Meylin menyipitkan kedua matanya, heran dengan Sherin, seorang gadis asing yang menanyakan barang pribadi milik orang lain.
“Memangnya kamu mau apa dengan ponsel itu?” tanyanya dengan kening berkerut.
Sebelum menjawab Sherin menggaruk keningnya, ia bingung bagaimana cara memberitahu Meylin tentang keinginannya mengambil ponsel milik Prisha.
Hening beberapa saat sampai tiba-tiba waiters datang dengan membawa menu. “Ingin pesan apa?” tanyanya dengan ramah.
Sherin dan Meylin melihat isi menu, obrolan mereka terhenti untuk sesaat. “Americano,” celetuk Sherin.
Meylin mengalihkan pandangannya, menatap Sherin dengan tatapan yang sulit di artikan. Dalam pikirannya ia teringat Prisha, atasannya yang juga sangat menyukai Americano apalagi di saat sedang banyak pekerjaan dan begadang.
“Avocado juice,” Meylin sudah memilih minumannya, waiters itu mengangguk dan mencatat pesanan dua orang perempuan yang sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Setelah kepergian waiters, Sherin berucap, “Begini saja, jawab dulu pertanyaanku, jika kamu tahu aku akan kasih tahu kamu tujuanku meminta ponsel itu,” jelasnya.
Meylin mencoba mengingat kembali, satu bulan berlalu sejak kematian Prisha, sang bintang terkenal membuat Meylin harus mengingat dengan baik dimana barang-barang milik Prisha berada.
“Polisi menemukan ponsel itu masih ada di dalam tas kak Prisha, sempat di sita untuk di periksa, kami tidak tahu apa isinya tapi dua minggu lamanya baru di kembalikan. Sekarang ponselnya ada pada kak Anika, manajer kak Prisha,” ucap Meylin.
“Di sita polisi?” Sherin terkejut, jika di sita polisi maka polisi pasti menemukan adanya video itu. Lalu apakah di hapus? Atau tetap ada di ponsel itu?
Sherin mengacak rambutnya, kalau beneran di hapus maka percuma ia mencari ponsel itu. Apalagi ia belum sempat memindahkan video itu ke tempat lain. Prisha belum melakukan apa-apa tapi sudah mati.
“Aku sudah memberitahumu dimana keberadaan ponsel kak Prisha, sekarang giliran kamu jujur sama aku apa yang kamu mau dengan ponsel itu?” Meylin menatap Sherin curiga, sedangkan Sherin masih kebingungan bagaimana kelanjutannya jika video di ponsel itu benar-benar sudah di hapus polisi.
“Di ponsel itu ada video dan foto. Aku bisa menggunakannya untuk menghancurkan Iriana tapi sekarang kalau video itu di hapus maka tidak ada gunanya,” ucap Sherin jujur, tapi hal itu justru membuat Meylin semakin curiga.
“Video apa? Bagaimana kamu bisa tahu? Siapa kamu sebenarnya sampai mengetahui hal-hal pribadi kak Prisha?” Meylin menyerang Sherin dengan beberapa pertanyaan yang mengganjal di otaknya. Meylin menatap Prisha tajam.
Sherin menepuk kening, ia terlalu jujur. “Kalau aku bilang aku adalah Prisha?”
Hening sesaat sampai Meylin mengeluarkan tawanya yang cukup keras. “Hahaha ... mana mungkin, kamu pikir aku bocah lima tahun yang masih ingusan? Kak Prisha sudah meninggal dan tidak mungkin hidup lagi.”
Meylin menggeleng, lagi-lagi ia merasa heran. Bagaimana bisa ia bertemu gadis aneh seperti Sherin. Tanpa sepengetahuan Meylin Sherin merasa sedikit kecewa karena Meylin tidak percaya padanya.
Tapi memang benar, jika percaya itu sangat aneh. Prisha sudah meninggal bagaimana mungkin bisa hidup kembali. Namun kenyataannya tubuh Prisha yang meninggal tapi jiwanya berpindah.
“Kalau kamu tidak percaya aku juga tahu nomor pin ATM Prisha itu berapa. 654321 semua kartu milik Prisha punya nomor pin yang sama.” Sherin masih mencoba agar Meylin percaya padanya.
Meylin menghentikan tawanya, ia melongo memandang Sherin. Yang tahu nomor pin kartu Prisha itu hanya empat orang. Dirinya, Prisha, Anika dan Kael. Lalu bagaimana bisa gadis asing ini tahu?
“Kamu hantu?” celetuk Meylin, Sherin melotot tidak terima.
“Sembarangan! Aku manusia, kalau hantu mana mungkin bisa di lihat orang lain.”
Meylin tak mampu berkata, mulutnya bungkam dengan bibir bawah yang di gigit. Dia bertemu gadis asing yang aneh, banyak yang di ketahui Sherin bahkan nomor pin kartu milik Prisha.
Sherin mengembus napas pasrah, lebih baik diam karena bicara jujur pun tidak akan di percaya. Sherin menatap Meylin lekat lalu berkata, “Tidak apa-apa kalau kamu tidak percaya, begini saja, antarkan aku untuk bertemu Anika, permintaan terakhirku hari ini.”
“Aku tidak tahu kenapa harus menyetujui ajakan kamu. Tapi karena aku orang baik, aku akan mengantar.” Meylin menghela napas.
Setelah itu minuman pesanan mereka sampai, dengan cepat Sherin dan Meylin menghabiskan minuman itu. “Aku yang bayar,” kata Sherin.
Dengan percaya dirinya Sherin memberikan kartu pemberian Kael, tapi tiba-tiba saja waiters itu datang kembali ke meja Sherin dan Meylin.
“Maaf, saldonya tidak cukup. Apa ada kartu yang lain?”
“Uhuk!” Sherin keselek ludahnya sendiri, ia menatap kaget ke arah waiters. Saldonya tidak cukup?
Sherin memang belum sempat mengecek sisa saldo di kartu itu. Tapi ia tak menyangka kalau dalam dua kali pakai saja sudah akan habis. Pantas saja saat itu Kael mau memberinya sebuah kartu ternyata karena isinya memang sedikit.
“Mey, kali ini kamu yang traktir ... ” ucap Sherin pasrah, ia cuma punya satu kartu itu saja. Meylin mendengus kesal.
“Katanya mau bayar kenapa malah jadi aku yang traktir?” gerutu Meylin tapi tetap mau membayar minuman yang mereka berdua pesan.
Sherin tersenyum miris, nasibnya sial sekali. Kali ini Sherin merasa ia harus punya sebuah pekerjaan agar tidak ada masalah keuangan.
Keduanya pergi seusai membayar, bersama Meylin Sherin pergi ke tempat dimana Anika berada. Dua puluh menit perjalanan taksi yang mereka tumpangi sudah berhenti.
Sherin turun dari mobil, matanya mengamati sekeliling. Mereka sedang berada di halaman gedung milik DY Entertainment, perusahaan hiburan tempat dulu Prisha bekerja. Dari awal karir sampai sukses, Prisha tidak pernah pindah. Masa kontraknya terus di tambah.
Padahal tidak lama lagi masa kontrak Prisha sudah akan berakhir, dulu ia punya niat untuk pindah, menunggu masa kontraknya yang sekarang habis maka Prisha berniat keluar dari perusahaan ini. Tapi apa daya, Prisha malah sudah mati sehingga tidak ada kesempatan untuk itu.
“Hey, ayo!” Meylin menepuk pundak Sherin, membuat gadis itu tersentak.
“Iya.”
Mereka berjalan masuk, karena staff perusahaan ini kenal dengan Meylin, maka akan sangat mudah bagi dirinya untuk keluar masuk. Mereka berjalan melewati lorong, naik lift menuju lantai tujuh. Sherin tahu, lantai itu adalah lantai khusus atasan mereka.
Ketika hampir sampai, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang berasal dari dalam ruangan. Sejenak mereka berhenti, mencoba mengenali suara itu.
“Itu suara kak Anika,” kata Meylin, Sherin mengangguk karena ia juga tahu itu adalah suara manajernya.
“Kalian ini tidak tahu di untung. Belum lama Prisha pergi kalian sudah mau mencari pengganti?” bentak Anika, suaranya sangat keras sampai terdengar keluar ruangan.
Tak lama setelah itu Anika keluar, matanya memancar kilat amarah, langkahnya begitu cepat sampai suara heels di lantai juga cukup kuat.
“Aku tidak peduli! Kalau itu memang mau kalian silahkan, tapi setelah ini aku keluar!!” teriak Anika sebelum benar-benar melangkah semakin jauh.
Sherin dan Meylin masih mengamati, ada tanda tanya muncul di otak keduanya, mengenai Anika yang marah-marah saat ini.
“Kak!” panggil Meylin pada Anika ketika manajer Prisha sudah berada di dekat mereka.
“Mey kenapa kamu di sini?” tanya Anika sedikit terkejut, amarahnya sudah hampir mereda begitu melihat Meylin. Terlihat Anika mencoba mengatur deru napasnya.
“Aku mau mengantar dia, ingin bertemu kakak,” Meylin menunjuk Sherin.
“Siapa dia?” Anika mengerutkan kening, tidak kenal gadis asing ini.
“Lebih baik jangan bicara di sini. Kita cari tempat lain, aku merasa kakiku sudah hampir mati rasa karena berdiri ... ” cicit Sherin sambil tersenyum kikuk.
Mereka tiba di sebuah ruangan, ruangan yang dulu digunakan Prisha untuk beristirahat. Ketika masuk, Sherin merasa sedikit rindu, satu bulan lamanya berpisah dari tempat ini tidak membuatnya langsung lupa.
“Ada urusan apa kalian mau menemuiku?” Anika duduk di sebuah sofa, begitu juga dengan Meylin dan Sherin.
“Aku mau meminjam ponsel Prisha,” ucap Sherin tanpa basa-basi. Anika duduk tegak, memandang Sherin penuh curiga dan tanya.
“Kau ini siapa tiba-tiba ingin meminjam ponsel Prisha?” tanya Anika dengan nada berat, itu artinya dia sedang berhati-hati dengan lawan bicara.
“Tadi dia juga menemuiku dan menanyakan ponsel kak Prisha. Karena tidak ada padaku akhirnya dia mau menemui kak Anika, ya sudah aku antar saja,” jelas Meylin.
“Aku tidak kenal padamu. Jadi aku tidak berhak memberimu ponsel itu.” Anika mengibaskan tangannya. Sherin menunduk kecewa, ternyata begini rasanya tidak di percaya. Atit.
“Dia ini gadis aneh, Kak. Tiba-tiba datang dan meminta ponsel. Oh ya, tadi kakak kenapa?” Meylin memandang Anika penuh tanya, Sherin juga penasaran dengan kejadian yang terjadi di dalam ruangan itu.
Anika mendengus kesal, ia melipat tangan di depan dada lalu berkata, “Aku tidak mau bekerja di sini lagi. Mereka sudah keterlaluan, Prisha belum lama meninggal dan mereka sudah mau mencari pengganti. Apalagi penggantinya itu Iriana, yang sudah jelas dulu adalah musuh bebuyutan Prisha. Kurang aja memang!”
“Pengganti bagaimana?” kini Sherin yang bertanya, ia merasa harus mengetahui hal ini.
“Dulu Prisha yang selalu menjadi prioritas utama perusahaan ini karena memiliki suara yang merdu dan banyak bakat. Produser selalu memberikan lagu-lagu mereka untuk Prisha yang sudah pasti akan terkenal. Tapi baru sebulan Prisha meninggal mereka sudah mau mencari yang lain. Apa tidak bisa menunggu sebentar lagi? Mereka itu hanya menganggap Prisha mesin pencetak uang!” geram Anika.
Sherin termenung mendengar omongan Anika. Mencerna semua kata-katanya. Mengenai Iriana yang akan menjadi pengganti dan dirinya dulu ternyata hanya di anggap mesin pencetak uang oleh perusahaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
penghibur memang begitu nasip, bila sudah tidak ada kemajuan mereka akan cepat mencari penganti takut serekat lingup. begutu juga kalau artis meningal. penghibur ne tidak bertahan lama
2022-04-27
0
Fitri Lubis
Atit 😭😭😭😭😭😭
2022-03-29
0
Lee
Semangat update lg ka othor
2022-03-14
0