Perasaan Sherin jadi campur aduk, mendengar kata-kata Anika yang cukup mengganggu pikirannya. Jika perusahaan menganggap Prisha hanya sebagian alat pencetak uang, apakah Anika juga punya pikiran seperti itu?
“Lalu apakah kamu juga menganggap Prisha sebagai alat pencetak uang?” tanya Sherin lirih, Anika dan Meylin menoleh dan menatap Sherin.
“Dulu pernah berpikir begitu, karena semua artis selalu menghasilkan uang untuk perusahaan. Tapi semakin lama dekat dengan Prisha aku tidak lagi memikirkan hal itu.”
Sherin mengangguk paham, sedikit lega hatinya mendengar perkataan Anika walaupun sempat menganggap dirinya sebagai mesin pencetak uang.
“Jadi aku beneran tidak boleh meminjam ponsel itu?” Sherin kembali bertanya, ia masih penasaran apakah foto dan video itu sudah di hapus atau belum.
“Kamu ini cuma orang asing, mau buat apa kamu pinjam ponsel itu?” kesal Anika.
“Kak, dia bilang ada video di ponsel itu tapi aku tidak tahu video apa. Dia juga bilang kalau dia itu kak Prisha, memangnya aku ini anak kecil? Mana mungkin 'kan kak Prisha hidup lagi,” adu Meylin, Anika menaikkan sebelah alisnya.
“Iya, mana mungkin Prisha hidup lagi. Atau jangan-jangan kamu itu orang gila yang kabur dari rumah sakit?” tuduh Anika pada Sherin yang mendengus kesal mendengar tuduhan itu.
“Aku seratus persen waras, aku cuma mau pinjam saja tidak boleh. Begini saja, apa kalian bisa mencarikan aku pekerjaan?” Sherin mengubah topik, mungkin jika ia memaksa tetap tidak akan mendapatkan ponsel itu. Lebih baik menanyakan pekerjaan agar tidak punya masalah keuangan.
“Ada, jadi Cleaning Service.”
“Cleaning Service?” Sherin melotot kaget. Mana mungkin ia mau jadi tukang bersih-bersih, pekerjaannya dulu sangat jauh dari urusan tukang bersih-bersih seperti itu, sang bintang terkenal tak pernah mengotori tangannya.
“Memangnya kenapa? Kamu tanya kerjaan ya sudah aku tawarkan,” Anika mengangkat bahu, Sherin menggeleng tidak mau.
“Aku mau jadi penyanyi,” celetuknya membuat Anika tertawa terbahak.
“Hahaha ... Dengan wajahmu yang begini tidak mungkin bisa jadi penyanyi,” ucap Anika menohok, Sherin mendengus kesal karena tahu apa yang di maksud Anika.
“Tapi aku punya suara yang bagus,” kilah Sherin, Anika menggelengkan kepalanya sambil berusaha menahan tawa yang tidak ingin berhenti.
“Jadi penyanyi bukan hanya dengan modal suara, tapi wajah juga prioritas utama. Dengan wajahmu yang punya bekas luka dan badanmu yang gemuk akan sulit mencari penggemar. Kebanyakan penggemar suka melihat fisik, buktinya Iriana yang suaranya tidak terlalu bagus bisa punya banyak penggemar dan mau di jadikan top internasional oleh perusahaan.”
...⚫⚫⚫...
Sepanjang perjalanan Sherin mencerna ucapan manajer Prisha itu, memang ada benarnya juga. Jika punya suara emas sekalipun tapi wajah tidak mendukung maka sulit untuk maju ke depan. Yang ada hanyalah mendapatkan cemoohan dari haters karena punya wajah yang jelek.
Jadi harus bagaimana Sherin mendapatkan pekerjaan? Dulu ia mudah maju dan menjadi terkenal karena punya wajah yang cantik serta suara emas yang amat merdu. Bahkan bakatnya tidak hanya menyanyi, memainkan alat musik dan berakting itu hal mudah bagi Prisha.
Sherin mengacak rambutnya, merasa pusing dengan kehidupan yang sekarang.
“Jangan suka bermimpi terlalu tinggi,” celetuk Meylin yang duduk di samping Sherin, sejak keluar perusahaan DY Entertainment, Sherin terus melamun dan menghela napas. Tentu ia tahu apa yang sedang di pikirkan gadis yang baru Meylin kenal itu.
“Kenapa?” Sherin menoleh menatap Meylin yang sedang mengemut permen, kesukaan Meylin sejak dulu.
“Kalau jatuh takutnya tak bisa bangkit lagi.”
Sherin lagi-lagi menghela napas. “Aku malah sudah merasa jatuh dan tidak bisa bangkit lagi,” ucapnya dengan nada seakan sudah tidak punya harapan.
“Sabar, masa depanmu masih panjang. Jangan mudah menyerah, tapi ya jangan suka mengkhayal terlalu tinggi,” Meylin menepuk pundak Sherin beberapa kali.
“Aku bukan anak kecil!” kata Sherin.
Meylin menatap Sherin heran lalu berkata, “Dih! Siapa yang anggap kamu anak kecil?”
“Ya sudah, tolong antarkan aku pulang.”
Meylin mendelik, seenaknya saja Sherin meminta di antar pulang, memangnya mereka sudah kenal lama? Sherin ini tidak tahu malu, pikir Meylin.
“Keinginan terakhir hari ini,” Sherin berucap sebelum Meylin menolak, kali ini Meylin yang mendengus kesal.
“Tadi sudah bilang keinginan terakhir, tapi masih minta lagi. Memangnya aku ini jin?” kata Meylin sambil melipat tangan di depan dada, bibirnya mengerucut tanda kesal tapi hal itu malah membuat Sherin tertawa melihat wajah lucu Meylin.
Akhirnya setelah beberapa kali bujukan Meylin luluh dan mau mengantar Sherin pulang. Menyebutnya alamat rumah pada supir taksi. Sherin akan pulang ke tempat nenek Linda, karena belum berpamitan untuk ke rumah Arvin.
Walaupun sejujurnya Sherin ingin tetap di rumah nenek karena kasurnya empuk.
“Terimakasih traktirannya,” Sherin melambaikan tangan pada Meylin yang memandang dirinya kesal. Lalu mobil melaju meninggalkan halaman rumah nenek, Sherin berbalik dan mulai berjalan dengan hati sedikit bahagia.
Ia baru merasakan bagaimana rasanya di traktir seseorang, dan ternyata sedikit menyenangkan. Dulu, saat menjadi Prisha, ia yang selalu mentraktir karena punya banyak uang tapi sekarang kebalikannya. Ia tak punya uang dan butuh traktiran.
Tiba di dalam rumah sudah di sambut oleh orang-orang yang duduk di sofa, senyum Sherin mengembang melihat kakek dan nenek barunya tapi seketika hilang di gantikan raut wajah suram.
Sherin memandang ke arah Ravin kesal, adanya pria itu membuat mood Sherin jadi berantakan. Kekesalannya pada Ravin karena ucapannya tadi malam membuat Sherin menyimpan sedikit benci untuk pria yang statusnya adalah tunangannya.
“Sherin pulang, Nek.” Sherin mendekati nenek Linda yang duduk di sofa, di tangan nenek ada sebuah benda yang Sherin tidak tahu apa itu, nenek tersenyum menatap cucunya.
“Nenek pikir kamu pulang malam ... ”
Sherin menggeleng. “Aku tidak ada alasan untuk pulang malam. Oh ya, kenapa dia ada sini?” Sherin menunjuk ke arah Ravin.
“Tadi Kakek yang menyuruh Ravin datang, kakek ingin kalian pergi berdua agar bisa saling kenal. Pernikahan memang tidak buru-buru tapi hanya dua bulan, waktunya pas-pasan.”
Sherin menggeleng tegas. “Tapi Sherin baru pulang ... ” ucap Sherin mencari alasan, ia tidak mau pergi berdua dengan Ravin, Karena Sherin tidak mau di cemooh lagi.
“Sebentar saja, sebentar lagi waktunya makan siang jadi kalian bisa pergi makan siang bersama di luar. Lalu jalan-jalan baru pulang ... ” kali ini nenek yang bicara, Sherin masih menggeleng tanda tidak mau.
“Aku mau bantu Nenek saja,” Sherin menunjuk ke alat yang ada di tangan nenek, bentuknya bulat dan ada kain yang terjepit di sana.
“Kamu tidak akan bisa membantu Nenek menyulam. Memegang jarum saja kamu tidak pernah,” Sherin menunduk kecewa, rupanya menyulam dan tentu saja dia tidak tahu bagaimana caranya.
“Tapi, aku-- ” belum sempat Sherin menyelesaikan ucapannya, kakek tiba-tiba teriak.
“Ya Tuhan, dadaku sakit. Apa aku akan masuk rumah sakit lagi?” keluh kakek tapi pura-pura, Sherin refleks melihat sang kakek yang memegang dadanya sambil menunduk.
“Kakek 'kan baru sembuh ... ” ucap Sherin heran.
“Sherin, jika kamu tidak menuruti Kakek, mungkin kakek akan sakit lagi,” Kakek meringis menahan sakit walaupun bohongan.
Sherin mengerucutkan bibirnya, ia tahu kakek sedang akting. Mana mungkin bisa tiba-tiba sakit dada. Tapi karena kakek terus mendesak dengan terpaksa Sherin menurut, pergi berdua dengan Ravin yang Sherin benci.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Um_bell29
😂😂bagus kek, dukung terus cucumu. Senjata terampuh itu emang👍
2022-03-17
2
Lee
Next update lg kak
2022-03-14
0
LeoRani
kalau ia, boleh deh aku gantiin prisha (pencetak uang)
2022-03-13
0