Dewi masih setia memapah tubuh wanita berusia senja yang dibuang oleh entah siapa di permukiman kumuh bawah jembatan. Jika sebelumnya dengan susah payah ia memapah tubuh sang nenek sendirian, kini ia dibantu oleh sopir bajaj yang mendadak menjelma seperti malaikat tidak bersayap yang begitu care terhadap orang lain yang tengah mengalami kesusahan. Ia seakan memasang badan demi bisa membantu Dewi agar terlepas dari segala beban yang saat ini ia rasakan.
"Suster, tolong nenek saya ini. Tolong selamatkan dia Suster!"
Dewi sedikit berteriak kala langkah kakinya sudah tiba di lobby rumah sakit Sayap Rajawali seperti yang diinginkan oleh wanita berusia senja ini. Teriakan Dewi itulah yang seketika menarik perhatian orang-orang yang sedang berada di tempat ini. Tanpa diberi aba-aba, mereka menoleh ke arah Dewi yang membuat wanita itu merasa kikuk sendiri.
Dua orang suster dengan langkah kaki lebar mendekat ke arah Dewi. Keduanya juga nampak begitu khawatir dengan kondisi wanita berusia senja di hadapan mereka ini. Tak lama, nampak perawat laki-laki juga turut menghampiri dengan mendorong brankar untuk dapat memberikan pertolongan terhadap pasien yang baru tiba ini.
"Biarkan Nenek ini ditangani oleh dokter ya Kak. Sekarang Kakak langsung ke bagian administratif saja untuk menyelesaikan segala kewajiban yang harus diselesaikan."
Mendengar kata administrasi, tiba-tiba saja membuat tubuh Dewi terperangah tiada percaya. Siluet total biaya yang harus ia tanggung untuk nenek yang baru saja ia temukan ini seketika memenuhi isi kepala. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Dewi pun hanya bisa tersenyum kikuk sembari menggaruk ujung hidung miliknya.
"Baik Sus, akan segera saya selesaikan semua admininstrasinya."
Seakan tidak perduli dengan keterbatasan materi, namun Dewi tetap memberikan sebuah jawaban penuh percaya diri. Meski ia tidak tahu bagaimana caranya untuk dapat keluar dari jeratan biaya administrasi wanita berusia senja ini. Namun ia selalu percaya bahwa setiap ada kesulitan pastilah ada jalan keluar yang mengiringi.
"Pak, saya boleh minta tolong."
Beranggapan bahwa sopir bajaj ini bisa menolong, Dewi bermaksud untuk meminta bantuan. Sang sopir terhenyak, gegas ia menjawab pertanyaan Dewi dengan berkali-kali gelengan. Seakan menegaskan bahwa ia tidak bisa ikut memberikan pertolongan.
"Tidak bisa Mbak, lebih baik sekarang kamu membayar ongkos bajaj saya saja. Karena setelah ini saya harus mengantar pelanggan saya yang lain."
Dewi membuang napas sedikit kasar. Padahal, ia bermaksud untuk meminta tolong sopir bajaj ini untuk menjual kalung yang ia miliki ke pasar. Dan jawaban yang dilontarkan sopir bajaj ini semakin membuat dirinya bertambah gusar.
Dewi mengulurkan lembaran seratus ribuan ke arah sopir bajaj. Dengan gerak cepat, lelaki itu berlalu, melenggang pergi meninggalkan Dewi. Sedangkan Dewi, kembali menatap lekat kalung berliontin hati ini.
Ibu, maafkan Dewi .... Dewi harus menggadaikan kalung ini. Melihat Nenek itu kesusahan, rasanya tidak sampai hati jika Dewi biarkan begitu saja.
***
"Jadi kalian masih belum bisa menemukan keberadaan Ibuku?"
Laki-laki paruh baya yang masih nampak begitu gagah dengan jas yang membalut tubuhnya, melayangkan sebuah tanya kepada lima orang dengan perawakan tinggi dan tegap yang berdiri di hadapannya. Mereka pun hanya bisa menggelengkan kepala.
"Maaf Tuan, kami sama sekali belum bisa menemukan keberadaan Nyonya sepuh. Karena semua CCTV di rumah besar mendadak mati total pada saat kejadian hilangnya Nyonya sepuh."
Salah seorang yang mirip dengan bodyguard itu memberikan penjelasan kepada sang Tuan. Kepalanya menunduk dalam dan suaranya terdengar pelan. Mungkin ia takut jika sampai Tuannya ini menyalahkan.
Brak!!!!
"Sebenarnya kalian itu bisa bekerja atau tidak, hah? Sudah dua hari aku memberikan instruksi namun belum ada hasil yang kalian dapatkan. Kalian ingin mempermainkan aku, hah?!"
Suara gebrakan meja menggema memenuhi langit-langit ruangan. Rahang lelaki itu mengeras seakan menampakkan luapan amarah yang tertahan. Sorot matanya tajam seperti seekor singa yang membidik mangsa di saat kelaparan.
"Maafkan kami Tuan, kami berjanji akan segera menemukan Nyonya sepuh. Saya pastikan tidak akan lama lagi, kami akan berhasil menemukan."
Pemimpin bodyguard itu mencoba untuk menenangkan sang Tuan dengan janji yang terlisan. Meskipun ia tidak tahu seberapa besar tingkat keberhasilan yang akan ia dapatkan.
"Aaarrggghhh ... sudahlah, lebih baik kalian kembali bekerja. Ingat, jangan sampai kalian menemuiku sebelum kalian berhasil menemukan Ibuku. Ingat baik-baik itu!"
"Siap Tuan!"
Sembari membungkuk bersamaan, kelima bodyguard itu meniggalkan ruangan. Lelaki itu kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kursi kebesaran.
"Sudahlah Pa, jangan bebani pikiranmu dengan hilangnya Ibu. Serahkan semuanya kepada bodyguard kita. Mama yakin semua bisa kembali ke keadaan sedia kala."
Seorang wanita yang sedari tadi duduk terdiam di atas sofa, kini mulai membuka suara. Ia dekati suaminya ini sembari mengusap-usap bahu untuk sedikit mentransfer ketenangan jiwa.
"Bagaimana mungkin aku bisa tenang ketika ibuku belum ditemukan. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan beliau saat ini. Apakah ia baik-baik saja atau malah sebaliknya. Dan kamu memintaku untuk tenang? Aku tidak bisa."
"Tapi Pa, kita sudah mengerahkan bodyguard-bodyguard yang yang sudah tidak bisa diragukan lagi kemampuannya. Jadi Papa tenang saja."
Wanita yang tak lain tak bukan adalah sang istri lagi-lagi mencoba untuk menenangkan hati suaminya. Namun, lelaki itu hanya acuh dan memilih tenggelam dalam pikiran dan lamunannya. Rasa bersalah itu seakan akan terus membelenggu jiwa sebelum ia dapati sang ibunda tercinta dalam keadaan baik-baik saja.
***
Dewi berdiri terpaku sembari menatap lekat amplop berwarna putih di depan bagian kasir rumah sakit Sayap Rajawali. Bayang-bayang dua puluh lembar uang seratus ribuan di dalam amplop itu seakan kian menari-nari. Mengusik hati dan pikirannya untuk mengurungkan niat baiknya ini.
Dewi, lebih baik kamu urungkan saja niat baikmu ini. Bukankah kamu juga sedang dalam keadaan susah? Dengan uang hasil menggadai kalungmu ini bisa untuk biaya hidup kamu selama hidup di Jakarta. Ayo, kamu lekas pergi saja dari tempat ini sehingga hidupmu tidak dibebani dengan keberadaan nenek renta itu.
Ingat Dewi, kamu sudah berniat membantu nenek itu. Jadi kamu harus ikhlas melepas uang ini. Jika kamu berbuat baik, percayalah bahwa kebaikan-kebaikan akan turut meliputimu.
Malaikat dan setan seakan berlomba-lomba untuk menguasai hati. Keduanya seakan sama-sama berteriak lantang agar dapat mempengaruhi Dewi.
"Kak, jadi Kakak ingin mengurus administrasi dari pasien yang bernama siapa?"
Pertanyaan dari sang kasir rumah sakit membuat Dewi tersadar dari pikirannya. Ia pun memilih untuk mengikuti apa yang dibisikkan oleh sosok malaikat dalam hatinya.
"Maaf Kak saya tidak tahu nama pasiennya. Namun pasien merupakan seorang nenek yang saya bawa ke sini kurang lebih satu jam yang lalu."
Kasir itu menganggukkan kepala. "Jadi siapa yang akan menjadi penjamin pasien tadi Kak?"
"Saya sendiri Kak. Saya sendiri yang akan menjadi penjaminnya. Jadi harus berapa yang harus saya bayarkan?"
"Untuk biaya awal, paling tidak Kakak harus membayar dua juta rupiah."
Tanpa berpikir panjang Dewi menganggukkan kepala dan tanpa basa-basi pula ia menyerahkan amplop putih yang ia bawa.
"Ini uangnya Kak. Saya harap Nenek tadi bisa segera mendapatkan penanganan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
I.S.DINIa
novel kak rasti selalu kerennnn
2022-03-15
0
Nofi Kahza
jangan ibu yang dtolong Dewi itu, ibunya orang kaya yang hilang itu..?
kok istrinya si orang kaya itu kayak terkesan gk begitu cemas gitu ya? jangan2 dia dalangnya?
sungguh, kebaikan Dewi membuat hatiku terenyuh🥰🥰
2022-03-12
0
noviaryani5
mdh²n penorbananmu kelak akan menuai hasil yg ya wi krn km udh menolong dgn ikhlas tanpa anu
2022-03-11
0