Wajah Amir dan sang istri nampak berseri layaknya mentari pagi kala melihat para tamu undangan sudah tiba di kediamannya. Rumah megah seluas lima ratus meter itu sudah mulai ramai dikunjungi oleh para tamu undangan dari berbagai macam kalangan. Kalangan pengusaha, sosialita sampai kepala desa dan juga camat turut serta datang memenuhi undangan. Tidak lupa, para tetangga yang tinggal di sekitar rumah Amir juga turut serta dalam acara yang diadakan.
Layaknya seorang ayah yang sedang mengadakan acara resepsi pernikahan untuk putrinya, acara syukuran ini juga tidak kalah mewah. Tenda gelombang sentris berwarna coklat susu nampak terpasang di depan halaman. Tangkai-tangkai bunga mawar kuning juga menghiasi dan nampak mengesankan. Kursi-kursi tamu dengan cover berwarna putih dengan hiasan pita berwarna emas juga nampak berjajar rapi yang semakin menegaskan jika acara ini merupakan acara besar.
Meja prasmanan juga nampak memanjang. Dihiasi oleh berbagai menu sajian nusantara yang pastinya akan memanjakan lidah hingga perut terasa kenyang. Para tamu dapat menikmati hidangan yang tersaji sepuasnya bahkan boleh juga untuk dibawa pulang.
Sebuah panggung berdiri megah di depan bagian teras yang mana merupakan tempat Amir dan sang istri akan memberi sambutan. Di sebelah panggung utama juga terdapat sebuah panggung yang berukuran lebih kecil yang akan menjadi tempat Dewi menunjukkan kepiawaiannya.
Rasa gugup tiba-tiba saja menyerang Dewi. Hari ini, untuk kali pertama ia menunjukkan kebolehannya di hadapan orang-orang besar. Ia yang biasanya menunjukkan kelebihannya di depan orang-orang biasa kini di hadapan orang-orang penting.
Sesekali Dewi menghela napas panjang kemudian ia hembuskan perlahan. Ia buang jauh rasa gugup itu kemudian ia ganti dengan satu keyakinan. Keyakinan bahwa penampilannya di atas panggung nanti akan berjalan lancar tanpa halangan.
"Dew, bersiap-siaplah. Kita akan segera tampil!"
Satya memberikan sebuah instruksi kepada Dewi agar wanita itu bersiap-siap, mengingat susunan acara demi acara sudah selesai diselenggarakan. Kini tiba saatnya untuk menikmati sajian hiburan. Di mana Dewi akan mendendangkan lagu-lagu sesuai dengan tema yang diadakan.
"Baik Bang."
Dewi kembali menghela napas panjang. Ia berjalan tegap dengan membusungkan dada. Mencoba untuk percaya bahwa segalanya akan berjalan dengan sempurna. Ia pun berjalan di belakang Satya untuk segera naik ke atas panggung.
"Kamu yakin Ra jika rencana kita ini akan berhasil?"
Adelia bertanya dengan sedikit keraguan yang masih nampak di raut wajahnya. Untuk kali pertama ia melakukan rencana seperti ini, sehingga wajar saja jika ia masih sedikit merasa sanksi akan tingkat keberhasilannya.
Langit, Amara dan Adelia duduk di sebuah kursi yang berada di belakang panggung. Ketiga orang itu nampak berbincang-bincang sembari menikmati kudapan yang diberikan oleh salah seorang pelayan yang bekerja di kediaman Amir.
"Kamu tenang saja Del. Serbuk bening yang aku masukkan ke dalam air mineral itu memiliki pengaruh yang dahsyat untuk suara Dewi. Aku yakin suara Dewi akan hilang secara tiba-tiba."
Sembari memasukkan potongan buah segar ke dalam rongga mulut, Amara menjawab segala keraguan Adelia perihal serbuk yang ia masukkan ke dalam air mineral yang diberikan kepada Dewi. Sebuah serbuk yang seketika bisa mengganggu cara kerja pita suara Dewi dan pada akhirnya tidak berfungsi sama sekali.
"Apakah pengaruh serbuk itu bersifat permanen?"
Kali ini Langit lah yang dibuat penasaran. Karena sejatinya baru kali ini ia mengetahui ada sebuah serbuk yang bisa merusak fungsi pita suara.
Amara menggelengkan kepala. "Tidak Bang. Suara Dewi akan kembali dalam waktu satu minggu. Namun setidaknya saat ia tampil di hadapan orang-orang besar seperti ini penampilannya hancur berantakan, hal itulah yang membuat mereka tidak lagi percaya akan kemampuan yang Dewi miliki. Dengan begitu, Aku dan Adelia akan menjadi satu-satunya penyanyi yang dimiliki oleh Magatra. Dengan serbuk itu, juga merupakan salah satu cara menyingkirkan Dewi di dunia hiburan seperti ini."
Langit nampak tertawa penuh kemenangan. Lelaki itu seakan puas dengan serbuk yang dimasukkan oleh Amara. Meski sejatinya tidak ada keuntungan apa-apa bagi dirinya membuat Dewi kehilangan suara namun harga dirinya seakan dicabik-cabik saat mengetahui seorang penyanyi yang ia caci maki justru memiliki nilai jual tinggi. Maka, dengan melihat kehancuran yang akan Dewi hadapi, membuat lelaki itu puas dan menyunggingkan senyum tiada henti.
Ketiga orang itu kembali tertawa lepas. Hingga tawa mereka terdengar membahana bahkan hampir menandingi suara alat musik perkusi yang mulai memanjakan para tamu undangan. Langit, Amara dan Adelia benar-benar sudah tidak sabar untuk menunggu kejutan yang sebentar lagi akan mereka dapatkan.
***
Amir nampak begitu girang kala melihat penampilan Dewi di atas panggung. Ia sangat bersyukur karena acara yang ia selenggarakan diisi oleh seorang penyanyi yang menjadi favoritnya bersama sang istri. Seorang penyanyi orkes melayu yang begitu sopan dalam berpenampilan dan memiliki suara khas yang terdengar begitu menenangkan. Meski bentuk tubuh Dewi tidak seperti dua penyanyi lainnya, namun Amir dan sang istri begitu puas menikmati tiap bait lirik lagu yang Dewi nyanyikan. Tidak hanya Amir dan sang istri saja yang nampak begitu menikmati penampilan Dewi. Para tamu undangan pun juga turut larut dalam suara khas milik Dewi.
Terima kasihku padaMu Tuhanku
Tak mungkin dapat terlukis oleh kata-kata
Hanya diriMu yang tahu, besar rasa cintaku padaMu.
Awal Dewi tampil semua berjalan lancar dan semestinya. Namun baru beberapa lirik bagian reff yang Dewi nyanyikan tiba-tiba tenggorokannya terasa gatal. Ia mencoba untuk melawan rasa gatal itu dan ia coba untuk melanjutkan lirik lagu yang ia nyanyikan.
Kedua bola matanya terbelalak lebar di saat rasa ingin batuk itu tidak terhindarkan lagi.
Uhuk ... uhuk ... uhuk...
Suara khas orang yang sedang terbatuk terdengar jelas melalui microphone yang dipegang oleh Dewi. Hal itulah yang membuat personil Magatra dilanda oleh perasaan cemas. Untuk mengendalikan keadaan yang mulai sedikit riuh, Satya bergegas memberikan air mineral yang disediakan di sisi panggung ke arah Dewi.
"Ada apa denganmu Dew? Mengapa kamu bisa batuk-batuk seperti ini?"
Dewi menggeleng pelan sembari menerima air mineral yang diberikan oleh Satya. Perlahan, Dewi menegak air mineral yang berada dalam genggamannya. "Tidak tahu Bang, tiba-tiba tenggorokanku terasa gatal."
"Bisa kita mulai lagi?" Satya bertanya dengan nada cemas.
Dewi mengangguk. "Bisa Bang!"
Sebelum melanjutkan penampilannya, terlebih dahulu Dewi meminta maaf atas ketidaknyamanan yang sempat terjadi. Dan ia pun bersiap untuk bernyanyi lagi. Namun baru beberapa lirik ia nyanyikan, suara miliknya terdengar serak. Dewi masih mencoba untuk memaksakan diri melanjutkan lirik lagu yang ia nyanyikan. Sampai di satu titik betapa terkejutnya ia karena tiba-tiba saja suaranya menghilang, tiada bersisa sama sekali.
"Huuuuu .... penyanyi apaan itu? Penyanyi abal-abal saja sok-sokan tampil di atas panggung!"
"Turun ... turun .... turun ... Merusak gendang telinga saja!"
Keadaan berubah menjadi riuh dan gaduh saat para penikmat acara yang diselenggarakan oleh Amir ini mulai kecewa dengan penampilan Dewi. Mereka bahkan bersorak lantang meminta Dewi turun panggung. Wajah wanita itu nampak memerah karena malu. Seperti ada dua bongkahan batu besar yang terasa begitu menghimpit dada. Hal itulah yang membuat dada Dewi terasa begitu sesak. Begitu malu akan keadaan yang ia alami, wanita itu hanya bisa meluruhkan tubuhnya sembari menenggelamkan wajahnya di sela-sela lutut. Wanita itu menangis tergugu seakan menumpahkan segala rasa kecewa dan malu yang bercampur menjadi satu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Maliqa Effendy
lagian Dewi gampang banget sih percaya.kan jatohnya jadi gini...
2022-10-15
0
Wanda Harahap
Kasihan Dewi😥😥😥
akibat ambisi dan keserakahan
2022-04-24
0
Siti Aminah
author kejam banget di bab ini,,kasian dewi thor😭😭
2022-03-06
0