Pagi harinya, seisi rumah di hebohkan dengan suara ribut-ribut yang tidak terdengar dengan jelas di telinga Sherin. Masih di atas kasur Sherin mulai membuka matanya karena merasa terganggu.
“Hasihhh ... Sebenarnya ada apa ini pagi-pagi sudah ribut?” Sherin berdecak kesal, matanya masih terasa berat dan sangat mengantuk. Akibat tadi malam ia begadang.
Bukan tanpa alasan, sampai rumah niatnya memang ingin tidur tapi begitu sudah mengganti baju tiba-tiba ia merasa menggigil dan bersin-bersin. Beruntung ada bu Tuti, dengan sabar pelayan itu memberi obat dan mengompres Sherin.
Bukannya mengantuk Sherin malah tidak bisa tidur sampai pukul satu malam. Kini pagi-pagi suasana rumah seperti sangat ramai. Ada yang teriak sana teriak sini. Tentu hal itu sangat mengganggu tidurnya.
tiba-tiba pintu kamar di ketuk, dengan malas Sherin membuka pintu masih dengan penampilan yang acak-acakan.
“Non ... ” bu Tuti kelihatan habis menangis, Sherin melebarkan kedua matanya.
“Bu, ada apa? Kenapa menangis begini?”
“Anu, Non. Tuan-- Tuan besar masuk rumah sakit ... ” kata bu Tuti dengan suara yang tersendat, Sherin kembali melebarkan kedua matanya.
“Masuk rumah sakit? Bagaimana bisa? Bukankah waktu itu sehat-sehat saja?” tanya Sherin yang ikut merasa khawatir. Kantuk yang tadi menyerang sudah hilang entah kemana.
“'Kan waktu itu, Non. Tuan besar emang sudah lama sering sakit. Non Sherin ini gimana! Dari dulu juga Non Sherin yang suka ngerawat Tuan besar.”
“Jadi gimana keadaan kakek sekarang?” Sherin mulai panik, walaupun bukan kakeknya tapi hanya pria tua itu dan istrinya yang baik pada dirinya.
Sebagai Prisha, ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang kakek dan nenek. Terakhir kali melihat orang tuanya saja ketika ia masih kecil dan adiknya masih berusia dua tahun.
Setahun setelah melahirkan Kael, ibu Prisha sering pergi malam tapi jarang pulang. Dia bahkan tidak memberikan perhatian pada bocah kecil yang usianya masih satu tahun. Sedangkan ayahnya ia tidak tahu kemana, dengar dari orang-orang yang bergosip kalau ayahnya mempunyai wanita lain sehingga membuat hidup ibunya menjadi kacau dan tiba-tiba menghilang sampai sekarang.
Prisha tidak perduli dan tidak ingin tahu, ia selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak membutuhkan orang tua. Karena sejak kecil ia sudah biasa melakukan apa-apa sendiri. Tapi, kini ia memiliki keluarga, kakek dan nenek yang menyayangi dirinya.
Jika salah satu dari mereka ada yang sakit, tentu Prisha atau kini menjadi Sherin merasa sangat khawatir.
“Tuan besar lagi ada di rumah sakit, Non. Bu Linda bilang kalau tuan besar pengen ketemu sama Non Sherin. Makanya Ibu panggil walaupun tahu kalau Non Sherin masih nggak enak badan ... ” ucap bu Tuti sambil menahan tangis.
“Ya sudah, aku siap-siap dulu ya, Bu. Badanku juga sudah enakan, semalam hanya demam ringan dan sudah ibu beri obat.”
Bu Tuti mengangguk lalu pergi dari kamar Sherin, dengan cepat Sherin mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah mengambil dompet dan ponsel, Sherin bergegas keluar kamar, di bawah tangga ia bertemu lagi dengan bu Tuti.
“Non Sherin nggak sarapan dulu?” bu Tuti sudah membawa nampan berisi segelas susu dan sepotong roti.
Sherin menggeleng. “Tidak usah! Aku bisa sarapan di kantin rumah sakit.”
“Emangnya Non Sherin punya uang?” tanya bu Tuti heran, pasalnya Sherin jarang di beri uang jajan. Sekalinya di beri pun hanya sedikit padahal anak orang kaya.
“Punya ... ” tanpa kalimat lain, Sherin langsung berlari keluar, ia meminta supir yang mengantar dari pada mengeluarkan uang.
Setengah jam sudah sampai di rumah sakit, setelah bertanya pada perawat barulah Sherin dengan cepat pergi menuju ruangan kakek Haris. Ketika ia membuka pintu, rupanya di dalam sudah ramai orang. Sherin menatap sekeliling, selain ayah, ibu tirinya, nenek Linda dan Iriana masih ada satu orang asing yang tidak Sherin kenal.
“Sherin ... ”
Suara lemah kakek mengalihkan pehatian Sherin, dengan segera ia mendekat dan menggenggam tangan kakek yang tadi ingin menggapainya.
“Kakek kenapa?” tanya Sherin khawatir.
“Kamu siapa?”
Sherin mengernyitkan dahi, bingung. “Aku Sherin, Kek.” tunjuknya pada diri sendiri.
“Kamu Sherin? Bukankah Sherin itu gemuk? Tapi kamu kurus ... ” protes kakek di sela rasa sakit yang menyerang.
“Aku Sherin, Kek. Aku baru saja menurunkan berat badan. Aku bosan jadi gemuk ... ” kalimat konyol keluar dari mulut Sherin.
“Ah! Rupanya setelah kurus kamu jadi makin cantik,” puji kakek, Sherin tidak tersanjung tapi ia lebih merasa kekhawatirannya tadi terlalu berlebihan.
“Kakek sebenarnya sakit apa?”
“Aku hanya lemas, tidak ada masalah serius ... ”
“Bohong!!” Nenek Linda menyela.
“Walaupun Sherin lupa ingatan, tapi juga harus tetap tahu kondisi kakeknya. Sebelum kecelakaan hanya Sherin yang merawat kakek, tidak ada yang lain. Aku tidak termasuk.”
Nenek Linda yang sejak tadi hanya diam pun melangkah maju, mendekati kakek dan Sherin. Lalu menatap Sherin serius.
“Kalau kamu benar-benar lupa, akan Nenek ingatkan. Kakek mu yang sudah tua ini sering sakit. Tekanan darahnya naik, apalagi jika tidak bisa mengontrol emosi. Sebelum kamu sadar juga kakek mu ini sudah masuk rumah sakit tapi hanya sebentar.”
Sherin menganggukkan kepalanya, paham. Ia juga menghela napas lega, ternyata penyakit kakek tidak separah yang ia bayangkan.
“Tapi kakek merasa usia kakek tidak lama lagi ... ” celetuk kakek membuat seisi ruangan menoleh ke arahnya.
“Kakek ingin melihat cucu Kakek menikah. Kakek sudah tua dan tidak tahu kapan akan mati, mungkin tinggal menunggu hari, jam atau menit, hanya itu keinginan kakek saat ini.”
Suasana ruangan tiba-tiba menjadi hening, selama beberapa saat sampai Iriana mengeluarkan kalimat tolakannya.
“Jika Kakek ingin aku yang menikah aku tidak bisa. Karierku lebih penting dan aku semakin terkenal. Kalau menikah takutnya akan mempengaruhi karir dan reputasiku.”
“Lebih baik kamu diam!” tegur nenek Linda. Iriana membuang pandangan sambil melipat tangan di depan dada.
“Memangnya siapa yang memintamu untuk menikah? Aku membicarakan Sherin, makanya aku memanggil Sherin kemari,” kata kakek Haris membuat Sherin menahan tawa.
Cucu kakek hanya ada satu dan itu dirinya, kakek mana sudi mengakui Iriana adalah cucunya, karena kenyataannya pun memang begitu. Tapi tunggu!
“Aku?!” tanya Sherin yang terkejut dan baru menyadari maksud kata-kata kakeknya.
“Iya, Rin. Kamu 'kan cucu kakek satu-satunya, jadi kakek ingin sekali melihatmu menikah.”
“Tapi, Kek--” Sherin ingin menolak, tapi kalimat kakek selanjutnya membuat ia bungkam.
“Ini keinginan terakhir Kakek, jika Kakek sudah lebih dulu pergi sebelum kamu menikah maka Kakek tidak akan bisa tenang. Kakek ingin kamu ada yang menjaga, melindungi dan menyayangi. Kakek dan nenek tidak bisa selamanya menemanimu, melindungi dan menyayangimu ... ”
Sherin ingin sekali menolak, jika ia menikah apakah balas dendamnya bisa tercapai? Ia juga belum ingin menikah, ia ingin memulai karir dari awal dan kembali mencapai puncak tertinggi sebagai bintang terkenal seperti saat menjadi Prisha.
Tapi, ia juga tidak tega jika menolak permintaan konyol kakek Haris. Sherin bingung.
“Baiklah, Kek. Sherin akan menuruti keinginan Kakek.” Sherin menghela napas panjang, baru kali ini ia mengalah pada seseorang dan itu adalah kakek kandung dari pemilik tubuh asli. Wajah memelas dari kakek Haris membuat sisi tidak tega dalam dirinya meronta.
“Kamu tenang saja, Ris. Kita juga sudah sepakat kalau cucumu akan menikah dengan cucuku, Ravin. Aku bisa menjamin cucuku tidak akan menolak pernikahan ini,” ucap pria tua asing itu tiba-tiba, Sherin menoleh terkejut, sudah sepakat? Berarti hal penting ini sudah mereka bicarakan sejak lama?
Lalu siapa Ravin yang dikatakan oleh sahabat kakek Haris dan bagaimana rupanya?
Beberapa pertanyaan tiba-tiba muncul di benak Sherin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
menika 😂😂 moga bahagia yah
2022-04-27
0
Fitri Lubis
terus yang mengurus dan membiayai prisha dan adek nya dari kecil siapa Thor
2022-03-29
1
Fitri Lubis
bukan nya prisha ngurus Adek nya dari umur setahun ya Thor, kok ini jadi 2 tahun
2022-03-29
0