''Ya sudah nona, nanti jika anda tidak mengabari saya sampai jam 2 maka saya akan langsung menghubungi polisi, dan saya harap hal buruk yang nona perkirakan tidak akan terjadi nona.''
''Semoga saja begitu.'' Ujar gadis tersebut.
FLASHBACK OFF
"Baiklah sekarang mari kita lakukan agar kalian tidak akan menunggu lama lagi." Ujar pria tersebut.
...****************...
Pria itu semakin mendekat lalu memanggil salah seorang pria yang ada di belakangnya. Dengan cepat pria tersebut kedepan lalu memberikan dua buah suntikkan yang telah berisi cairan di dalamnya.
"Ternyata rencanamu begini ya, sangat sampah sih kalau menurut ku." Ujar Tiara saat pria tersebut yang akan menyuntikkan cairan tersebut ke lengan Ratna.
Pria itu tampak tidak perduli ia mencoba untuk melancarkan aksinya.
"Hahaha, pria sampah seperti mu yang hanya berlindung di balik nama orang tuamu, itu benar-benar memuakkan. Atau jangan-jangan kau adalah anak manja yang idiot karena ingin kasih sayang kedua orang tuanya kan ? hahaha sungguh sampah!." Ucapan Tiara berhasil untuk membuat pria tersebut terdiam dan tidak melanjutkan kegiatannya itu. Sedangkan Ratna, gadis itu hanya terus menangis dan memohon.
"Hahaha ternyata yang ku katakan itu benar ya, kau sungguh menyedihkan..."
"DIAM !!" teriak Riski dengan raut wajah yang kesal.
Dengan cepat pria itu beralih kepada Tiara dan meninggalkan Ratna.
"Aku tidak mau, kau mau apa ha !! kau laki-laki bajingan !! jika kau merasa bahwa nasibmu menjadi seorang anak tidak baik maka kau seharusnya menjadi orang tua yang baik sialan!! bukan malah ingin melenyapkan anak mu,...." Pria itu sudah menatap tajam ke arahnya.
"Mau ku beritahu satu hal..." Tiara menjeda kalimatnya.
"Kau itu jauh lebih buruk dari pada orang tuamu." Sebenarnya gadis itu mengetahui jika Riski berasal dari keluarga yang brokenhome dan itulah yang membuat pria itu sangat nakal dan tentunya ia mengetahui hal tersebut dari Ratna.
"PLAK."
"TIARA !." Teriak Ratna yang berada disana.
"Cuih." Tiara meludah karena merasa perih pada bagian pipi dan juga rahangnya bahkan saat ini bibirnya terluka.
"Lebih baik kau diam ja**Ng!!." Geram pria tersebut.
"Kau mau apa ha ! kau pikir aku takut pada manusia seperti mu yang bahkan tidak bisa menghadapi masalahnya sendiri !! dan selalu saja membuat masalah."
" Cukup Tiara hiks.." Tangis Ratna. Ia takut jika Riski benar-benar akan melukai temannya itu lebih dari yang tadi.
"Hahaha kau bertingkah sombong seperti kau yang berkuasa disini ?"
"Aku bertingkah biasa saja."
"Aku sangat menyukai sifat keras kepala mu itu, tapi aku akan lihat sampai mana kau dapat sombong seperti itu." Ujarnya.
"Hei kau berikan aku benda itu." Ujar Riski pada salah seorang pengawalnya.
"Baik tuan."
Tak lama pria tersebut membawa sebuah cambuk panjang di tangannya lalu memberikannya pada pria itu.
"Aku akan berhenti jika kau mengaku kalah." Ujar pria tersebut dengan sombongnya.
"Mimpi." Ujar Tiara dengan senyuman di wajahnya.
'Aku berharap ini akan memberikan waktu sampai polisi datang.' Pikir gadis itu.
"Ctar"
"Ctar"
"Ctar"
Cambuk terus saja di layangkan pada tubuhnya tapi gadis itu menahan rintihannya dengan terus menggigit bibir bawahnya. Jika dia menjerit maka pria itu akan sangat senang dan Tiara tidak mau jika pria itu senang.
"Riski ! kumohon hentikan !! jangan sakiti Tiara lagi..." Teriak Ratna yang tidak di hiraukan oleh pria tersebut.
"Tiara...kumohon minta maaf saja hiks..." Ujar gadis tersebut dengan sedikit memohon.
Cambuk terus saja di layangkan pada tubuh gadis tersebut hingga akhirnya berhenti di karenakan pria tersebut yang sudah lelah menghadapinya.
Saat ini jujur saja Tiara bahkan berusaha dengan kuat untuk tetap sadar. Bahkan baju yang di gunakannya sudah penuh dengan darahnya.
"Tiara hiks hiks..." Suara Ratna terus saja terdengar di kepalanya.
"A-aku Ti-tidak apa- apa." Ujarnya.
"Hahaha wanita ini benar-benar membuatku gila, kau tidak mau memohon ha." Ujar pria tersebut dengan tatapan seperti orang gila.
Tiara sama sekali tidak menjawab ia hanya menatap tajam ke arah pria tersebut.
"Jika begitu lebih baik kau mati saja." Ujarnya lalu mencekik kuat leher milik gadis tersebut.
Tiara sama sekali tidak dapat menghirup udara, rasanya benar-benar sakit. Nafasnya terasa tercekat...gadis itu selalu berpikir apakah dia akan mati disini ? tapi apapun itu ia hanya berdoa semoga temannya itu dapat selamat dan karena rasa sakit itu air mata menetes dari mata kirinya.
'Arthur.' Pikirnya.
"BRAK." pintu depan terdengar di dobrak dengan kuat tapi karena itulah Riski melepaskan cekikannya di leher milik gadis itu.
"Huh.." Gadis itu dengan cepat menghirup udara sebanyak mungkin.
'Sepertinya polisi sudah datang.'
"SIAPA YANG BERANI HA !" Ujar Riski yang belum dapat melihat sosok yang baru saja mendobrak pintu.
"Habisi semuanya ! sisakan satu orang itu." Ujarnya pada seseorang disampingnya.
'Bagaimana bisa dia yang ada disini ?.' Pikir Tiara yang tampak kaget saat mendengar suara dari sosok tersebut.
Arthur yang baru saja tiba melihat keseluruh ruangan dan matanya tertuju pada sosok gadis yang saat ini tengah duduk terikat dengan luka di sekujur tubuhnya. Padahal ia hanya membiarkan gadis itu untuk semalam tapi kenapa gadis itu justru dalam bahaya lagi.
FLASHBACK ON
Saat sudah mencapai jam 2 sesuai dengan perintah Tiara wanita itu ingin pergi ke kantor polisi tapi ia ingat jika ada dua anak kecil yang berada di rumah ini. Jika dia membiarkannya disini itu akan sangat bahaya akan tetapi jika ia mengajak anak-anak itu tentunya mereka akan merasa cemas hingga akhirnya ia memiliki satu ide.
Lalu dengan cepat wanita itu menekan tombol hijau dengan nama Tuan Bima yang tertera disana. Lama panggilan tersebut berdering hingga suara di seberang sana menyautinya.
"Halo siapa ? " Tanya pria di ujung penggilan tersebut.
"Halo tuan, saya Mina pelayan dari nona maksud saya nyonya Tiara.."
"Ya ada apa ?"
Mendengar pertanyaan tersebut Mina mulai menceritakan bagaimana pesan dari Tiara dan bagaimana kejadian sebelumnya.
Setelah itu dari ujung sana Mina hanya mendengar suara berisik sebelum telpon tersebut dimatikan.
Sedangkan di tempat Bima pada saat ia mengetahui bagaimana kejadian tersebut ia langsung menemui Arthur yang masih sibuk dengan mainan barunya yakni tawanan yang tadi di bawa ke aula tersebut.
Saat ini tidak ada yang menghalangi bagaimana pria tersebut yang dengan lihainya menghabisi pria-pria tersebut yang sudah memohon ampun padanya.
Sedangkan para pilar yang ada disana hanya menahan mual dengan ulah dari tuannya itu.
"Tuan, saya izin pergi dulu." Ujar Bima menemui pria tersebut dan begitu pula semua orang menatapnya karena Bima berani sekali menghentikan permainan dari tuannya.
Arthur tidak berkata apapun ia justru menatap tajam pada pria tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments