Bab 9. Tak Terduga

"Rasakan kamu Dew. Hancur sudah namamu saat ini!"

Amara yang sebelumnya duduk di salah satu kursi plastik mengayunkan tungkai kakinya untuk menuju sisi panggung. Lama wanita itu berdiri di sana untuk melihat kekacauan seperti apa yang sedang terjadi di sana. Meski tanpa harus ia melihat ia sudah bisa menebak apa yang terjadi, namun dengan melihat secara langsung seperti ini sungguh bisa membuatnya semakin berpuas diri. Apalagi jika bukan melihat kehancuran Dewi?

"Ra, bagaimana? Sukses semua?"

"Lihatlah sendiri Bang! Sungguh sebuah penampilan yang sempurna!"

Lontaran kalimat bernada sarkas lolos begitu saja dari mulut Amara yang sontak membuat Langit dan Adelia segera merapatkan diri ke arah Amara untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kedua orang itu sama-sama membelalakkan mata dengan bibir menganga lebar seperti dua orang yang tengah terkejut setengah mati. Namun tidak dapat dipungkiri jika apa yang terjadi di atas panggung sana sungguh membuat wajah keduanya berseri-seri.

"Gila, aku benar-benar tidak menyangka jika akan seperti ini. Lihatlah, para tamu undangan itu meneriaki Dewi. Dan itu, itu ada yang melempari Dewi dengan sandal. Hahaha!"

Gelak tawa yang disisipi dengan hinaan terdengar membahana. Buliran bening dari kedua sudut mata Adelia juga nampak menetes, bukan karena rasa sedih namun rasa bahagia. Bahkan ia sampai memegangi perut ketika ia seperti terkena kram karena tiada bisa menghentikan tawa.

"Bagus, aku sungguh menyukai pertunjukan seperti ini. Ini baru namanya pertunjukan yang mengesankan dan tidak akan pernah terlupakan. Hahahaha."

Tidak jauh berbeda dari Amara dan Adelia, Langit pun juga turut mengeraskan tawa melihat Dewi dengan posisi jongkok di atas panggung dengan menenggelamkan wajahnya di sela kedua lututnya. Dari tempat Langit berdiri saat ini, punggung wanita itu nampak naik turun tiada beraturan seakan menegaskan bahwa hatinya ia tengah terluka. Sungguh, sebuah pemandangan yang begitu langka dan membuat Langit bahagia tiada terkira.

Ketiga orang itu semakin larut dalam keberhasilan yang mereka raih atas rencana yang mereka lakukan terhadap Dewi. Mereka tertawa lepas dengan digelayuti oleh rasa berpuas diri tanpa mereka sadari jika mungkin apa yang terjadi saat ini juga akan mengundang keburukan untuk grup Magatra sandiri.

Sedangkan di atas panggung, Dewi masih menangis tergugu menumpahkan segala kesedihan dan rasa malunya. Satya yang sejak tadi mencoba untuk menenangkan Dewi nyatanya sia-sia saja. Wanita itu justru nampak semakin kacau. Ia seperti menangis kencang namun sama sekali tidak mengeluarkan suara.

Amir dan sang istri ikut naik di atas panggung. Nampak jelas dari raut wajah dua paruh baya itu rasa malu yang tiada terbendung. Dan tentunya rasa kecewa di dalam hati yang kian menggunung.

"Pak Haji, bu Haji!"

Satya sedikit terkesiap kala melihat kedatangan Amir dan juga sang istri. Air muka dua paruh baya itu sudah nampak berbeda dan hanya membuat Satya bergidik ngeri.

"Lekas bawa Dewi ke dalam rumah utama. Dan panggil juga Langit. Segera kita selesaikan kekacauan ini!"

Nada bicara Amir yang sudah meninggi, semakin membuat rasa takut semakin menjalar ke dalam tubuh Dewi. Bagaimanapun juga kejadian ini merupakan pengalaman pertama yang ia hadapi. Menjadi akar kekacauan yang sama sekali tidak dapat ia hindari. Ingin rasanya Dewi memberikan penjelasan, namun ia tidak bisa bersuara sama sekali.

"Baik pak Haji!"

Amir dan sang istri berlalu begitu saja turun dari panggung meninggalkan Dewi. Selepas kepergian Amir, Satya kembali menepuk pundak Dewi sebagai isyarat agar wanita ini bersegera menuju rumah utama untuk bertemu dengan Amir dan sang istri. Meski sempat dihinggapi oleh rasa kecewa, namun jauh di dalam sudut hati terdalam, Satya benar-benar merasa iba akan kejadian yang di alami oleh Dewi ini.

"Dew, segeralah ke rumah utama. Agar permasalahan ini dapat menemukan titik terang segera terselesaikan."

Dewi mendongakkan kepala. Dipandangnya wajah Satya dengan tatapan gundah gulana. Ingin rasanya ia berteriak lantang untuk membebaskan dari belenggu jiwa namun lagi-lagi ia sadar bahwa saat ini ia tidak dapat bersuara.

"Percayalah, semua akan baik-baik saja. Haji Amir dan istri pasti akan bisa memahami."

Seakan mengetahui akan kegundahan yang Dewi alami, Satya mencoba untuk menguatkan hati wanita ini. Meski hal yang mustahil Amir dapat menerima kekacauan ini dengan lapang hati, namun masih terselip sebuah keyakinan bahwa keadaan seperti sedia kala akan segera kembali.

Meski tubuhnya masih bergetar, namun Dewi tetap berupaya untuk bangkit dan berdiri tegar. Cemoohan-cemoohan dari para tamu undangan masih terdengar samar. Namun Dewi mencoba untuk mengabaikan dan segera meninggalkan panggung ini dengan langkah kaki lebar.

***

Bulir-bulir bening itu masih mengalir deras dari sepasang jendela hati milik Dewi. Mengalirkan darah luka tak kasat mata tiada henti sampai ke palung hati. Merasuk ke dalam sukma hingga hanya menyisakan deyutan-denyutan nyeri.

Dewi masih setia duduk di salah satu kursi yang terbuat dari kayu dengan menangkupkan telapak tangannya di wajah. Di depannya telah berdiri beberapa orang yang wajahnya sudah nampak memerah. Dari ekspresi wajah itu dapat dipastikan jika mereka tengah menahan gejolak amarah.

"Apa pertanggungjawabanmu atas kekacauan yang terjadi di atas panggung?"

Amir berdiri di depan jendela sembari melontarkan sebuah tanya tanpa menatap wajah-wajah yang menjadi lawan bicaranya. Lelaki itu tidak habis pikir jika acara yang ia selenggarakan dengan mengundang orang-orang penting menjadi berantakan akibat penampilan grup Magatra. Ini kali pertama Amir dipermalukan secara langsung dan secara nyata. Hingga membuat lelaki itu semakin merasa terhina. Setelah kejadian ini, orang-orang pasti akan menganggap bahwa ia tidak memiliki banyak dana hingga hanya bisa mengundang grup musik yang kualitasnya di bawah rata-rata.

"Saya rasa pak Haji harus meminta pertanggungjawaban langsung kepada Dewi. Karena bagaimanapun juga semua ini terjadi karena kesalahan Dewi. Dewi lah yang tidak bisa memberikan penampilan terbaik yang ia miliki."

Ingin cuci tangan dari kejadian ini, Langit memberikan sebuah pendapat bahwa Dewi lah yang bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini. Selain ingin cuci tangan, Langit juga ingin agar segala bentuk kerugian dilimpahkan sepenuhnya kepada Dewi. Dengan begitu, bayaran yang telah diberikan oleh Amir tidak akan ia kembalikan sama sekali.

Apa maksud bang Langit mengatakan hal itu? Melimpahkan tanggung jawab sepenuhnya kepadaku dan sama sekali tidak membelaku? Tuhan, apakah saat ini aku tengah berada di dalam sebuah jebakan yang bang Langit ciptakan?

Dewi bermonolog dalam hati. Jawaban yang dilontarkan oleh Langit seakan membuat Dewi tersadar bahwa ada kejanggalan dalam kejadian yang ia alami ini. Memori otak Dewi seketika berkelana pada saat Langit tiba-tiba memberikan penawaran untuk bergabung kembali. Bukan hanya itu saja, sikap Adelia dan Amara yang tiba-tiba baik dengan memberinya satu botol air mineral juga tidak luput dari prasangka buruk Dewi.

Apa mungkin air mineral yang diberikan oleh Amara tadi yang membuatku kehilangan suara? Apakah ia telah memasukkan sesuatu di dalam sana sehingga aku mengalami kejadian ini semua? Ya Tuhan, jika memang benar, sungguh keterlaluan sekali mereka semua.

Amir berbalik badan. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk merapatkan diri ke arah Langit. Dengan sorot mata tajam, Amir menatap lelaki berusia tiga puluh lima tahun ini.

"Aku harus minta pertanggungjawaban dari Dewi? Apakah kamu sedang mengigau? Kamu adalah manajer, seharusnya kamu lah yang bertanggung jawab penuh atas kekacauan yang dilakukan oleh vokalis grup musik milikmu."

"Tapi pak Haji. Ini semua murni merupakan kesalahan Dewi. Seharusnya Dewi lah yang ...."

"Dewi masih berada di bawah nama Magatra bukan?"

Perkataan Langit terpangkas di kala Amir menimpali ucapan lelaki itu. Langit pun hanya bisa menganggukkan kepala.

"Iya, Dewi masih berada di bawah naungan nama Magatra!"

Amir tersenyum miring, bisa-bisanya lelaki bergelar manajer itu tidak mengetahui apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang manajer.

"Selama Dewi masih bernaung di bawah nama Magatra, itu artinya kamu lah yang bertanggung jawab atas segala kekacauan yang terjadi. Lain halnya jika Dewi berdiri di atas namanya sendiri, aku baru akan meminta Dewi untuk bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini."

Mendengarkan penuturan Amir hanya bisa membuat Langit terperangah. Begitu berambisi untuk menyingkirkan Dewi, ia sampai tidak berpikir bahwa sejatinya ia telah salah langkah.

"Tapi Pak, saya ...."

"Aku tidak mau tahu dan aku tidak ingin dibantah. Sekarang, kembalikan bayaran yang sudah aku berikan kepadamu. Aku juga minta kamu mengembalikan dua kali lipat karena secara tidak langsung orkes melayu milikmu ini sudah mempermalukan aku di depan umum!"

Kedua bola mata Langit semakin terbelalak sempurna. Ia yang mengira setelah ini bisa tertawa-tawa di atas penderitaan Dewi justru mendapatkan sebuah kenyataan yang tiada terduga. Dan pastinya memberikan kerugian yang lebih besar daripada yang sudah ia terima.

Terpopuler

Comments

Nofi Kahza

Nofi Kahza

ini yang namanya senjata makan tuan.. berniat ingin cuci tangan eh air yg digunakan malah air comberan..🤣

Dari awal aku jg dh berpikiran kalau tindakan curang mereka malah akan merugikan diri mereka sndiri..

Piyee to mas .. mas! Makane dadi wong ojo bodo2🤣

2022-03-04

2

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ

sokkkoooorr langit karma tak semanis kurma kan 😂😂😂😂😂

2022-03-03

0

habi_al♌

habi_al♌

satu kata buat kamu langit sokooor😤😤😤😤

2022-02-28

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Hinaan
2 Bab 2. Beban Diri
3 Bab 3. Hengkang
4 Bab 4. Rencana Licik
5 Bab 5. Bergabung Kembali
6 Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7 Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8 Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9 Bab 9. Tak Terduga
10 Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11 Bab 11. Kembali Diuji
12 Bab 12. Mulut Tetangga
13 Bab 13. Meminta Izin
14 Bab 14. Kedatangan Langit
15 Bab 15. Berangkat
16 Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17 Bab 17. Wanita Berusia Senja
18 Bab 18. Berkorban
19 Bab 19. Menentukan Arah
20 Bab 20. Potret Ibu Kota
21 Bab 21. Bhumi
22 Bab 22. Memberi Kabar
23 Bab 23. Nyonya Kartika
24 Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25 Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26 Bab 26. Semuanya Untukmu!
27 Bab 27. Job Baru
28 Bab 28. Istana
29 Bab 29. Svarga Bhumi
30 Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31 Bab 31. Sebuah Rencana
32 Bab 32. Terkesima
33 Bab 33. Kafe
34 Bab 34. Untuk Pertama Kali
35 Bab 35. Kalah Cepat
36 Bab 36. Memulai
37 Bab 37. Se-Simpel Ini?
38 Bab 38. Manis
39 Bab 39. Viral
40 Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41 Bab 41. Menyusul?
42 Bab 42. Undangan
43 Bab 43. Persiapan
44 Bab 44. Show
45 Bab 45. Bertemu
46 Bab 46. Akhirnya
47 Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48 Bab 48. Kecelakaan?
49 Bab 49. Pindah
50 Bab 50. Singa Betina
51 Bab 51. Rekaman
52 Bab 52. Rencana Melamar
53 Bab 53. Di Ruang Keluarga
54 Bab 54. Diary
55 Bab 55. Pingsan
56 Bab 56. Diundur
57 Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58 Bab 58. Mereka?
59 Bab 59. Murka
60 Bab 60
61 Bab 61. Pembalasan
62 Bab 62. Dipermalukan
63 Bab 63. Tersadar
64 Bab 64. Masa Lalu
65 Bab 65. Rencana Jahat
66 Bab 66. Berdamai
67 Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68 Bab 68. Menjalankan Rencana
69 Bab 69. Tragedi
70 Bab 70. Kabar
71 Bab 71. Terbongkar
72 Bab 72. Dijemput ke Penjara
73 Bab 73. Segera Menikah
74 Bab 74. Yang Sebenarnya
75 Bab 75. Bercerai
76 Bab 76. Terima Kasih
77 Bab 77. Sadar
78 Bab 78. Pulang
79 Bab 79. Menikah
80 Bab 80. Sang Dewi -End-
81 Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82 Rilis novel baru
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1. Hinaan
2
Bab 2. Beban Diri
3
Bab 3. Hengkang
4
Bab 4. Rencana Licik
5
Bab 5. Bergabung Kembali
6
Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7
Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8
Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9
Bab 9. Tak Terduga
10
Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11
Bab 11. Kembali Diuji
12
Bab 12. Mulut Tetangga
13
Bab 13. Meminta Izin
14
Bab 14. Kedatangan Langit
15
Bab 15. Berangkat
16
Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17
Bab 17. Wanita Berusia Senja
18
Bab 18. Berkorban
19
Bab 19. Menentukan Arah
20
Bab 20. Potret Ibu Kota
21
Bab 21. Bhumi
22
Bab 22. Memberi Kabar
23
Bab 23. Nyonya Kartika
24
Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25
Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26
Bab 26. Semuanya Untukmu!
27
Bab 27. Job Baru
28
Bab 28. Istana
29
Bab 29. Svarga Bhumi
30
Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31
Bab 31. Sebuah Rencana
32
Bab 32. Terkesima
33
Bab 33. Kafe
34
Bab 34. Untuk Pertama Kali
35
Bab 35. Kalah Cepat
36
Bab 36. Memulai
37
Bab 37. Se-Simpel Ini?
38
Bab 38. Manis
39
Bab 39. Viral
40
Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41
Bab 41. Menyusul?
42
Bab 42. Undangan
43
Bab 43. Persiapan
44
Bab 44. Show
45
Bab 45. Bertemu
46
Bab 46. Akhirnya
47
Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48
Bab 48. Kecelakaan?
49
Bab 49. Pindah
50
Bab 50. Singa Betina
51
Bab 51. Rekaman
52
Bab 52. Rencana Melamar
53
Bab 53. Di Ruang Keluarga
54
Bab 54. Diary
55
Bab 55. Pingsan
56
Bab 56. Diundur
57
Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58
Bab 58. Mereka?
59
Bab 59. Murka
60
Bab 60
61
Bab 61. Pembalasan
62
Bab 62. Dipermalukan
63
Bab 63. Tersadar
64
Bab 64. Masa Lalu
65
Bab 65. Rencana Jahat
66
Bab 66. Berdamai
67
Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68
Bab 68. Menjalankan Rencana
69
Bab 69. Tragedi
70
Bab 70. Kabar
71
Bab 71. Terbongkar
72
Bab 72. Dijemput ke Penjara
73
Bab 73. Segera Menikah
74
Bab 74. Yang Sebenarnya
75
Bab 75. Bercerai
76
Bab 76. Terima Kasih
77
Bab 77. Sadar
78
Bab 78. Pulang
79
Bab 79. Menikah
80
Bab 80. Sang Dewi -End-
81
Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!