“Berengsekk!”
Iriana melempar handuk yang tadi melilit di tubuhnya, Laras mendekat dan menenangkan. Deru napas Iriana begitu cepat yang berarti sedang menahan kesal yang amat sangat.
“Sudahlah, lebih baik kamu ganti pakaian dulu,” ucap Laras.
“Padahal aku tadi hampir mendorongnya jatuh, kenapa malah jadi aku yang jatuh?!” Iriana menggertakkan giginya, pakaiannya masih basah dan tubuhnya menggigil kedinginan tapi hal itu tidak membuat Iriana lekas ganti pakaian.
“ANA?! Apa kamu tidak mendengar ku, cepat ganti pakaian mu, jika tidak kamu bisa sakit!” bentak Laras sambil memijit keningnya, Iriana diam dan akhirnya menurut walaupun masih ingin melampiaskan kekesalannya.
Setelah berganti pakaian, Iriana duduk di tepi ranjang, Laras membuka pintu kamar dengan membawa segelas minuman hangat.
“Minum ini, malam-malam kamu tercebur ke kolam, pasti kedinginan.”
“Harusnya bukan aku yang tercebur,” ulang Iriana dengan kalimat yang sama seperti tadi.
“Lagian kamu kenapa harus mencari masalah? 'kan bisa cari waktu lain tapi tidak sekarang. Rumah ini sedang banyak orang.”
“Aku pikir aku bisa mengerjai nya, tapi aku tidak menyangka kalau Sherin tidak mudah di tipu. Padahal dulu sangat mudah di bohongi, kenapa berubah tiba-tiba?” Iriana memberikan gelas yang sudah kosong kepada ibunya.
“Bukankah sejak Sherin siuman kamu sudah tahu kalau Sherin banyak berubah? Kenapa kamu malah cari masalah?” cetus Laras sambil menaruh gelas di atas nakas.
"Aku tidak tahu! Tapi aku kesal, aku pikir yang akan bertunangan dengan Sherin itu pria jelek, tapi tidak di sangka ternyata tampan.” Iriana menggigit jari tangannya.
“Oh ... jadi kau kesal karena ini? Tapi kenapa? Kamu kan sudah punya Rainer. Sejak dulu kamu bilang kamu menyukai Rainer dan sekarang baru bisa bersama secara terbuka tapi kenapa malah tiba-tiba menginginkan Ravin?”
...⚫⚫⚫⚫...
Cahaya matahari masuk melalui celah jendela, tirai yang menutupi tak mampu menghalangi silau yang ingin membangunkan seseorang. Sherin menggeliat, merasa tidur nyamannya terganggu.
Sherin mengerjap, membuka mata yang masih terasa berat. Ia menguap lalu mulai bangkit. “Ahh ... tidur di kasur empuk itu memang paling nyaman,” ucapnya sambil menarik napas panjang.
Malam ini mereka tidur di rumah nenek Linda, otomatis Sherin mendapatkan kamar yang lebih baik dari pada kamarnya yang ada di rumah Arvin. Tentu hal itu membuat Sherin bersorak bahagia, karena bisa kembali merasakan kasur yang empuk.
Kakinya turun dari kasur, melangkah ke arah jendela lalu membuka tirainya. “Pagi yang cerah, untuk hari yang indah,” celetuknya tidak jelas.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar di ketuk, ketika di buka nampak seorang pelayan perempuan yang masih terlihat muda.
“Pagi, Nona,” sapa pelayan itu.
"Pagi, ada apa?”
Pelayan itu menunduk, seperti takut dengan nada bicara Sherin yang terkesan dingin. “Maaf kalau saya mengganggu tidur Nona Sherin, saya di suruh tuan besar memberikan ini ... ”
Pelayan itu memberikan sebuah kotak persegi, Sherin berpikir sejenak lalu mengambil. Sebelum masuk tak lupa mengucapkan terimakasih.
“Terimakasih.” Sherin menutup pintunya dan melangkah ke arah ranjang.
Ketika di buka ternyata isinya sebuah dress, Sherin mengembuskan napas lalu berkata, “Apa hobi kakek baruku ini adalah memberikan sebuah dress? Aku bahkan sampai bosan memakainya.”
Tapi tetap Sherin pakai, karena di sini tidak ada pakaian yang muat untuk dirinya. Dan muat, sangat pas untuk tubuhnya masih ada sedikit lemak. Sherin tersenyum puas, walau bosan tapi ia merasa harus berterimakasih kepada kakek.
Sherin keluar kamar menuju meja makan, di sana sudah ada kakek, nenek, Arvin, Laras dan Iriana. Mereka bersiap untuk makan tapi masih menunggu kedatangan Sherin.
“Mau makan saja harus menunggu dia, memangnya dia putri?!” celetuk Iriana dengan tatapan kesalnya.
“Sherin memang seorang putri, putri di rumah ini,” ucap kakek membuat Iriana bungkam, Sherin tersenyum miring.
Sherin lekas duduk di sebelah nenek Linda, ia mengamati seluruh hidangan yang tersedia. Sherin mengambil beberapa hidangan untuk mengisi perutnya.
“Sherin ... ” panggil nenek.
“Iya, Nek?” Sherin menoleh ke arah nenek Linda.
“Wajahmu kenapa merah begini?” tanya nenek sambil menyentuh pipi sebelah kiri milik Sherin, Sherin mengaduh sakit membuat nenek lekas menarik kembali tangannya.
“Jangan di pegang, Nek.”
“Kenapa? Apakah sakit? Siapa yang sudah membuat kamu sakit begini?” Nenek Linda terlihat khawatir.
Sherin mengingat kembali kejadian tadi malam setelah acara selesai, semua orang sudah pada pulang, malam semakin larut dan jam menunjukkan pukul dua belas malam.
Ketika Sherin ingin masuk kamar, tiba-tiba Arvin datang dan memarahinya sampai Sherin mendapatkan satu tamparan yang cukup keras.
“Kamu ini anak sial! Berani menyalahkan kakakmu yang tidak bersalah. Iriana bilang padaku kalau kamu yang memulai duluan!”
“Heh! Memangnya aku ada masalah apa dengan Iri sampai aku harus memprovokasi dia? Sudah jelas dia duluan yang memulai. Dia datang tiba-tiba dan menghinaku di depan tunanganku sendiri. Anda masih tidak percaya? Banyak orang yang bisa menjadi saksi”
“Memang benar aku yang mendorongnya, tapi itu karena dia duluan yang mau mendorongku agar jatuh ke kolam. Aku ini putrimu! Tapi Anda malah lebih menyayangi seorang anak tiri dari pada anak kandungmu sendiri!!”
Sherin melampiaskan kekesalannya, rumah ini sudah sepi, bahkan lampu sudah di matikan dan orang-orang sudah pada tidur. Karena kamar Sherin berada di lantai dua, jadinya tidak terlalu kedengaran.
Ketika ingin berbalik, tiba-tiba ...
“PLAK!!” Satu tamparan mendarat di pipi mulus Sherin, terasa perih dan panas, Sherin mengepalkan tangannya menahan amarah. Ini adalah pertama kalinya Sherin di tampar seseorang.
“Jangan bicara sembarangan tentang kakakmu!! Dasar anak sial!” setelah itu Arvin langsung pergi meninggalkan Sherin yang mulai menyimpan dendam pada Arvin.
Sherin menatap nyalang ke arah Arvin, menunjukkan betapa bencinya ia pada ayahnya. Ralat, bukan ayahnya lagi, karena tubuh ini sekarang milik Prisha, bukan Sherin yang dulu.
“Ak-- Aku tidak apa-apa, Nek. Ini sakit karena tadi malam Papah marah ... ” ucapan Sherin jelas mengundang perhatian kakek dan neneknya. Mereka lantas menoleh ke arah Arvin dan keduanya menatap tajam.
“Kamu di apakan sampai pipimu merah begini?” Sherin menggeleng, enggan menjawab tapi dalam hatinya ia tersenyum licik. Akting menyedihkan itu sangat mudah baginya.
“Arvin!! Kamu datang ke ruang kerjaku setelah ini!” ucap kakek dengan nada keras, Arvin mengangguk samar.
Acara sarapan pagi di mulai dengan suasana tegang. Iriana mengunyah makanan dengan kesal, ia tahu kejadian tadi malam karena Iriana menguping. Ia senang karena Arvin menampar Sherin, tapi kenapa sekarang malah Sherin mengadu?
Sherin menundukkan pandangannya, dia terlihat menahan takut tapi sebenarnya sedang menahan tawa. Sampai sarapan pagi selesai, Sherin pamit untuk keluar rumah.
“Nek, Sherin mau berjumpa teman. Apa boleh? Sebentar saja,” Sherin meminta Izin pada nenek Linda.
“Iya, tapi jangan pulang terlalu malam ... ”
Sherin mengangguk dan berterimakasih, Sherin pergi menggunakan taksi. Berbekal kartu pemberian kael, Sherin belum sempat mengecek sisa saldo kartu itu.
Sherin mengambil ponselnya dan menelpon kael. “Halo ... ”
“Ini siapa?” tanya kael.
“Aku kakakmu, eh, maksudnya aku Sherin.”
“Gadis tidak tahu malu?” tebak Kael, Sherin tersenyum miris, tak apalah asal Kael ingat dirinya.
“Iya, itu aku. Aku ingin minta tolong padamu ... ” belum sempat menyelesaikan ucapannya, Kael memotong.
“Jika uangnya habis, maaf aku tidak mau memberi lagi. Kamu masih sehat dan bisa bekerja, jangan suka mengemis,” Sherin terbatuk mendengar ucapan adiknya.
“Kamu jangan suka su'udzon! Aku cuma mau minta tolong sedikit. Bantu aku untuk bisa bertemu Meylin. Aku ingin bicara padanya.”
Hening beberapa saat sampai kael mengatakan sesuatu, “Aku barusan bilang padanya, katanya kalian bertemu di cafe dekat Mall jalan XX.”
Wahh, gercep juga si Kael, Sherin mengangguk dan mematikan sambungan teleponnya.
Sesuai rencana, Sherin sudah sampai di tempat. Ia memilih kursi di pojok dekat jendela, tempat itu tidak terlalu banyak banyak orang, dan lewat jendela terlihat taman yang mampu menyejukkan mata.
Lima belas menit menunggu akhirnya yang di tunggu datang. Meylin tampak mengamati sekeliling untuk melihat orang yang di carinya. Ketika Sherin melambai-lambai, Meylin langsung mendekat.
“Kamu Sherin?” Meylin memastikan, Sherin mengangguk.
“Aku Meylin, ada apa mencariku?” Meylin duduk di kursi berhadapan dengan Sherin yang sedang tersenyum padanya.
Dalam hatinya Sherin merasa rindu dengan asisten kecilnya, gadis periang yang selalu bisa menghibur dirinya ketika sedang lelah. Lelah tubuh hati dan pikiran.
“Hey!” Meylin menyadarkan Sherin yang melamun.
“Ah iya, bagaimana kabarmu?”
“Hah?!” Meylin membeo, “Sebenarnya kamu ini kenapa? Kita baru bertemu dan kamu sudah menanyakan kabarku ... ”
Sherin menepuk keningnya. “Iya, aku lupa.”
“Aku menemuimu karena ingin bertanya. Apa kamu tahu dimana ponsel milik Prisha sekarang?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
jangan telalu menonjol, kelakuan biar tagas tapi baik
2022-04-27
0
Lee
Mampir lgi kak..
2022-03-14
0
B aja
Iriana cocok banget sama namanya Kang Iri 😒😒 Btw, Thor... nama lengkapnya Kael siapa, sih?
2022-03-11
2