"Tunggu sebentar Tuan, setelah di pancing mungkin akan segera keluar."
"Di pancing, apakah senjataku akan di pancing dengan pancingan yang tajam itu?"
Neng hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa. Bergumam sendiri ternyata seorang Al yang arogan dan tidak mengenal belas kasih jika sedang sakit tidak bisa menggunakan logikanya untuk berpikir. Bahkan dia merasa takut dengan ujung pancing yang tajam.
"Seperti ini maksudnya di pancing Tuan." Neng menyiram dengan sedikit air tepat di ujung senjata Al, dan betul saja akhirnya dia bisa merasa lega karena bersamaan air mengalir dari atas dia bisa buang air kecil dengan lancar.
"Sudah Neng, tolong naikkan lagi celanaku!" kata Al dengan perasaan lega.
Neng menaikkan celana tanpa membuka selimutnya, Neng selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk Al tanpa banyak bicara jika tidak perlu. Setelah Dokter Jo dan suster visit memeriksa kesehatan Al, pukul tujuh pagi Neng menyuapi Al bubur dengan telaten. Tetap sambil berbaring dia makan dengan lahap, Neng tetap dalam mode diam seribu bahasa sampai bubur ludes tanpa sisa di mangkuk.
"Ini silahkan minum obat dulu Tuan!"
Sambil sedikit tersenyum Al menerima obat, meminumnya menggunakan air putih yang diminum menggunakan sedotan. Handphone Al mati karena terendam air sejak tadi malam. Sehingga pagi ini setelah sarapan dan minum obat Al memilih untuk beristirahat dengan kembali memejamkan matanya tertidur lelap.
Saat Al sedang tertidur, Neng membersihkan diri di kamar mandi. Sarapanpun di lakukan di kamar sambil memantau jika sewaktu-waktu dia terbangun dan meminta sesuatu. Walaupun panasnya sudah mulai turun tetapi kepalanya masih pusing dan berat karena tadi pagi tensi darahnya masih menunjukkan 180/100.
Sampai dua jam berlalu Neng hanya duduk diam di sofa tanpa melakukan kegiatan apapun, dia hanya tertegun dan melamun. Biasanya Neng selalu menghabiskan waktunya untuk memegang pensil menggambar berbagai model baju tetapi saat ini dia tidak memiliki niat untuk melakukannya.
Sampai Al terbangun dengan suara serak memanggil namanya. "Neng, kamu dimana?"
Neng langsung berlari mendekati Al yang memegangi kepalanya. "Ada apa Tuan?"
"Mengapa kepalaku rasanya mau pecah?"
"Tensi Anda tinggi sekali, Tuan; beristirahatlah jangan memikirkan apapun karena akan berpotensi stroke ringan jika Anda tidak rileks!"
"Dimana handphone ku, Neng?"
"Handphone Anda mati total karena tadi malam terendam air, itu ada di meja rias."
"Apakah Anda membutuhkan handphone baru, silahkan sebut merk dan tipe yang Anda inginkan, saya akan menyuruh sekuriti untuk membelinya?"
Al mengerutkan keningnya, melihat Neng lekat-lekat. Gadis ini selalu mencoba melakukan yang terbaik untuknya walaupun tanpa banyak kata.
"Tidak, aku pinjam hanphone kamu saja sebentar!"
Neng menjadi kelabakan dulu saat awal menjadi istrinya di perintahkan untuk membeli handphone tetapi sampai sekarang Neng tidak berniat membelinya. "Maaf Tuan, saya belum membeli handphone, dan handphone lama saya mati," jawab Neng jujur.
Al semakin heran dengan Neng, wanita jaman sekarang jarang yang bisa hidup tanpa handphone nya, tetapi dia tidak berminat untuk membelinya.
"Bukankah waktu itu aku sudah menyuruhmu untuk membelinya?"
"Maaf Tuan, aku belum membutuhkannya, jadi handphone merk apa yang Anda inginkan?" tanya Neng untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak bertanya lagi tentang dirinya.
"Tidak, nanti saja aku beli sendiri setelah kondisiku pulih."
Selama Al sakit dan di infus Neng jarang tidur di samping Al. Dia sering tidur di sofa, walaupun sering di minta untuk tidur di sebelahnya, Neng bersikeras untuk tidur di sofa.
"Mengapa kamu tidak mau tidur bersamaku disini?"
"Aku takut terkena infus Anda."
"Kamu bisa tidur di sisi sebelah sini pada tangan yang tidak di infus."
"Tidak usah Tuan, aku tidur di sofa saja, agar Anda bisa beristirahat dengan tenang."
Akhirnya Al hanya bisa pasrah. Enggan berdebat dengan Neng, karena kepalanya masih sering pusing. Sedangkan Neng lebih memilih menghindar kontak langsung dengannya, apalagi saat dia sadar tanpa mabuk.
Karena Neng tahu betul, saat dia sedang menjamah tubuhnya. Yang ada di pikirannya adalah wanita yang sering di panggil Sinta. Neng hanya sebagai pelampiasan amarah dan hasratnya saja.
Pada hari ketiga Al di infus. Dia mulai stabil tetapi tensi masih 160/100 sehingga Dokter Jo menyarankan untuk melanjutkan perawatan sampai tensinya stabil dan normal.
"Apakah aku boleh turun dari tempat tidur, Dokter?" tanya Al saat Dokter Jo selesai memeriksa Al dengan teliti.
"Tentu Tuan, Anda harus berlatih tetapi jangan di paksakan, ok!"
"Baik Dok, terima kasih."
Setelah Dokter Jo berpamitan. Al langsung turun dari tempat tidur dan ingin sekali ke kamar mandi sendiri, tetapi karena sudah tiga hari berbaring, dia langsung terhuyung ke samping. Untung Neng berada di sampinya dan langsung memeluknya dari belakang sehingga dia tidak jadi terjatuh.
Al langsung berbalik badan dan mata mereka saling menatap sambil berpelukan sesaat. Setelah Neng tersadar dan memundurkan kakinya.
"Maafkan saya Tuan, apakah Anda baik-baik saja?"
"Ya aku mau ke kamar mandi." Akhirnya dengan sedikit ragu Neng memapah Al sampai kamar mandi.
Hampir lima hari ini Al beristirahat total. Tanpa bisa menghubungi siapapun, tanpa melihat berita di televisi, tanpa mendengar kabar dari dunia luar. Dia hanya selalu berdua dengan Neng di kamar.
Neng merawatnya dengan telaten, walaupun tanpa kata Al dan Neng mulai memahami satu sama lain. Saling memperhatikan, Al yang lebih sering memperhatikan Neng. Al juga mulai memahami ketulusannya tanpa meminta imbalan ataupun perhatian balik dari Al.
Setelah lima hari infus di tangan Al mulai di lepas oleh suster atas persetujuan Dokter Jo karena tensi darah mulai stabil. Badan mulai sehat seperti sedia kala. Asupan makanan juga selalu di perhatikan oleh Neng membuat kesehatan Al cepat pulih.
Sesaat setelah Al di lepas infusnya, dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya karena hampir lima hari ini dia tidak bisa mandi secara bebas. Hanya bisa di lap menggunakan lap basah oleh Neng setiap pagi dan sore. Sebelum Dokter Jo dan suster berpamitan pulang memberikan kuitansi biaya yang harus Neng bayar selama lima hari.
"Ini Nona, biaya perawatan selama lima hari."
"Baik Dok, sebentar saya ambilkan uang kekurangannya."
Neng bergegas mengambil uang untuk membayar dokter di lemari seperti kemarin, "Ini Dok, terima kasih sudah merawat suami saya sampai sembuh."
"Sama-sama, jika nanti ada hal yang ingin di tanyakan silahkan hubungi saya!"
"Mari saya antar ke depan."
Neng meletakkan kuitansi di bawah kotak kecil tempat obat yang berada di atas meja rias kemudian mengantar Dokter Jo dan susternya. Al keluar kamar mandi saat Neng meletakkan kuitansi itu di bawah kotak kecil. Sehingga Al langsung mengangkat kotak kecil itu setelah Neng keluar mengantar dokter
"19 juta, mengapa Neng tidak meminta uang padaku, mengapa dia tidak pernah menuntut apapun padaku, apakah uang tidak penting untuknya?" monolog Al sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus lancar rejekinya
2022-11-16
1
kay-kay
19 jt bs beli motor tuh..
pdahal cm diinpus sm dicek aja ama suster biayanya smpe 19 jt🤣🤣
2022-09-01
2
Rosmawati Intan
gils ya biaya pengobatan 19 juta.
2022-08-26
1