Eve menjadi pusat perhatian semua orang, beberapa orang yang pernah membullynya menelan saliva dengan susah payah. Ketakutan saat melihat Eve, sorot mata yang sangat tajam.
"Oh ya tuhan…aku dulu pernah membullynya sekali. Mulai saat ini aku tidak akan pernah mengusik wanita itu." Bisik salah satu pria dengan raut wajah plongo.
"Benar, aku bahkan pernah menempelkan rambut jeleknya itu dengan permen karet." Sahut seorang gadis di sebelahnya.
"Dia terlihat seperti Eve yang sangat berbeda, seakan mempunyai kepribadian ganda."
"Huss, diamlah atau dia akan mendengarkan ucapanmu itu. Apa kau ingin bernasib sama dengan Liam?" ucap Gadis itu mengingatkan teman prianya.
"Kau benar."
"Kalian boleh menjauhiku, tapi aku tidak akan tinggal diam lagi. Sudah cukup kalian membullyku, jika itu terjadi? Maka kalian akan bernasib sama dengan pria yang terkapar itu!" ucap Eve lantang, bersikap tegas terhadap orang yang membullynya." Eve pergi meninggalkan tempat itu, ekspresi tajam akibat amarahnya dengan semua orang yang bersikap semena-mena kepadanya. Sudah muak dengan ketidakadilan dan sekarang dia tidak ingin ditindas lagi.
Eve kembali ke kelasnya, tidak ada raut wajah ceria seperti biasanya. Kedua tangan yang menopang dagunya, tatapan lurus ke depan. "Maafkan aku kek, seharusnya aku tidak memperlihatkan kelebihanku di hadapan semua orang. Semoga saja kakek tidak mengetahuinya atau aku akan terkena masalah besar." Batinnya yang sedikit takut karena sudah ingkar janji.
Entah berapa lama Eve melamun, hingga tak menyadari kelas telah dimulai. Seseorang di sebelah menepuk bahunya dengan pelan. "Dosennya sudah datang," ucap gadis itu.
"Eh, terima kasih telah memberitahukan aku."
"Sama-sama, maafkan aku yang selalu menjauhimu. Itu karena Freya dan teman-temannya, mereka berkuasa di kampus ini." ucap Anita menyesal.
"Tidak masalah."
"Sejak pertama kali kita belum berkenalan, namaku Anita dan kau?" Anita mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan wanita di sebelahnya.
"Kau benar, aku Eve." Mereka saling berjabat tangan dan tersenyum cerah. Terutama Eve yang baru mendapatkan teman untuk pertama kalinya di kampus.
"Ehem," dehem seseorang yang tak lain adalah dosen. "Apa kalian ingin keluar dari kelasku?" ancam dosen berkepala plontos. Keduanya tertunduk diam dan fokus dengan materi yang diberikan dosennya.
Setelah selesai, Anita dan Eve keluar dari kelas. "Sepertinya aku harus pulang!" ucap Anita yang menatap wajah teman cupunya.
"Kenapa terburu-buru?"
"Ada urusan penting dan tidak bisa berlama-lama, maafkan aku." Jawab Anita yang memelas.
"Hai, kenapa kau minta maaf? Pergilah, apa sekarang kita teman?" ujar Eve yang meyakinkan dirinya.
"Tentu saja!" Anita tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Eve menghela nafas seraya menatap punggung temannya yang semakin menjauh.
"Anita sepertinya gadis yang tulus, semoga pertemanan kami awet. Selama ini tidak ada yang ingin berteman denganku, mereka hanya melihat kasta dan juga penampilan seseorang. Ck, sangat menjijikkan!" gumam Eve yang kembali mengingat orang-orang mengejeknya miskin dan berpenampilan cupu. Karena dia tidak pernah memperlihatkan kekayaannya kepada semua orang.
Eve pergi meninggalkan tempat itu, berjalan ke tempat biasa dia menunggu jemputan. Melihat jam tangan yang melingkar di tangan, menunggu jemputan dari supir atau kakaknya Niko. "Kemana semua orang? Apa mereka lupa untuk menjemputku," keluhnya. Mengeluarkan ponsel dan mencari nomor kontak untuk menghubunginya.
"Halo!"
"Halo nona, mobilnya mogok di tengah jalan. Paman akan menjemput sedikit terlambat, nona tunggulah di sana."
"Tidak perlu, paman. Aku akan mencoba menghubungi kak Niko, perbaiki saja mobilnya."
"Baik, nona."
Eve mematikan sambungan telepon, dan mencoba untuk menghubungi kakak sepupunya.
"Halo kak!"
"Ada apa?"
"Bisakah kakek menjemputku?"
"Aku sudah meminta supir untuk menjemputmu."
"Mobilnya mogok, jemput aku di tempat biasa."
"Aku sedang berada di kantor dan sebentar lagi rapat, aku akan menjemputmu setengah jam lagi."
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."
"Hanya setengah jam saja, nanti aku telepon lagi."
Sambungan diputus secara sepihak membuat Eve mendengus kesal. "Oh ya ampun…nasibku sangat sial. Sebaiknya aku naik taksi saja," gumamnya yang berjalan mencari taksi, karena di tempat sekarang tidak ada taksi.
Di sepanjang perjalanannya, Eve terus mengumpati kakaknya dan juga nasib sialnya sekarang. "Hah, aku seperti gadis yatim piatu saja. Tidak ada yang peduli padaku, bahkan kak Niko lebih mementingkan urusannya." Racau Eve yang menghentikan langkahnya, berusaha mencegat taksi lewat.
Beberapa orang wanita menghampiri Eve, berniat untuk mengguyur tubuhnya dengan seember air. Namun usaha ketiga wanita itu sia-sia saat Eve refleks menghindar, melihat sang pelaku yang tak lain Freya dan teman-temannya. "Wow, sepertinya usaha kalian gagal total." Cibirnya dengan ketiga wanita itu yang sangat kesal dengan usahanya untuk mengerjai si cupu gagal total.
"Ck, jika saja kau tidak menghindar, mungkin rencanaku tidak akan gagal." Ketus Freya.
"Sayang sekali, aku turut simpati dengan kalian bertiga."
"Aku tidak memerlukan simpati dari wanita cupu dan miskin sepertimu!" sombong Vira dan di anggukkan kepala oleh Mira mengiyakan perkataan dari temannya.
"Hem, aku tidak peduli." Eve ingin beranjak pergi dari tempat itu, tapi Freya menghalangi jalannya.
"Kau tidak akan bisa pergi dari sini, cupu. Ups…maksudku boneka Annabelle, itu baru julukan yang pas." Kata Freya yang tersenyum puas.
"Berhentilah menyebutku dengan nama itu!" tekan Eve yang bersikap tegas.
"Tidak, itu sesuai dengan penampilan konyolmu. Memakai behel, kacamata tebal, dan rambut di kepang dua. Jadi aku tidak salah memberikan julukan itu," ujar Freya.
"Yang dikatakan Freya, benar! Kau dan temanku sangat jauh berbeda, bagai langit dan bumi." Sindir Mira.
"Tentu saja, aku ini primadona di kampus." Sombong Freya.
"Apa aku terlihat peduli?" celetuk Eve dengan jengah, tidak tertarik mengenai pembahasan ketiga wanita itu.
"Katakan saja jika kau ingin menghindar, apa kau tidak punya cermin di rumah? Aku sarankan untuk kau melihat bayanganmu sendiri di dalam cermin." Tukas Vira.
"Heh, kecantikan itu hanya relatif." Soloroh Eve jengah.
"Itu karena kau sangat jelek, sangat menjijikkan!" cetus Freya yang menatap Eve seperti kotoran.
"Dasar wanita jelek!" sambung Mira.
"Juga wanita miskin tak punya etika," tambah Vira.
Eve mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna, menatap ketiga wanita yang terus saja memanasinya. Muak dengan ucapan mereka, membuatnya tidak tahan mendengar satu kata pun lagi.
"Sepertinya si cupu terlihat kesal," ejek Mira.
"Kau benar," sahut Vira.
"Kalian begitu memuji dan menyanjung Freya 'bukan? Inilah saatnya aku memperlihatkannya kepada kalian."
"Heh, aku sangat yakin, jika kau hanya membual saja." Tukas Freya.
Eve tersenyum tipis, melepaskan kacamata, tebal, behel, dan rambut yang di kepang dua. Menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya, dan tersenyum indah menatap ketiga wanita yang melongo.
"Dia sangat cantik!"
"Benar, bahkan kecantikannya melebihi Freya." Ucap Mira yang sang takjub dengan kecantikan tersembunyi dari si cupu, sementara Freya melongo dan iri dengan kecantikan Eve.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Ida Naurah
awas eve dmkn si Nico lo
2025-01-20
0
Juan Sastra
yah kenapa juga terpancing eve,, hadeeeh udah susah susah dadymu menutupinya
2024-09-09
1
Eman Sulaeman
puas loh
2022-08-23
0