Bab 20. Potret Ibu Kota

Langkah kaki milik wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu diarahkannya ke sudut bawah jembatan layang. Dari kejauhan, nampak beberapa kumpulan anak kecil yang duduk bersila sembari menghitung kepingan dan lembaran uang. Wajah mereka nampak kusam akibat terlalu lama terpapar sinar sang raja siang. Pakaian yang mereka kenakan pun nampak begitu lusuh dan usang. Namun, tidak dapat dipungkiri jika wajah mereka mengeluarkan aura suasana hati yang riang.

"Hallo semua!"

Dewi menyapa anak-anak kecil yang rata-rata berusia tujuh sampai sembilan tahun. Meski nampak sedikit kikuk namun Dewi tetap berusaha untuk bergabung. Bagaimanapun, anak-anak inilah yang kelak akan menjadi temannya untuk berburu peruntungan di kota Jakarta sehingga benar-benar bisa menjadi orang yang beruntung.

Anak-anak itu hanya sekilas melihat ke arah Dewi kemudian mereka lanjutkan acara menghitung pendapatan hasil mengamen seharian ini. Dewi sedikit tersentak, karena tidak mendapat respon sama sekali. Namun ia tetap tidak menyerah, ia bertekad harus bisa berbaur dan bisa lebih dekat dengan anak-anak ini.

"Apakah Kakak boleh ikut bergabung?"

"Memang Kakak bisa menyanyi? Kalau Kakak tidak bisa menyanyi, tidak boleh ikut dengan kami."

Pada akhirnya, seorang anak kecil berusia sekitar delapan tahun dengan rambut dikucir kuda itu menanggapi apa yang menjadi maksud dan tujuan Dewi. Seakan mendapatkan angin segar, Dewi seketika menganggukkan kepala dan tersenyum penuh arti. Ia pun semakin merapatkan tubuhnya ke arah anak-anak ini.

"Apakah kalian ingin mendengar Kakak bernyanyi?"

"Silakan saja Kakak bernyanyi. Dan jika memang benar suara Kakak bagus, Kakak bisa ikut kami mengamen di pinggir jalan."

Dewi kembali menyunggingkan senyum. Ia mulai mengambil dan mengatur napas untuk mulai bernyanyi.

Hadapi dengan senyuman

Semua yang terjadi biar terjadi

Hadapi, dengan tenang jiwa

Semua kan baik-baik saja

"Bagaimana? Apakah Kakak bisa ikut mengamen bersama kalian?"

Kumpulan anak itu saling melempar pandangan dan sama-sama terperangah tiada percaya. Setelah itu mereka edarkan manik mata mereka ke arah Dewi dengan sorot mata takjub begitu kentara. Ragu bahwa suara wanita yang baru tiba ini tidaklah merdu namun pada kenyataannya adalah sebaliknya. Suara wanita ini sungguh bisa membuat siapa saja yang mendengar merinding seketika. Bukan karena seperti suara kuntilanak atau makhluk tak kasat mata sejenisnya, melainkan suara wanita ini sungguh dapat menggetarkan seonggok daging yang bersemayam di dalam dada.

"Waaaa ... suara Kakak benar-benar merdu. Kalau begitu Kakak boleh bergabung bersama kami. Selepas ini, kita akan mengamen lagi."

Senyum manis membingkai bibir tipis Dewi. Tidak ia sangka jika akan mendapatkan apresiasi semanis ini. Namun dengan cara seperti ini, setidaknya menjadi awal yang baik untuk memulai hari-hari barunya di kota Jakarta ini.

"Terima kasih Sayang. Kelak, kalian pasti juga akan bisa memiliki suara seperti Kakak. Apakah saat ini Kakak bisa menjadi teman kalian semua?"

Lagi-lagi gadis berkucir kuda dan semua orang yang berada di tempat ini hanya bisa saling melempar pandangan. Tanpa terduga, mereka menghamburkan tubuh masing-masing ke dalam dekapan Dewi.

"Mulai saat ini Kakak akan menjadi bagian dari keluarga besar kami. Kita semua akan mencari uang bersama-sama."

Jatuh sudah setetes embun yang bergelayut manja di kelopak mata Dewi. Ketika dirinya ingin menyerah karena mendapatkan sambutan mengesankan dengan kejadian penjambretan yang ia alami, pada kenyataannya penawar itu sudah ia dapatkan kini. Pengakuan keluarga oleh beberapa orang yang tinggal di kota ini sudah cukup menjadi peredam segala kesakitan di hati.

"Terima kasih banyak Sayang. Kakak bahagia sekali bisa menemukan keluarga seperti kalian. Semoga kita bisa senantiasa bersama seperti ini ya."

Kumpulan anak-anak itu melepaskan diri dari dekapan tubuh Dewi. Mereka mengangguk bersamaan seakan menjadi sebuah isyarat bahwa mereka menyambut kedatangan Dewi sepenuh hati. Wajah polos yang memancarkan ketulusan hati.

"Baiklah kalau begitu, Kak...?"

Gadis berkucir kuda itu menggantung ucapannya di kala ia ingin memanggil nama Dewi namun tidak ia ketahui siapa. Dewi pun hanya bisa terkekeh kecil dibuatnya.

"Nama kakak, Dewi, Sayang. Senang bertemu dan berkenalan dengan kalian."

"Baiklah, sebentar lagi kak Dewi bersiap-siap ya. Kita akan mengamen lagi."

"Baik Sayang, terima kasih banyak."

***

Hiruk pikuk keramaian kuda-kuda besi nampak menjamah setiap sudut jalanan ibu kota. Bunyi klakson terdengar bersahutan memekak telinga. Seakan berebut untuk menjadi penguasa jalan yang dapat bertingkah semaunya. Tanpa memperdulikan semua yang berada di sekelilingnya.

Anak-anak kecil dengan peralatan seadanya mulai turun ke jalanan. Menggunakan kemampuan yang mereka miliki untuk bisa menyambung kehidupan. Apalagi yang mereka lakukan jika bukan dengan menjadi pengamen jalanan.

Sebuah potret kerasnya kehidupan ibu kota dapat Dewi saksikan saat ini, tepat di depan kedua matanya. Anak-anak yang sejatinya berhak mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak, harus mengorbankan itu semua. Mengorbankan masa-masa bahagia mereka untuk bisa mempertahankan nyawa. Sejak kecil, mereka seakan ditempa untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah di jalanan sehingga lupa bahwa pendidikan merupakan satu hal yang begitu penting untuk anak-anak seusia mereka.

Namun kembali lagi, bahwa kebahagiaan masing-masing orang dan masing-masing anak memang berbeda. Bisa saja bagi mereka yang tinggal di tempat ini, bisa mencari uang dengan cara seperti ini sudah menjadi satu hal yang membuat mereka berbahagia. Berbahagia karena mereka bisa ikut menjadi tulang punggung keluarga. Barangkali di tempat tinggal mereka ada raga yang tengah terbaring lemah yang memaksa mereka untuk ikut melawan pahit getirnya dunia. Atau mungkin di tempat mereka tinggal ada seonggok raga yang tidak dapat berbuat apa-apa sehingga hanya mengandalkan hasil dari anak-anak itu menjadi pengamen jalanan untuk sekedar membunuh rasa lapar dan dahaga.

Bukan salah siapa-siapa karena keadaan lah yang mungkin memaksa mereka untuk memilih pilihan ini untuk tetap bertahan. Sehingga membuat mereka berpedoman tidak perlu sekolah asalkan bisa makan. Potret realita kerasnya ibu kota seperti inilah yang membuat air mata Dewi kian tidak dapat tertahankan. Satu persatu menetes perlahan.

Betapa kita yang memiliki takdir hidup yang jauh lebih baik dari mereka banyak-bayak bersyukur akan kebaikan yang telah diberikan oleh sang Maha penggenggam kehidupan. Dengan potret yang disajikan oleh penulis ini semoga bisa menjadi pengingat diri bahwa di sana, di bawah kita masih banyak orang-orang yang memiliki kehidupan yang jauh dari kata sempurna.

Terkadang kita begitu enteng tidak menghabiskan makanan yang masuk ke dalam indara pengecap kita padahal di luar sana masih banyak yang bahkan sampai rela mengorek-orek tempat sampah hanya untuk mencari sesuap nasi, meski hanya nasi basi. Semoga part ini bisa menjadi bahan renungan untuk para pembaca dan pastinya Rasti Yulia sendiri.

🍁🍁🍁🍁🍁

Karena novel ini merupakan salah satu novel yang mengikuti event #Mengubah Takdir, maka terus dukung karya ini dengan like, komentar, favorit, rate bintang 5, gift dan juga vote ya Kak... Serta minta doa dari kakak-kakak semua agar semua bisa menjadi berkah.. Boleh juga di share jika memang tulisan ini menginspirasi... Terima kasih kakak-kakak semua❤️❤️❤️

Terpopuler

Comments

❤️⃟WᵃfJonathan

❤️⃟WᵃfJonathan

sukses selalu thor

2022-04-16

0

❤️⃟WᵃfJonathan

❤️⃟WᵃfJonathan

dewi hrs terbiasa dgn anak"

2022-04-16

0

Nofi Kahza

Nofi Kahza

Aku terharu..akhirnya Dewi memiliki teman di kota metropolitan yang keras dan kejam ini🥰
di bab Ini memiliki pesan moral yang di mana kita harus bersyukur dengan apa yang bisa kita nikmati..🥰

Semangat ya Kak Rasti..
semoga menang mengikuti kontes🥰

2022-03-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Hinaan
2 Bab 2. Beban Diri
3 Bab 3. Hengkang
4 Bab 4. Rencana Licik
5 Bab 5. Bergabung Kembali
6 Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7 Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8 Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9 Bab 9. Tak Terduga
10 Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11 Bab 11. Kembali Diuji
12 Bab 12. Mulut Tetangga
13 Bab 13. Meminta Izin
14 Bab 14. Kedatangan Langit
15 Bab 15. Berangkat
16 Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17 Bab 17. Wanita Berusia Senja
18 Bab 18. Berkorban
19 Bab 19. Menentukan Arah
20 Bab 20. Potret Ibu Kota
21 Bab 21. Bhumi
22 Bab 22. Memberi Kabar
23 Bab 23. Nyonya Kartika
24 Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25 Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26 Bab 26. Semuanya Untukmu!
27 Bab 27. Job Baru
28 Bab 28. Istana
29 Bab 29. Svarga Bhumi
30 Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31 Bab 31. Sebuah Rencana
32 Bab 32. Terkesima
33 Bab 33. Kafe
34 Bab 34. Untuk Pertama Kali
35 Bab 35. Kalah Cepat
36 Bab 36. Memulai
37 Bab 37. Se-Simpel Ini?
38 Bab 38. Manis
39 Bab 39. Viral
40 Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41 Bab 41. Menyusul?
42 Bab 42. Undangan
43 Bab 43. Persiapan
44 Bab 44. Show
45 Bab 45. Bertemu
46 Bab 46. Akhirnya
47 Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48 Bab 48. Kecelakaan?
49 Bab 49. Pindah
50 Bab 50. Singa Betina
51 Bab 51. Rekaman
52 Bab 52. Rencana Melamar
53 Bab 53. Di Ruang Keluarga
54 Bab 54. Diary
55 Bab 55. Pingsan
56 Bab 56. Diundur
57 Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58 Bab 58. Mereka?
59 Bab 59. Murka
60 Bab 60
61 Bab 61. Pembalasan
62 Bab 62. Dipermalukan
63 Bab 63. Tersadar
64 Bab 64. Masa Lalu
65 Bab 65. Rencana Jahat
66 Bab 66. Berdamai
67 Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68 Bab 68. Menjalankan Rencana
69 Bab 69. Tragedi
70 Bab 70. Kabar
71 Bab 71. Terbongkar
72 Bab 72. Dijemput ke Penjara
73 Bab 73. Segera Menikah
74 Bab 74. Yang Sebenarnya
75 Bab 75. Bercerai
76 Bab 76. Terima Kasih
77 Bab 77. Sadar
78 Bab 78. Pulang
79 Bab 79. Menikah
80 Bab 80. Sang Dewi -End-
81 Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82 Rilis novel baru
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1. Hinaan
2
Bab 2. Beban Diri
3
Bab 3. Hengkang
4
Bab 4. Rencana Licik
5
Bab 5. Bergabung Kembali
6
Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7
Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8
Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9
Bab 9. Tak Terduga
10
Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11
Bab 11. Kembali Diuji
12
Bab 12. Mulut Tetangga
13
Bab 13. Meminta Izin
14
Bab 14. Kedatangan Langit
15
Bab 15. Berangkat
16
Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17
Bab 17. Wanita Berusia Senja
18
Bab 18. Berkorban
19
Bab 19. Menentukan Arah
20
Bab 20. Potret Ibu Kota
21
Bab 21. Bhumi
22
Bab 22. Memberi Kabar
23
Bab 23. Nyonya Kartika
24
Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25
Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26
Bab 26. Semuanya Untukmu!
27
Bab 27. Job Baru
28
Bab 28. Istana
29
Bab 29. Svarga Bhumi
30
Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31
Bab 31. Sebuah Rencana
32
Bab 32. Terkesima
33
Bab 33. Kafe
34
Bab 34. Untuk Pertama Kali
35
Bab 35. Kalah Cepat
36
Bab 36. Memulai
37
Bab 37. Se-Simpel Ini?
38
Bab 38. Manis
39
Bab 39. Viral
40
Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41
Bab 41. Menyusul?
42
Bab 42. Undangan
43
Bab 43. Persiapan
44
Bab 44. Show
45
Bab 45. Bertemu
46
Bab 46. Akhirnya
47
Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48
Bab 48. Kecelakaan?
49
Bab 49. Pindah
50
Bab 50. Singa Betina
51
Bab 51. Rekaman
52
Bab 52. Rencana Melamar
53
Bab 53. Di Ruang Keluarga
54
Bab 54. Diary
55
Bab 55. Pingsan
56
Bab 56. Diundur
57
Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58
Bab 58. Mereka?
59
Bab 59. Murka
60
Bab 60
61
Bab 61. Pembalasan
62
Bab 62. Dipermalukan
63
Bab 63. Tersadar
64
Bab 64. Masa Lalu
65
Bab 65. Rencana Jahat
66
Bab 66. Berdamai
67
Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68
Bab 68. Menjalankan Rencana
69
Bab 69. Tragedi
70
Bab 70. Kabar
71
Bab 71. Terbongkar
72
Bab 72. Dijemput ke Penjara
73
Bab 73. Segera Menikah
74
Bab 74. Yang Sebenarnya
75
Bab 75. Bercerai
76
Bab 76. Terima Kasih
77
Bab 77. Sadar
78
Bab 78. Pulang
79
Bab 79. Menikah
80
Bab 80. Sang Dewi -End-
81
Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!