niatnya ingin berbagi kebahagiaan dengan putrinya pupus sudah. Dulu saat menyerahkan Neng kepada Tuan Al tidak menyangka jika tidak bisa bertemu dengannya, tidak ada perjanjian tentang hal itu.
Dengan gontai Ayah Asep meninggalkan villa, tetapi baru beberapa langkah berjalan dia menghentikan langkahnya dan berteriak lagi, "Neng, Ayah pulang dulu sampai bertemu satu bulan lagi, Ayah akan menunggumu pulang!"
"Jangan mulai lagi, pergilah, sekarang Anda tidak berhak dengan putri Anda, coba saja kembali kesini aku pukul pakai sapu ini!" ancam Bibi Minah dan diikuti gelak tawa sekuriti karena sikap absurt Bibi Minah.
Tanpa meminta maaf, tanpa merasa bersalah Ayah Asep meninggalkan villa dengan rasa kecewa. Tidak bisa bertemu dengan putrinya padahal bayangannya bisa melihat senyum tulus putrinya yang dulu selalu menghiasi wajahnya yang ceria.
Bibi Minah masuk rumah, tetapi melempar sapu ijuk terlebih dahulu sebelum masuk rumah. Mendekati Neng yang masih tergugu di sofa ruang tamu.
"Nona, ini titipan Ayah Anda."
"Buat Bibi dan yang lain saja, aku tidak mau Bibi."
Neng berlari naik tangga masuk kamar dan menangis serta berteriak sekencang kencangnya, "Ibu tolong jemput aku, Ibu aku ingin bersamamu saja, Ayah tidak sayang kepadaku lagi, hiks hiks hiks!"
Neng jadi teringat Ibu. Waktu Ibu masih ada beliau selalu menasehati agar tidak ikut arus lingkungan yang sebagian gadis desanya harus rela menjual diri atau menikah siri untuk mendapatkan harta yang melimpah. Harus mengejar cita-cita dan menjadi orang besar, tetapi Neng sekarang terjebak di villa ini.
Sampai menjelang malam Neng masih menangis tergugu. Badannya panas tinggi dan menggigil keluar keringat dingin. Bahkan selimutnya ikut bergetar saat Neng menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal.
"Nona, mengapa badanmu panas sekali?" kata Bibi Minah saat membawakan makan malam untuk Neng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2022-11-16
1
RATNA RACHMAN
author sedih banget
2022-10-23
1
Olla Tulandi Jom
neng hamil,, semiga dengan uang yg terkumpul neng dapat melanjutkan kuliah sebagai designer
2022-09-17
1