Semua itu sudah berlalu, bahkan terhitung sudah empat tahun yang lalu. Kini yang ada hanya kenyataan yang menyakitkan, empat tahun menjalin kasih tak membuat Rainer bisa setia hanya pada dirinya.
Cinta yang dulu mendominasi di hatinya, kini sudah terhempas oleh dendam yang bergejolak. Sakit di hatinya membuat cinta itu hilang dalam sekejap. Tangan Sherin terkepal kuat, bagaimanapun juga ia tak akan bisa hidup tenang tanpa membalas semua perbuatan Rainer dan Iriana.
Sherin tiba-tiba teringat dengan ponselnya, ya, ponsel yang saat itu ia gunakan untuk mengambil foto dan video menjijikkan di malam kehancurannya. Tapi dimana saat ini ponsel itu? Apakah sudah hancur karena kecelakaan?
Sherin menghela napas berat, kalau begini sama saja susah!
Selama dua jam ia terduduk di samping makam, karena kakinya yang pegal akhirnya Sherin beranjak pergi. Hari sudah hampir sore, ia menatap ke arah langit, gerimis turun membuat ia dengan cepat berlari dan pergi dari sana.
Sampai di pintu gerbang makam, langkahnya terhenti. Tubuhnya mematung tapi gemetar. Cairan bening menggenang di pelupuk mata. Dengan berat kakinya melangkah, mendekat ke arah anak laki-laki yang sedang duduk sendirian.
“Kael ... ” tenggorokannya terasa tercekat, sampai di hadapan remaja itu, tangannya terangkat dengan cepat memeluk. Air matanya mengalir deras saat itu juga.
“Siapa Kamu?!” teriak Kael, remaja laki-laki yang sedang di peluk Sherin. Dengan kesal ia mencoba melepas pelukan Sherin. Tapi tak berhasil karena Sherin terlalu erat memeluknya sampai membuat Kael sulit bernapas.
“Lepas!!” ucap Kael dengan susah payah.
Siapa wanita ini? Berani sekali memeluk dirinya, apalagi ia adalah laki-laki yang belum di kenal. Dengan cukup susah payah akhirnya pelukan itu terlepas juga. Karena Sherin yang terpaksa melepas.
“El! Bagaimana keadaanmu? Apa kamu baik-baik saja? Kenapa kamu di sini sendirian? Apa kamu makan dengan baik?” Berbagai pertanyaan Sherin lontarkan dan jelas saja hal itu membuat Kael menatap bingung dengan dahi berkerut dalam.
“Cukup!! Sebenarnya kamu siapa? Kamu mungkin salah mengenali orang, aku tak kenal padamu ... ” ucap Kael ketus.
“Aku-- ” Sherin menelan ludah dengan susah payah, ia lupa kalau sekarang bukan Prisha lagi tapi Sherin, si gadis gendut yang saat ini sudah tidak se-gendut saat awal ia baru sadar.
Aku siapa? Bagaimana caranya aku mengenalkan diri?
“Aku ... Ah ya! Aku teman kakakmu! Namaku Sherin,” ucap Sherin asal.
“Aku tak percaya, kakakku tak mungkin punya teman perempuan buluk sepertimu! Lagian kakakku tak pernah bilang pada siapapun kalau dia punya adik.” Kael menatap Sherin waspada.
Sherin menggaruk belakang kepalanya, benar juga apa kata Kael, mana mungkin Prisha punya teman seorang perempuan buluk. Prisha gengsian orangnya. Sampai ia baru menyadari bagaimana rasanya menjadi perempuan buluk.
Dulu ia sering mengatai gadis-gadis yang ia temui, entah itu jelek, kampungan, punya selera yang rendah, dan pendek. Rupanya hal itu berbalik pada dirinya saat ini. Ia menjadi jelek, tak secantik saat menjadi Prisha, ia menjadi kampungan, punya keluarga kaya tapi tinggal di kamar sempit dan baju murahan serta hanya punya ponsel jadul.
Sherin juga punya selera yang rendah, setiap pakaian di lemari tak sesuai selera Prisha. Ada baju tidur dengan gambar doraemon, keropi, dan hello kitty. Celana jeans yang lututnya robek-robek, tapi itu kekecilan, mungkin celana lama. Banyak baju yang tidak pasangan dengan celana.
Sherin yang saat ini jadi bingung ketika ingin memakai pakaian yang cocok. Untungnya ada pakaian dari kakek yang masih baru, lumayan untuk sementara ia pakai itu dulu. Dan terakhir Sherin itu pendek, tak setinggi Prisha yang tingginya 172 sentimeter, sedangkan Sherin hanya 167.
Seperti kata pepatah, karma itu ada!
“Kalau aku bilang aku kakakmu bagaimana?” Sherin bertanya, masih berdiri di hadapan Kael. Hujan semakin deras, untungnya tempat berteduh mereka memiliki atap yang cukup lebar.
“Mana mungkin! Jelas-jelas kakakku sudah meninggal,” ucapnya sinis.
“Baik! Sekarang aku bukan siapa-siapa ... ” belum selesai dengan ucapannya, Kael lebih dulu memotong.
“Kamu memang bukan siapa-siapa!”
Uhuk! Sherin merasa ada sebuah pisau yang menancap di jantungnya.
“Sekarang aku tanya, kamu tinggal dimana? Dengan siapa? Dan bersama siapa kamu datang ke sini?”
“Memangnya kau siapa sampai aku harus menjawab pertanyaanmu?”
Jujur, Sherin menjadi kesal. Demi apa ia baru mengetahui kalau sebenarnya Kael itu menyebalkan. Yang ia tahu, Kael itu sangat penurut, tak pernah bicara pedas padanya. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba berubah?
“Aku penggemar kakakmu, bisa juga di sebut penguntit karena aku sering mengawasi Prisha.” Menyerah, Sherin sudah kehabisan akal. Sampai ide gila ini muncul di kepalanya.
Kael melotot. “Kamu punya niat apa dengan menguntit kakakku?” dengan cepat Kael berdiri, menatap tajam pada Sherin.
Sherin berdehem. “Aku tak punya niat buruk apa-apa, hanya ingin mengetahui kebenaran keluarga Prisha. Karena selama ini tidak pernah di ekspos. Sebagai penggemar aku juga penasaran.”
Ingin rasanya Sherin memukul mulutnya, dari mana coba ide tiba-tiba ini muncul?
“Kamu tak berhak tau!” Kael masih bersikeras.
Sherin kembali memutar otak. “Ayolah!! Aku belum lama mengetahui kalau Prisha ternyata punya adik yang tampan, aku janji tak akan menyebarkan kebenaran ini. Lagipula bukankah Prisha sudah meninggal? Aku hanya khawatir padamu. Kamu pasti kesepian sekarang ini.”
Air mata Sherin kembali ingin keluar, tentu hal ini ia tahu. Dengan kepergian Prisha, maka Kael akan sendirian. Selain Prisha, Kael tak punya siapa-siapa lagi. Mendengar kata-kata Sherin, Kael terdiam, membenarkan ucapan Sherin.
“Kenapa aku harus bercerita padamu?”
Argghh ... Sherin ingin mencakar tembok. Kenapa bicara dengan adiknya sendiri sulit sekali? Sebenarnya apa yang tidak ia ketahui tentang Kael?
“Begini saja. Anggap aku sebagai kakakmu, kamu bisa menangis jika ingin menangis, bercerita apapun yang mengganjal di hatimu, aku bisa memberi pundak kecilku ini sebagai sandaran.”
Sherin duduk di sebelah Kael, menepuk pundaknya beberapa kali. Kael menoleh dan menatapnya.
“Pundakmu tidak kecil, berapa kilo lemak yang kamu simpan?”
Sherin menarik napas dan mengembuskannya perlahan, lalu dia ulangi beberapa kali. Kesabarannya sebagai Prisha punya batasan. Tapi dia harus menahannya demi cerita sang adik tersayang yang kini menjadi menyebalkan.
“Kenapa kamu tidak bilang saja kalau kamu tidak mau bercerita?”
“Kamu sendiri sudah tahu, tapi kenapa terus memaksaku?” Kael tersenyum sinis. Akhirnya pembicaraan tak berfaedah itu berhenti saat Kael sudah mengaku alasan berbicara berbelit-belitnya.
“Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang idolaku. Aku hanya penggemar kecil dari sekian banyaknya penggemar Prisha. Dia itu perempuan hebat dan pekerja keras. Aku bahkan ingin menjadi seperti dirinya. Bersinar dan di puji banyak orang, dan yang pasti memiliki banyak uang.”
Rasanya aneh ketika memuji diri sendiri, tapi hanya itu cara terakhir yang Sherin punya saat ini.
“Kamu benar, kakakku itu yang paling hebat. Apapun yang ku mau pasti akan dia kabulkan, selama hidupku, aku hanya mengenal kak Prisha. Saat pulang dari kerja aku juga tahu dia kelelahan maka dari itu aku tak pernah mengeluh dan tak mau. Hanya dia yang aku sayangi, aku juga tahu kenapa dia menyembunyikan kalau dia punya adik. Itu untuk melindungi diriku.”
“Hidupnya banyak tekanan karena pekerjaan. Tak mudah untuk menjadi dirinya, banyak sisi kelam yang tidak di ketahui para penggemar kak Prisha. Dulu aku juga pernah menentang hubungan kak Prisha dan banjingan itu, aku selalu merasa dia bukan pria baik, tapi kak Prisha tak pernah mau dengar. Akhirnya begini ... karena banjingan itu kakakku jadi tiada.”
Kael menghapus air matanya, Sherin ikutan menangis. Dia tak menyadarinya selama ini, bahwa adiknya juga butuh perhatian.
“Kamu tahu bahwa Banjingan itu tidak baik untuk kakakmu?”
“Tahu! Aku sudah beberapa kali melihatnya pergi berdua dengan selingkuhannya itu. Perempuan yang paling di benci kakakku. Tapi aku diam karena tak mau merusak kebahagiaan dia.”
Sungguh Sherin merasa amat terluka dan menyesal, mengetahui bahwa ia tak begitu memperhatikan adiknya. Tak meminta pendapat bahkan menolak ketika Kael menentang hubungannya dengan Rainer.
“Lalu sekarang kamu tinggal dimana?” tanya Sherin.
“Aku masih tinggal di rumah peninggalan kakakku. Rumah kami sendiri, yang tidak diketahui banyak orang.”
Sherin mengangguk, satu informasi dia dapatkan. “Kau tinggal bersama siapa?”
“Aku tinggal dengan Meylin, asisten kakakku. Tapi sekarang dia menganggur.”
Sherin mengangguk lagi, informasi kedua sudah dapat. Dan ia baru ingat, untuk mencari ponsel Prisha maka harus mencari Meylin juga yang kemungkinan besar mengetahui dimana ponselnya berada. Sekaligus melihat keadaan adik angkatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
jangan jadi seperti sikap kamu belebihan kernah bertentangan dengan tubuh baru kamu. jalani saja dulu keluarga ci gendut banyak kan empomasi menganie kehidupan keluarganya, kenapa ayah nya lebih sayang ke anak tirinya sebanding anak nya benaran
2022-04-27
1
Afshin
Bikin kesel aja si rainer... Pantesnya dikandangin tuh biaya😤🤣
2022-04-02
2
B aja
Di mana tombol next nya?? Crazy up kakak
2022-03-03
0