Apa Salahku Tuan?
Bagi sebagian pelajar hari ini adalah hari yang bersejarah karena lulusan SMK sangatlah membahagiakan. Membuat tanda tangan di seragam putihnya, berfoto dengan teman satu kelas dengan riang. Apalagi bagi Ningtiyas Paramitha yang tinggal berdua dengan ayahnya, hari ini adalah hari yang sangatlah spesial, bisa berjuang sampai lulus SMK Tata Busana.
"Terima kasih Ayah, aku sangat bahagia walaupun penuh perjuangan, aku akhirnya lulus juga," kata Neng sambil mencium punggung tangan Ayah Acep.
"Sama-sama Neng, apakah kamu bisa melakukan sesuatu untuk Ayah sebagai tanda terima kasih?"
"Tentu Ayah, aku rela melakukan apapun demi Ayah, karena aku sangat menyayangi Ayah."
Ayah Acep tersenyum dengan penuh arti, ada niatan darinya yang belum di beritahukan kepada putrinya setelah sampai rumah nanti. "Kamu harus berjanji ya Neng, harus nurut Ayah dan tidak boleh membantah!"
"Iya Yah, aku akan selalu nurut kata Ayah."
"Baikkah, ayo kita pulang, semua sudah aku persiapkan di rumah, mereka sudah menunggu kita!"
Ayah Acep langsung mengajak putrinya pulang dengan menggunakan motor metik dengan kecepatan sedang. Melewati daerah yang sangat sejuk dan indah pemandangannya. Disana terkenal dengan daerah wisata alam yang eksotik dan menawan.
Setelah mereka sampai di rumah Ningtiyas Paramitha yang baru berumur delapan belas tahun. Sambil membawa piagam prestasi juara tiga nilai ijasahnya dia harus langsung duduk di depan penghulu. Harus rela di nikahkan siri dengan paksa oleh ayahnya.
"Apa ini Ayah?"
"Duduklah, kamu sudah berjanji akan menuruti Ayah, bukan?"
"Tetapi tidak seperti ini, Ayah, mengapa ...?" Neng tidak sempat melanjutkan ucapannya tetapi tatapan mata Ayah Acep sudah menghunus tajam kearah Neng yang berkaca kaca ingin menangis.
"Kamu harus ikut dan nurut kata Ayah, duduk dan jangan banyak membantah dan banyak bertanya, mengerti?"
Bahkan Neng masih memakai pakaian kelulusan yaitu baju toga lengkap dengan topinya. Dia harus duduk di samping laki-laki yang lebih tua dua belas tahun darinya. "Apakah sudah bisa kita mulai, Pak Acep?" tanya Pak Penghulu.
"Tentu Pak, silahkan di mulai!" jawab Ayah Acep cepat.
Pak Penghulu mengulurkan tangannya bersalaman dan memulai menikahkan Neng dengan seorang laki-laki yang tidak di kenalnya. Sedangkan laki-laki itu hanya menatap tajam kepada Neng dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
"Alfarizi Zulkarnain, aku nikah dan kawinkan engkau dengan Ningtiyas Paramitha binti Asep Darsono dengan mas kawin sepuluh gram emas dibayar tunai."
"Aku terima nikah dan kawinnya Ningtiyas Paramitha binti Acep Darsono dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi, saaah?" tanya Pak Penghulu.
"Saaah," jawab para saksi teman Ayah Asep.
"Alhamdulillah."
Neng langsung menangis tersedu-sedu. Dia harus kalah dengan tradisi sebagian kecil dari adat dan kebiasaan masyarakat yang berada di daerah salah satu sudut kota yang berada di Jawa Barat. Seorang ayah rela anakknya dijadikan dagangan demi menyambung hidup keluarga.
Neng adalah anak satu satunya dari Ayah Asep, sedangkan ibunya sudah meninggal dunia mengalami kecelakaan lalu lintas saat Neng duduk di kelas 8 SMP. Hanya karena Ayah Asep yang ingin menikah lagi dengan seorang janda dari kota Bandung. Ayah asep rela menikahkan siri putrinya dengan seorang laki-laki yang sudah memiliki istri.
Padahal saat Ibu masih hidup beliau sering berpesan kepada Ayah Asep. Neng harus mengejar cita-citanya menjadi seorang desainer. Jangan ikuti jalan yang salah, jangan biarkan Neng dijadikan pemuas nafsu hidung belang yang sering berwisata di daerah itu.
Pernikahan siri sangat lazim disana, bahkan isyunya bisa tawar menawar seperti membeli krupuk. Walaupun sudah diawasi oleh pemerintah dan pihak yang berwajib. Masih saja ada celah bagi mereka yang mencari kesempatan.
Pesan hanya tinggal pesan sekarang Ayah Asep langsung tergiur saat ada seorang laki-laki yang rela membayar keperawanan Neng dengan uang 2 M, bahkan Ayah Asep tidak melihat penderitaan putrinya. Neng gadis yang lugu dan sederhana, tertutup dan tidak banyak teman. Selalu belajar dengan tekun karena niatnya ingin mewujudkan harapan almarhum ibunya, tetapi mulai saat ini pupus sudah harapannya.
Alfarizi Zulkarnain adalah laki-laki keturunan Betawi-Arab yang rela mengeluarkan uang 2 M untuk membeli keperawanan Neng dan menikah siri selama lima bulan kedepan. Disinilah Neng saat ini, kamar sebuah villa mewah milik Tuan Al, kamar yang berwarna putih tulang dan terlihat mewah dan elegan. Neng sedang menangis dan duduk di lantai samping tempat tidur berukuran big size dengan mengenakan baju lingerie yang harus di pakainya.
"Permisi Nona, ini baju yang harus anda pakai malam ini, Tuan Al yang menerintahkannya!" kata Bibi Minah yang menjaga villa.
"Terima kasih Bibi," jawab Neng kembali masuk kamar dan langsung menutup pintu.
Pukul sepuluh malam pintu terbuka dengan suara keras. Neng tersentak kaget ada laki-laki setengah mabuk dengan berjalan gontai mencari keberadaan dirinya yang sedang duduk menenggelamkan kepalanya diantara dua lututnya.
"Berdiri kamu, jangan berpura-pura menangis!" Rancunya dengan menarik tangannya.
Setelah Neng berdiri dengan baju lingerie yang transparan dan seksi mata laki-laki itu langsung menatap tajam sampai di balik bajunya, "Maaf sa...saya!" kata Neng terbata-bata.
"Panggil aku Tuan Al, ingat itu Tuan Al!" kata Alfarizi dengan menggoyangkan telunjuk jarinya dan jalan yang masih sempoyongan.
Neng hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju, tanpa mengatakan sepatah katapun, dia masih bingung apa yang harus di lakukannya. Al menarik tangan Neng dan mendorongnya sampai mepet tempat tidur. Walaupun Neng menangis dan bergetar karena ketakutan tetapi suami sirinya tidak menyadarinya, pengaruh alkohol sangat terlihat di setiap tindakan Al.
"Mulai saat ini sampai selamanya kamu adalah mikikku, tak seorangpun laki-laki boleh menyentuh dirimu, ingat itu!" Kembali Al merancu tidak jelas sambil mendorong Neng ke tempat tidur.
Neng hanya melamun, tidak menyangka akan menikah secepat ini. Tidak mengenal sama sekali suami sirinya, dari sifat, kepribadian, pekerjaan, keluarga. Bahkan alamat dan tinggal dimana dia juga tidak mengetahuinya.
"Apakah kamu tidak ingin berbakti dengan suamimu ha, mengapa kamu tidak membalas ku?" Kembali Al merancu karena pengaruh alkohol, sedangkan Neng hanya diam tidak tahu harus berbuat apa.
Bagi Neng baru kali ini di sentuh dan berdekatan dengan seorang laki-laki, karena selama sekolah Neng belum pernah pacaran. Disamping karena di larang oleh Ayah Asep Neng tidak ingin berpacaran sebelum menggapai cita citanya. Malam ini antara sadar dan tidak sadar Al berdua di ranjang tempat tidur bersama Neng dia mendekap dan memeluk Neng dengan posesif, seolah akan takut kehilangan orag yang sangat di cintainya.
"Ampun Tuan, apa salahku, ampun Tuan jangan Tuan!" Neng meronta ingin turun dari tempat tidur karena tidak pernah tidur berdua dengan seorang laki-laki.
"Bukankah aku sudah bilang, kamu hanya milikku, tak seorangpun bisa memilikimu, kamu mengerti itu, Sinta!"
"Sinta, siapa Sinta, Tuan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
Wirda Wati
mampir
2023-12-03
1
Wahyu Adara
Ya ampun Ningtiyas senasib dg ku sekarang umur 18 lulusan juga smk tata busana😭
2023-08-30
2
..
sekedar nebak ya, mungkin ini klo gk kota mangga ya kota nanas🙏
2022-11-18
1