"Rasakan kamu Dew. Hancur sudah namamu saat ini!"
Amara yang sebelumnya duduk di salah satu kursi plastik mengayunkan tungkai kakinya untuk menuju sisi panggung. Lama wanita itu berdiri di sana untuk melihat kekacauan seperti apa yang sedang terjadi di sana. Meski tanpa harus ia melihat ia sudah bisa menebak apa yang terjadi, namun dengan melihat secara langsung seperti ini sungguh bisa membuatnya semakin berpuas diri. Apalagi jika bukan melihat kehancuran Dewi?
"Ra, bagaimana? Sukses semua?"
"Lihatlah sendiri Bang! Sungguh sebuah penampilan yang sempurna!"
Lontaran kalimat bernada sarkas lolos begitu saja dari mulut Amara yang sontak membuat Langit dan Adelia segera merapatkan diri ke arah Amara untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kedua orang itu sama-sama membelalakkan mata dengan bibir menganga lebar seperti dua orang yang tengah terkejut setengah mati. Namun tidak dapat dipungkiri jika apa yang terjadi di atas panggung sana sungguh membuat wajah keduanya berseri-seri.
"Gila, aku benar-benar tidak menyangka jika akan seperti ini. Lihatlah, para tamu undangan itu meneriaki Dewi. Dan itu, itu ada yang melempari Dewi dengan sandal. Hahaha!"
Gelak tawa yang disisipi dengan hinaan terdengar membahana. Buliran bening dari kedua sudut mata Adelia juga nampak menetes, bukan karena rasa sedih namun rasa bahagia. Bahkan ia sampai memegangi perut ketika ia seperti terkena kram karena tiada bisa menghentikan tawa.
"Bagus, aku sungguh menyukai pertunjukan seperti ini. Ini baru namanya pertunjukan yang mengesankan dan tidak akan pernah terlupakan. Hahahaha."
Tidak jauh berbeda dari Amara dan Adelia, Langit pun juga turut mengeraskan tawa melihat Dewi dengan posisi jongkok di atas panggung dengan menenggelamkan wajahnya di sela kedua lututnya. Dari tempat Langit berdiri saat ini, punggung wanita itu nampak naik turun tiada beraturan seakan menegaskan bahwa hatinya ia tengah terluka. Sungguh, sebuah pemandangan yang begitu langka dan membuat Langit bahagia tiada terkira.
Ketiga orang itu semakin larut dalam keberhasilan yang mereka raih atas rencana yang mereka lakukan terhadap Dewi. Mereka tertawa lepas dengan digelayuti oleh rasa berpuas diri tanpa mereka sadari jika mungkin apa yang terjadi saat ini juga akan mengundang keburukan untuk grup Magatra sandiri.
Sedangkan di atas panggung, Dewi masih menangis tergugu menumpahkan segala kesedihan dan rasa malunya. Satya yang sejak tadi mencoba untuk menenangkan Dewi nyatanya sia-sia saja. Wanita itu justru nampak semakin kacau. Ia seperti menangis kencang namun sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Amir dan sang istri ikut naik di atas panggung. Nampak jelas dari raut wajah dua paruh baya itu rasa malu yang tiada terbendung. Dan tentunya rasa kecewa di dalam hati yang kian menggunung.
"Pak Haji, bu Haji!"
Satya sedikit terkesiap kala melihat kedatangan Amir dan juga sang istri. Air muka dua paruh baya itu sudah nampak berbeda dan hanya membuat Satya bergidik ngeri.
"Lekas bawa Dewi ke dalam rumah utama. Dan panggil juga Langit. Segera kita selesaikan kekacauan ini!"
Nada bicara Amir yang sudah meninggi, semakin membuat rasa takut semakin menjalar ke dalam tubuh Dewi. Bagaimanapun juga kejadian ini merupakan pengalaman pertama yang ia hadapi. Menjadi akar kekacauan yang sama sekali tidak dapat ia hindari. Ingin rasanya Dewi memberikan penjelasan, namun ia tidak bisa bersuara sama sekali.
"Baik pak Haji!"
Amir dan sang istri berlalu begitu saja turun dari panggung meninggalkan Dewi. Selepas kepergian Amir, Satya kembali menepuk pundak Dewi sebagai isyarat agar wanita ini bersegera menuju rumah utama untuk bertemu dengan Amir dan sang istri. Meski sempat dihinggapi oleh rasa kecewa, namun jauh di dalam sudut hati terdalam, Satya benar-benar merasa iba akan kejadian yang di alami oleh Dewi ini.
"Dew, segeralah ke rumah utama. Agar permasalahan ini dapat menemukan titik terang segera terselesaikan."
Dewi mendongakkan kepala. Dipandangnya wajah Satya dengan tatapan gundah gulana. Ingin rasanya ia berteriak lantang untuk membebaskan dari belenggu jiwa namun lagi-lagi ia sadar bahwa saat ini ia tidak dapat bersuara.
"Percayalah, semua akan baik-baik saja. Haji Amir dan istri pasti akan bisa memahami."
Seakan mengetahui akan kegundahan yang Dewi alami, Satya mencoba untuk menguatkan hati wanita ini. Meski hal yang mustahil Amir dapat menerima kekacauan ini dengan lapang hati, namun masih terselip sebuah keyakinan bahwa keadaan seperti sedia kala akan segera kembali.
Meski tubuhnya masih bergetar, namun Dewi tetap berupaya untuk bangkit dan berdiri tegar. Cemoohan-cemoohan dari para tamu undangan masih terdengar samar. Namun Dewi mencoba untuk mengabaikan dan segera meninggalkan panggung ini dengan langkah kaki lebar.
***
Bulir-bulir bening itu masih mengalir deras dari sepasang jendela hati milik Dewi. Mengalirkan darah luka tak kasat mata tiada henti sampai ke palung hati. Merasuk ke dalam sukma hingga hanya menyisakan deyutan-denyutan nyeri.
Dewi masih setia duduk di salah satu kursi yang terbuat dari kayu dengan menangkupkan telapak tangannya di wajah. Di depannya telah berdiri beberapa orang yang wajahnya sudah nampak memerah. Dari ekspresi wajah itu dapat dipastikan jika mereka tengah menahan gejolak amarah.
"Apa pertanggungjawabanmu atas kekacauan yang terjadi di atas panggung?"
Amir berdiri di depan jendela sembari melontarkan sebuah tanya tanpa menatap wajah-wajah yang menjadi lawan bicaranya. Lelaki itu tidak habis pikir jika acara yang ia selenggarakan dengan mengundang orang-orang penting menjadi berantakan akibat penampilan grup Magatra. Ini kali pertama Amir dipermalukan secara langsung dan secara nyata. Hingga membuat lelaki itu semakin merasa terhina. Setelah kejadian ini, orang-orang pasti akan menganggap bahwa ia tidak memiliki banyak dana hingga hanya bisa mengundang grup musik yang kualitasnya di bawah rata-rata.
"Saya rasa pak Haji harus meminta pertanggungjawaban langsung kepada Dewi. Karena bagaimanapun juga semua ini terjadi karena kesalahan Dewi. Dewi lah yang tidak bisa memberikan penampilan terbaik yang ia miliki."
Ingin cuci tangan dari kejadian ini, Langit memberikan sebuah pendapat bahwa Dewi lah yang bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini. Selain ingin cuci tangan, Langit juga ingin agar segala bentuk kerugian dilimpahkan sepenuhnya kepada Dewi. Dengan begitu, bayaran yang telah diberikan oleh Amir tidak akan ia kembalikan sama sekali.
Apa maksud bang Langit mengatakan hal itu? Melimpahkan tanggung jawab sepenuhnya kepadaku dan sama sekali tidak membelaku? Tuhan, apakah saat ini aku tengah berada di dalam sebuah jebakan yang bang Langit ciptakan?
Dewi bermonolog dalam hati. Jawaban yang dilontarkan oleh Langit seakan membuat Dewi tersadar bahwa ada kejanggalan dalam kejadian yang ia alami ini. Memori otak Dewi seketika berkelana pada saat Langit tiba-tiba memberikan penawaran untuk bergabung kembali. Bukan hanya itu saja, sikap Adelia dan Amara yang tiba-tiba baik dengan memberinya satu botol air mineral juga tidak luput dari prasangka buruk Dewi.
Apa mungkin air mineral yang diberikan oleh Amara tadi yang membuatku kehilangan suara? Apakah ia telah memasukkan sesuatu di dalam sana sehingga aku mengalami kejadian ini semua? Ya Tuhan, jika memang benar, sungguh keterlaluan sekali mereka semua.
Amir berbalik badan. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk merapatkan diri ke arah Langit. Dengan sorot mata tajam, Amir menatap lelaki berusia tiga puluh lima tahun ini.
"Aku harus minta pertanggungjawaban dari Dewi? Apakah kamu sedang mengigau? Kamu adalah manajer, seharusnya kamu lah yang bertanggung jawab penuh atas kekacauan yang dilakukan oleh vokalis grup musik milikmu."
"Tapi pak Haji. Ini semua murni merupakan kesalahan Dewi. Seharusnya Dewi lah yang ...."
"Dewi masih berada di bawah nama Magatra bukan?"
Perkataan Langit terpangkas di kala Amir menimpali ucapan lelaki itu. Langit pun hanya bisa menganggukkan kepala.
"Iya, Dewi masih berada di bawah naungan nama Magatra!"
Amir tersenyum miring, bisa-bisanya lelaki bergelar manajer itu tidak mengetahui apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang manajer.
"Selama Dewi masih bernaung di bawah nama Magatra, itu artinya kamu lah yang bertanggung jawab atas segala kekacauan yang terjadi. Lain halnya jika Dewi berdiri di atas namanya sendiri, aku baru akan meminta Dewi untuk bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini."
Mendengarkan penuturan Amir hanya bisa membuat Langit terperangah. Begitu berambisi untuk menyingkirkan Dewi, ia sampai tidak berpikir bahwa sejatinya ia telah salah langkah.
"Tapi Pak, saya ...."
"Aku tidak mau tahu dan aku tidak ingin dibantah. Sekarang, kembalikan bayaran yang sudah aku berikan kepadamu. Aku juga minta kamu mengembalikan dua kali lipat karena secara tidak langsung orkes melayu milikmu ini sudah mempermalukan aku di depan umum!"
Kedua bola mata Langit semakin terbelalak sempurna. Ia yang mengira setelah ini bisa tertawa-tawa di atas penderitaan Dewi justru mendapatkan sebuah kenyataan yang tiada terduga. Dan pastinya memberikan kerugian yang lebih besar daripada yang sudah ia terima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nofi Kahza
ini yang namanya senjata makan tuan.. berniat ingin cuci tangan eh air yg digunakan malah air comberan..🤣
Dari awal aku jg dh berpikiran kalau tindakan curang mereka malah akan merugikan diri mereka sndiri..
Piyee to mas .. mas! Makane dadi wong ojo bodo2🤣
2022-03-04
2
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ
sokkkoooorr langit karma tak semanis kurma kan 😂😂😂😂😂
2022-03-03
0
habi_al♌
satu kata buat kamu langit sokooor😤😤😤😤
2022-02-28
0