Sherin pergi dengan kesal, bersama Ravin ia berjalan keluar dengan menghentakkan kaki sampai terdengar cukup kuat. Sherin mengikuti Ravin dari belakang, begitu masuk ke dalam mobil Sherin membanting pintu.
“Pindah!” tegur Ravin pada Sherin yang duduk di jok belakang.
Sherin mendengus. “Memangnya kenapa kalau aku duduk di sini?” tanyanya ketus.
“Aku bukan supirmu, cepat pindah ke depan!” tegas Ravin, Sherin benar-benar kesal setengah hidup. Entah kenapa tapi rasanya Ravin sangat menyebalkan.
Akhirnya Sherin pindah tempat ke jok depan, di samping Ravin yang mengemudi. Lagi-lagi Sherin membanting pintu, biarlah rusak walau mobil mahal, bukankah Ravin orang kaya?
Mengingat itu Sherin tiba-tiba punya ide, ia tersenyum licik tanpa sepengetahuan Ravin. Kekesalannya barusan sudah hilang di gantikan sebuah rencana yang mungkin bisa membuat moodnya kembali lagi.
“Ayo jalan!” kata Sherin tiba-tiba bersemangat, Ravin menaikkan sebelah alis bingung.
“Aneh,” lirih Ravin sambil melirik Sherin sekilas, lalu ia mulai menghidupkan mesin dan melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah kakek Haris.
“Seperti kata kakek, kita makan siang lalu jalan-jalan,” celetuk Sherin.
“Bukannya kamu tidak mau pergi denganku?” Ravin jadi bingung, tadi Sherin seperti sangat tidak ingin melihatnya apalagi pergi jalan bersamanya tapi sekarang tiba-tiba berubah, lebih cepat dari pada membalik buku.
“Itu tadi tapi sekarang tidak,” Sherin menatap Ravin sambil tersenyum, namun hal itu justru membuat Ravin bergidik ngeri dan merasakan sebuah firasat buruk ketika melihat senyuman itu.
“Lagian kenapa kamu bisa di rumah kakek?” tanya Sherin penasaran.
“Aku sebenarnya malas bertemu perempuan jelek, tapi kakekku memaksa,” jawabnya, Sherin mengangguk paham.
Keheningan tercipta sepanjang perjalanan, Sherin menatap ke arah luar jendela. Gedung-gedung tinggi berbaris menjadi pemandangan tersendiri sampai saat Ravin menghentikan mobilnya barulah Sherin tersadar. Ia mengamati sekeliling, ternyata mereka sudah sampai di sebuah restoran.
Restoran yang sangat Sherin kenali, tempat makan ini adalah restoran favorit Prisha. Setiap makan di luar pasti selalu di tempat ini. Sherin mulai turun dari mobil, kakinya melangkah mengikuti arah Ravin yang sudah jalan lebih dulu.
Jujur Sherin merasa rindu dengan tempat ini, rindu dengan makanannya.
Ravin memilih tempat duduk di bagian pojok dekat jendela, Sherin terkejut karena tempat ini adalah tempat yang selalu ia pakai setiap makan di sini. Tempatnya nyaman bagi Prisha karena tidak berdesak-desakan dengan meja lain, jendela yang mengarah keluar menampakkan hutan pinus yang mengelilingi restoran ini. Ada air mancur dan bunga-bunga yang sengaja di tanam agar terlihat lebih indah.
Jika makan pun Prisha akan membelakangi pengunjung lain karena hal itu tidak akan membuat dia ketahuan. Kalau ketahuan bisa-bisa Prisha di ajak foto oleh para penggemarnya.
Waiters datang, membawa menu. “Cepat pilih!” kata Ravin langsung mengagetkan Sherin.
Dengan senang hati Sherin menyebutkan semua makanan kesukaannya. “Chicken cordon bleu. Charsiu ayam dan nasi hainan, Dessert Beku.”
...⚫⚫⚫...
“Kamu bisa menghabiskan semuanya?” Ravin terbengong melihat semua pesanan Sherin di makan sampai habis.
“Sebenarnya masih ada yang lain, tapi aku tidak mau bertambah gendut,” Sherin tersenyum puas, sudah lama ia tidak makan sebanyak dan seenak ini.
“Kamu memang sudah gendut,” celetuk Ravin, Sherin tersenyum kecut.
“Makanya aku tidak mau makan lebih banyak dari ini,” kata Sherin.
“Sudahlah, lebih baik kita pergi, masih ada perjalanan selanjutnya,” lanjut Sherin.
Sherin jalan lebih dulu masuk ke dalam mobil, di ikuti Ravin di belakangnya. “Kita pulang,” ucap Ravin tiba-tiba saat sudah duduk di bagian kemudi.
“Kenapa?” Sherin mengernyitkan alis bingung.
“Aku masih ada pekerjaan,” kata Ravin mencari alasan, Sherin menggeleng tegas.
“Seperti kata kakek, aku mau pergi jalan-jalan bareng kamu. Ayo, jalan!” desak Sherin, Ravin menghela napas pasrah.
Akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanan, Sherin menyebutkan tempat kunjungan mereka selanjutnya. Ravin sedikit terkejut karena Sherin ingin pergi ke Gym, tapi ia menurut.
Sesampainya di sana Sherin dengan semangat langsung mengganti baju, Sherin hanya memakai sport bra dan legging, hal itu membuat Ravin membelalakkan matanya.
Ternyata walaupun Sherin sedikit gemuk, tubuhnya lumayan bagus. Kulitnya putih dan terlihat mulus, Ravin tanpa sadar langsung menggelengkan kepalanya.
Hampir satu jam lamanya mereka berada di Gym, Sherin tanpa mempedulikan Ravin terus fokus untuk menurunkan berat badan. Ketika sudah merasa lelah barulah Sherin berhenti. Keringat mengucur di dahi dan menetes sampai menyentuh kulit putihnya.
Sherin mendekati Ravin yang sedang duduk sambil bermain ponsel, tangannya terulur mengambil botol aqua di sebelah Ravin. “Aku sudah selesai,” ucap Sherin mengagetkan Ravin.
“Sudah sele-- ” Ravin menghentikan ucapannya, mulutnya kelu tak mampu bicara. Sherin tepat berada di hadapannya, masih dengan memakai pakaian olahraga yang jelas menampilkan bentuk tubuhnya.
Ravin membuang muka lalu berkata, “Ya sudah, kita pulang!”
“Eitss ... Aku belum mau pulang, kita masih ada perjalanan selanjutnya,” tolak Sherin yang belum mau pulang, Ravin mengembus napas berat karena hampir bosan menunggu Sherin selama satu jam dan Sherin masih mau pergi ke tempat lain.
“Aku lelah!”
Sherin memicingkan matanya. “Aku yang olahraga tapi kamu yang lelah?”
“Sudah, jangan banyak alasan. Masih ada dua perjalanan lagi baru setelah itu kita pulang,” Sherin berkata dengan semangat, lalu dengan cepat pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaian.
Perjalanan selanjutnya Sherin meminta Ravin pergi ke Mall, awalnya Ravin masih mencoba menolak tapi Sherin tetap bersikeras. Pergi bersama Ravin ada untung dan ada enggaknya, jadi Sherin harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik-baik.
“Buruan!” Ravin sudah mulai kesal, setibanya di Mall Sherin terus mengajak dirinya untuk terus berjalan. Ravin tidak suka.
“Ah iya, sebentar.”
Sherin mengajak Ravin ke tempat pakaian wanita, Ravin tidak ingin ikut masuk tapi Sherin seret tangannya. Dengan semangat Sherin memilih pakaian yang cocok untuk dirinya sementara Ravin hanya mengamati sambil berdiri.
Sudah dua setel pakaian yang Sherin ambil, dua-duanya sebuah celana dan baju yang biasa di pakai sehari-hari tapi dengan model yang bagus seperti harganya. Sherin belum puas, ia kembali memilih beberapa pakaian.
Ravin yang melihat itu dengan susah payah menelan ludahnya, kini ia tahu apa firasat buruk yang tadi di rasakannya, ternyata Sherin ingin menguras isi dompet Ravin. Tapi, Ravin tidak menghalangi, malah ia tiba-tiba melihat sebuah pakaian yang sepertinya cocok untuk Sherin.
Ravin mengambil pakaian itu, ia mendekati Sherin dan berkata, “Ini yang terakhir.”
Sherin menatap pakaian yang Ravin suguhkan, pakaiannya cantik walaupun sebuah dress, lalu matanya melihat ke arah tangannya yang membawa pakaian. Sudah ada lima setel yang Sherin pilih, ia rasa sudah cukup.
Sherin mengangguk, ia mengambil pakaian yang Ravin berikan dan memberikannya pada pegawai Mall untuk di hitung.
“Kamu yang bayar,” ucap Sherin lalu melenggang pergi meninggalkan Ravin yang hanya bisa terbengong.
Sherin keluar dari Mall dengan hati yang bahagia, bagaimana tidak? Hari ini separuh dari keinginannya sudah terpenuhi. paper bag di tangannya ada tiga buah dan semua isinya adalah pakaian.
Tapi, senyumnya luntur kala ia melihat pemandangan yang membuat Sherin muak. Baru ingin keluar dari Mall, Sherin bertemu dengan Iriana serta mantan kekasih Prisha. Pegangan pada tali paper bag ia eratkan sampai kuku-kukunya memutih.
“Sherin?” sapa Iriana sedikit terkejut, pandangan matanya berpindah pada Ravin yang berada di samping Sherin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
buat biasa saja, buang jauh2 perasaan itu mau bagaimnah lagi kamu sudah orang lain sekarang
2022-04-27
1
Um_bell29
setengah hidup aja yah, klo mati kasian si Ravin😍
2022-03-16
1
Lee
Next ka othor..
2022-03-16
0