Wanita berusia senja itu nampak terbaring lemah di atas hospital bed yang berada di salah satu bangsal kelas dua rumah sakit Sayap Rajawali. Berbagai macam peralatan medis nampak menghias tubuh lemah wanita ini. Matanya terpejam seperti tengah menyelami lautan mimpi. Tubuhnya juga tergolek lemah, terlihat lelah sekali. Mungkin memang benar, lelah menghadapi pahit getirnya dunia ini.
Wanita yang seharusnya menjalani masa-masa senjanya dengan penuh kebahagiaan, ini justru sebaliknya. Wanita itu nampak begitu tersiksa menjalani hari-harinya. Dan pada akhirnya, ia dibuang tanpa seorang pun yang tahu apa alasannya.
Tap .... tap .... tap ....
Suara derap langkah kaki terdengar memenuhi lorong-lorong rumah sakit Sayap Rajawali. Sepasang kaki milik seorang laki-laki memasuki ruangan di mana merupakan tempat terbaring wanita berusia senja ini. Ia menajamkan indera penglihatannya, untuk memastikan bahwa wanita berusia senja inilah yang ia cari.
Seorang dokter dan beberapa perawat yang mendampingi lelaki itu menundukkan kepala. Jantung mereka berdegup kencang tiada beraturan. Dari raut wajah yang ditampakkan, mereka seperti orang yang tengah ketakutan.
"Apakah kalian tahu apa kesalahan yang kalian lakukan?"
Tanpa basa-basi lelaki dengan perawakan tinggi tegap itu langsung menjejali dokter dan perawat yang ada di hadapannya dengan pertanyaan yang sukses semakin membuat jantung mereka berdegup kencang. Dari pertanyaan yang terlontar, dapat dipastikan jika ada kesalahan yang telah mereka lakukan.
Dokter itu menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu Tuan. Saya benar-benar tidak tahu. Saya merasa sudah melakukan tugas saya dengan baik dan sesuai prosedur rumah sakit."
Lelaki dengan postur tubuh tegap itu hanya bisa memijit pelipis. Mendengar sang dokter berbicara, membuat rasa pening tiba-tiba datang tanpa bisa ditepis.
"Aku percaya bahwa kamu sudah melakukan yang terbaik dan sesuai dengan prosedur rumah sakit. Tapi apakah kalian tahu siapa orang ini?"
Sang dokter dan perawat hanya bisa saling melempar pandangan. Mereka sama-sama menggelengkan kepala bersamaan.
"Beliau ini adalah Nyonya Kartika Dewi. Istri dari pendiri rumah sakit ini."
Sepasang netra dokter dan perawat itu seketika terbelalak dan membulat sempurna. Mereka tidak menyangka bahwa wanita berusia senja yang sedang tergolek lemah di atas hospital bed ini merupakan orang nomor satu di rumah sakit tempat mereka bekerja. Seketika bulu kuduk mereka meremang dan surat peringatan ataupun pemecatan tiba-tiba saja datang membayang.
"B-benarkah itu Tuan? Saya sungguh tidak mengetahui perihal itu."
Meski tergagap dan diliputi oleh perasaan takut yang menyergap, namun dokter itu tetap berupaya untuk tetap tenang. Ia tidak ingin jika sampai kegugupan yang ia rasakan justru hanya membuatnya semakin berbuat kekeliruan.
"Kamu tidak tahu bahwa beliau ini istri dari pendiri rumah sakit Sayap Rajawali? Memang sudah berapa lama kamu bertugas di rumah sakit ini?"
"Maaf Tuan, baru tiga bulan saya praktek di rumah sakit ini. Sehingga saya tidak tahu siapa ibu Kartika Dewi ini."
Lelaki berpawakan tegap dan tinggi itu hanya bisa berdecak lirih sembari menggeleng-gelengkan kepala. Saat ini, ingin rasanya ia meluapkan amarahnya atas keteledoran doker ini. Karena membiarkan istri dari pendiri rumah sakit ini menempati ruang perawatan biasa dan bukan VVIP. Namun bisa apa dia mengingat dokter ini adalah dokter baru yang baru tiga bulan bertugas di rumah sakit ini.
"Baiklah, untuk kali ini aku maafkan kesalahan kamu. Namun ingat, untuk lain kali kamu harus paham siapa saja yang menjadi anggota keluarga pendiri rumah sakit ini."
"Baik, Tuan. Saya akan mengingatnya baik-baik."
"Sekarang, lekas pindahkan Nyonya Kartika ke ruang VVIP dan berikan pelayanan yang terbaik."
"Baik Tuan."
Dewi yang sedari tadi berdiri di depan pintu, mencoba untuk mencerna setiap kata yang terucap dari lelaki dengan perawakan tinggi tegap itu. Ia baru paham jika sang nenek yang ia temukan merupakan pemilik rumah sakit Sayap Rajawali ini dan sekarang sudah bertemu dengan salah satu anggota keluarnya. Pada akhirnya, Dewi memutar tumit, mengayunkan tungkainya untuk bersegera meninggalkan ruang rawat sang nenek.
"Syukurlah, nenek sudah bertemu dengan anggota keluarganya. Aku rasa cukup sampai di sini kewajibanku untuk memberikan pertolongan untuk nenek itu. Semoga lekas sembuh ya Nek."
Dewi bermonolog lirih sembari menatap lekat wajah Kartika dari depan pintu. Ia letakkan parcel buah yang berada di dalam genggaman yang sebelumnya ia beli sesaat setelah keluar dari pegadaian. Gegas, Dewi mengambil langkah kaki lebar untuk keluar dari area rumah sakit ini.
Lelaki tegap yang sebelumnya berada di dalam ruang inap, tiba-tiba berdiri terpaku kala manik matanya menangkap seonggok parcel yang tergeletak di depan pintu. Ia ambil parcel itu dengan sesekali mengedarkan pandangannya ke arah kiri kanan. Ia berpikir parcel ini milik salah satu pengunjung rumah sakit ini.
Dahi lelaki itu mengerut dengan kedua alis yang saling bertaut. Ia teramat heran dengan keberadaan parcel buah yang tiba-tiba ini.
Milik siapa parcel ini? Apakah ada seseorang yang mengetahui keberadaan Nyonya Sepuh di rumah sakit ini? Ah ... astaga, mengapa aku melupakan satu hal? Siapa yang telah membawa Nyonya sepuh ke rumah sakit ini? Ayo Hans segera cari tahu siapa orang itu.
***
Angin yang berhembus kencang menerpa wajah Dewi yang tengah melangkahkan kaki menyusuri ruas jalan di sudut kota Jakarta. Setelah kepergiannya dari rumah sakit, ia memutuskan untuk kembali ke tempat semula. Tempat di mana ia menemukan wanita berusia senja itu dibuang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Ia merasa bahwa tempat inilah yang cocok untuk ia jadikan sebagai tempat tinggal.
Di samping sebuah tempat tinggal yang terbuat dari triplek, ia mendaratkan bokongnya. Perlahan, ia membuka sebuah bungkusan yang berisikan nasi, telur dadar dan sayur daun pepaya. Ia makan begitu lahap saat rasa lapar itu kian merayap.
Suapan demi suapan nasi bungkus itu masuk ke dalam indera pengecapnya. Tidak ada perasaan lain yang ia rasakan selain rasa lega karena bisa mengisi perut kosongnya. Tatapannya pun seketika menerawang, teringat akan sang adik dan Ibunda tercinta.
Ibu, maafkan Dewi karena belum sempat memberi kabar. Dewi benar-benar belum bisa untuk menberikan kabar. Dewi juga tidak ingin membuat ibu cemas jika sampai mengetahui bahwa Dewi mengalami ujian yang bertubi-tubi di kota ini. Tapi Dewi berjanji tidak akan menyerah. Dewi akan berusaha keras untuk bisa bertahan hidup di kota ini.
Rasa sesak tiba-tiba menyeruak di dalam dada. Tanpa terasa, setetes bulir bening dari pelupuk mata Dewi menetes begitu saja. Gegas, ia menyeka bulir bening itu, menghirup napas dalam-dalam, ia hembuskan perlahan dan membusungkan bahu untuk lebih tegar dalam melangkah.
Manik mata Dewi, tertuju pada segerombolan anak kecil yang mencoba mengais rezeki di pinggir jalan. Mereka mengamen untuk mendapatkan uang.
Apakah aku harus ikut mengamen juga untuk bisa bertahan hidup di Jakarta?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nofi Kahza
waah.. tidak disangka, ternyata nenek yang dtolong Dewi adalah orang nomor 1 di rumah sakit. Hans, kau harus menemulan Dewi untuk membalas budi..
Gpp Dewi..mending jd pengamen daripada jadi pengemis.. kali aja pas kamu ngamen, suaramu emasmu bs viral🥰
2022-03-13
2
noviaryani5
gpp wi ngamn jg yg penting halal dr ngamen lah kelak km bs naik menjadi seorang diva
2022-03-11
0
☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ
yg sabar ya dew semua akan indah pada waktunya tinggal bilang ke kak rasti ajh jgn kejam² gt sm dewinya😁😁
2022-03-07
8