Niko menatap Eve dengan penuh rasa sesal, karena tak memberikan apa yang seharusnya didapatkan oleh gadis itu. Membiarkan adik sepupunya meluapkan segalanya, setelah merasa tenang, barulah dia membuka suara.
"Apa kau sudah mengeluarkan kekesalan mu? Atau masih ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Niko dengan tatapan sendu.
"Sudah!" ketus Eve yang memalingkan wajah, tak ingin menatap wajah sang kakak yang hanya semakin menyulut emosinya.
Niko menghela nafas dan membelai rambut adiknya dengan sangat lembut, senyum di wajahnya terlihat sangat jelas, berusaha untuk memberikan pengertian kepada Eve. "Kau bisa memarahi aku sepuasnya, tapi bagaimana dengan kakek? Kita tak punya banyak waktu. Jika kau sudah siap, kita berangkat ke rumah sakit sekarang juga."
Cairan bening mengalir di kedua pipi Eve, rasa kekecewaan terhadap keluarga yang tak menganggapnya ada. Dengan cepat dia menghapus air mata itu, tetap memalingkan wajahnya.
Tak mendapatkan respon, Niko memutuskan untuk menyalakan mobilnya dan bergegas menuju rumah sakit keluarga. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, mengingat dia membawa sang adik sepupu.
Di sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan di antara keduanya yang diam membisu.
Sesampainya di rumah sakit, keduanya turun dari mobil menuju masuk ke dalam gedung besar itu. Eve berjalan lebih dulu, tak ingin berdampingan dengan kakak sepupunya yang sangat menyebalkan. Masuk ke dalam ruang VVIP dan terlihat seorang pria tua yang tengah terbaring lemah menggunakan alat bantu pernapasan.
Eve membalas senyuman pria tua itu dan segera menghampirinya. "Kek, aku merindukanmu." Ucapnya pelan seraya memeluk sang kakek beberapa detik dan melepaskannya.
"Aku juga, bagaimana kabar mu, Sayang?" lirih kakek Nathan yang memegang tangan cucunya dengan raut wajah tampak tenang.
"Aku baik, apa Kakek tidak bosan terbaring di atas brankar ini?"
"Apa kau lupa siapa Kakek? Walaupun tubuh ini sudah renta, tapi kekuatan dari Kakek mu ini masih sama."
"Hem, aku percaya itu. Cepatlah sembuh, aku sangat kesepian di Mansion itu."
"Pasti! Mendekatlah, ada yang ingin Kakek katakan padamu." Lirih kakek Nathan dengan nafas tersenggal-senggal.
Semua orang berada di sana dengan raut wajah yang sedih, kesehatan kakek Nathan yang menurun membuat mereka berusaha keras dalam penyembuhan.
Eve membungkukkan badan, mendekatkan telinganya agar mendengar bisikan sang kakek yang tidak ingin terdengar oleh orang lain. "Jangan pernah menunjukkan jati dirimu pada semua orang, karena keahlianmu yang bisa memecahkan sebuah kode rahasia membuat para penjahat mengincar dirimu, dan tetaplah berpenampilan seperti ini, Kakek sudah berusaha melindungi datamu dan tidak akan ada yang bisa meretasnya, tapi berbeda cerita saat kemampuan musuh melebihi ku. Banyak musuh yang sedang melacak mu saat ini, dan jangan mempercayai orang lain dengan mudah. Aku selalu mengatakannya agar kau mengingat pesan dari pria tua renta ini!"
Eve terdiam bagai patung, dia tak tahu kenapa dunia ini sangatlah kejam. Mengingat keluarganya merupakan orang terpandang dan juga pemilik aliansi Mafia nomor satu, seakan menjadi momok menakutkan. Tidak ada yang menyadari raut wajah Eve, mereka bersedih hingga melupakan hal yang sangat penting.
"Dan ya, jangan katakan apapun perkataanku tadi kepada orang lain termasuk keluarga ini. Jika kau sampai mengatakan kepada mereka? Maka nyawa orang itu dalam bahaya. Bukan aku meragukan kemampuan mereka, hanya saja keselamatanmu lebih penting untuk saat ini. Musuh kali ini sangatlah berbahaya, bahkan kemampuannya melebihiku." Sambung kakek Nathan.
"Mu-musuh? Bahkan aku tidak pernah menyakiti siapapun." Eve membalas bisikan itu, seakan tak percaya dengan semua ini. Apalagi kekuatan dari kakak-kakak sepupunya sangatlah luar biasa, bisa menghancurkan sesuatu dengan sangat mudah.
"Apa kau percaya, di setiap kelebihan pasti ada kekurangan? Itulah yang aku sampaikan,
Eve memundurkan beberapa langkah. "Aku seperti bom, bisa meledakkan siapa saja. Apa musuhku berbahaya? Tapi siapa dia?" batinnya yang tampak berpikir.
Diam-diam Alex memperhatikan segalanya, dia sangat penasaran mengenai apa sebenarnya terjadi. "Seperti ada sesuatu yang disembunyikan, aku harus mencari tahu segalanya." Batin pria tampan itu yang tak jauh dari tempat itu.
Mom Lea dan dad Abian juga berada di sana, memeluk putri semata wayangnya karena merasakan rindu yang sangat dalam. "Eve, bagaimana keadaanmu? Apa Niko menjagamu dengan baik?" tanya dad Abian yang menatap putrinya dengan penuh rasa bersalah.
"Aku baik," sahut Eve singkat, hatinya merasa jengkel kepada semua orang.
"Kau sedikit berbeda, ceritalah pada Mom," tawar mom Lea yang membelai rambut anaknya.
"Tapi aku tidak merasa begitu, aku permisi!" Eve memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu menuju taman rumah sakit.
Eve duduk di kursi taman, tanaman yang memanjakan mata bagi semua orang. Menarik nafas dalam, dan mengeluarkannya secara perlahan. "Apa aku harus bersembunyi? Tapi sampai kapan?" monolognya seraya mengusap wajah dengan kasar.
Seseorang menepuk bahunya dengan pelan membuat Eve mendongakkan kepala, melihat seorang pria tampan yang tengah tersenyum padanya. "Sepertinya kau salah orang!" ucapnya dan mengalihkan pandangannya ke arah bunga yang bermekaran.
"Tidak, apa aku boleh bergabung?" ucap pria itu yang tersenyum cerah, memperlihatkan lesung di kedua pipinya.
"Hem, terserah kau saja." Eve tidak tertarik dengan pria itu, kembali meratapi nasibnya yang menjadi incaran para penjahat.
"Namaku Julian, dan kau?" pria itu tersenyum, menjulurkan tangan untuk berkenalan dengan seorang gadis cupu.
"Eve." Sahutnya yang menjabat tangan pria di sebelahnya.
"Kau terlihat sedih, siapa yang sakit?"
"Kakek ku, dan kau?" tanya Eve berbasa-basi.
"Aku pasien di rumah sakit ini."
"Memangnya kau sakit apa?"
"Aku kecelakaan yang menyebabkan perutku terluka."
"Hem, semoga lekas sembuh. Aku harus masuk ke dalam!" pamit Eve yang bergegas pergi meninggalkan pria malang itu.
Julian menatap punggung Eve yang mulai menjauh, tersenyum melihat gadis cantik walau tertutupi oleh penampilannya yang sangat cupu. "Aku sangat yakin, jika kita akan bertemu lagi." Gumamnya seraya menatap taman yang indah dengan bunga warna-warni di hadapannya.
Dad Abian menarik tangan putri semata wayangnya tatapan dengan penuh penyelidikan. "Apa dia kekasihmu? Dad lihat kalian cukup dekat!"
"Ayolah Dad! Aku bahkan baru saja mengenal pria itu, jangan cemaskan aku." Ucap Eve berusaha meyakinkan ayahnya.
"Apa kau yakin?" tanya dad Abian.
"Aku tidak berbohong, pria itu pasien di rumah sakit ini. Sudahlah, Dad tak perlu mencemaskan apapun." Eve pergi meninggalkan ayahnya menuju ke ruangan tempat kakek Nathan di rawat.
Abian menyipitkan kedua matanya, memperhatikan pria yang berani berkenalan di hadapannya. "Aku tidak mempercayai pria itu, walaupun dia terlihat sangat lugu. Tapi, tampilan depan tak bisa menjamin semuanya." Gumamnya yang juga meninggalkan tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Eman Sulaeman
jadi penasaran
2022-08-23
0
Novianti Ratnasari
siapa saja musuh eva
2022-06-21
0
Aska
sepertinya pria itu salah satu musuh eve 🤨
2022-04-13
1