Bab 6. Rasa yang Terpendam?

Denting suara sendok yang beradu dengan piring, memecah keheningan yang tercipta di ruang tengah kediaman Dewi. Sayur bayam, ikan asin dan sambal bawang nampak berjajar rapi meghiasi karpet yang tergelar di atas lantai ini. Dua orang yang tengah menyantap sajian masing-masing seakan begitu menikmati menu sederhana yang ada dengan riang hati.

"Dew, sejak tadi Ibu melihatmu sibuk sekali dengan handphone di taganmu. Sebenarnya apa yang tengah kamu perhatikan?"

Seusai meneguk air putih dari dalam gelas, Ambarwati menyempatkan diri untuk menegur Dewi. Wanita paruh baya ini begitu keheranan ketika melihat sang anak nampak asyik sendiri. Bahkan, ia nampak mengabaikan hidangan yang tersaji. Karena piring milik Dewi yang sudah berisikan nasi, sayur, lauk dan sambal bawang hanya dibiarkannya teronggok begitu saja tanpa ia perdulikan sama sekali.

Dewi terkesiap. Ucapan sang ibu berhasil membuatnya sedikit tergagap. Tidak tahu apa yang harus ia ucap.

"Eh, itu Bu ... Dewi ..."

"Makanlah dengan benar Dew. Hidangan yang berada di hadapanmu ini merupakan salah satu karunia dari Tuhan yang tidak selayaknya kamu abaikan. Letakkan kembali handphone milikmu dan segera habiskan makananmu."

Ambarwati bertitah seakan tidak mau dibantah. Dewi memilih mengangguk pasrah daripada sang ibu marah. Karena jika sampai sang ibu marah, seketika label anak berbakti akan musnah karena tidak menurut ketika sang ibu memberikan perintah.

Dewi meletakkan ponselnya di samping paha. Ia raih piring yang sedari tadi teronggok begitu saja. Menyendok isi yang ada di dalamnya kemudian perlahan ia masukkan ke dalam mulutnya. Dan benar saja, kenikmatan sayur bayam ini mulai memanjakan lidah meski hanya merupakan masakan sederhana.

"Kak Dewi, besok uang LKS ku harus segera dilunasi. Kak Dewi bisa melunasinya kan?"

Seruni, gadis manis berusia enam belas tahun yang saat ini tengah duduk di bangku SMA kelas satu itu mencoba untuk mengingatkan sang kakak akan kewajiban yang harus dibayarkannya. Sembari mengunyah, Dewi menggiring manik mata ke arah sang adik yang saat ini duduk di hadapannya.

"Berapa yang harus Kakak bayarkan, Run?"

"Dua ratus lima puluh ribu Kak. Kak Dewi ada uangnya kan?"

Dewi menganggukkan kepala seraya meneguk air di dalam gelas. Meski banyak keinginan, namun ia tetap menjadikan kebutuhan sekolah Seruni sebgai prioritas. Berusaha agar semua kebutuhan sang adik dapat terpenuhi, hingga gadis remaja itu bisa senantiasa tertawa lepas. Meski berada di dalam kondisi yang serba terbatas.

"Baik Run, besok Kakak berikan uangnya."

"Dew, biarkan Ibu saja yang membayar LKS Runi. Uang yang kamu miliki lebih baik kamu simpan saja."

Air muka yang dipenuhi oleh gurat tidak enak hati, tercetak jelas di wajah Ambarwati. Meski Dewi yang selalu saja menjadi penopang akan semua kebutuhan Seruni, namun hati seakan dihinggapi oleh rasa bersalah yang telah terpatri. Merasa bersalah karena tidak dapat memberikan kehidupan yang layak untuk kedua putrinya ini. Meski mereka mencoba untuk menutupi segala kesedihan hati namun Ambarwati yakin jika keduanya seringkali menangis di dalam hati. Meratapi nasib yang mereka jalani.

"Bu, sudah ya. Jangan lagi Ibu memikirkan hal itu. Untuk keperluan sekolah Runi, biarkan menjadi tanggung jawab Dewi. Ibu hanya perlu mendoakan Dewi agar Tuhan senantiasa memberikan kelapangan rezeki."

Ambarwati tertegun memandang wajah Dewi. Putri sulungnya itu bahkan mengesampingkan kebahagiaan dirinya sendiri untuk memenuhi segala kebutuhan Seruni. Tak ayal, keikhlasan dan kebaikan hati Dewi itulah yang membuat aura cantik semakin keluar dari dalam diri. Namun, kecantikan itu hanya terlihat di depan orang-orang yang memiliki hati yang murni. Hati yang paham bahwa inner beauty lah yang merupakan kecantikan hakiki.

"Terima kasih Kak!"

Dewi kembali menganggukkan kepala, sembari menumpuk piring-piring kotor yang sudah tidak lagi digunakan. "Kamu tidak perlu berterima kasih, Runi. Saat ini yang perlu kamu lakukan adalah giat belajar, sehingga kelak kamu bisa menjadi orang yang sukses dan bisa mengangkat derajat keluarga kita."

"Iya Kak, aku berjanji."

Dewi yakin jika kelak Runi bisa mengangkat derajat keluarga. Otak cerdas, bentuk fisik proporsional dan juga wajah cantik seakan menjadi paket lengkap yang kelak pasti akan sangat diperlukan di dalam dunia kerja. Bagaikan langit dan bumi, kondisi fisik Dewi dan Runi nampak jauh berbeda. Meski keduanya terlahir dari rahim yang sama.

Dewi dan Runi bangkit dari posisi duduk mereka. Setelah selesai dengan ritual makan malam bersama kini keduanya mulai untuk berbagi tugas. Dewi mencuci piring-piring kotor di dapur sedangkan Runi membersihkan ruangan. Untuk Ambarwati sendiri, ia kembali memasuki kamar untuk bersegera tidur.

***

Pagi masih berselimut kabut kala Dewi menjejakkan kaki untuk memasuki kamar mandi. Meski semalam ia tidur begitu larut namun tetap saja kelopak matanya terbuka di jam tiga dini hari seperti ini. Ia terbangun di saat semua orang masih setia dipeluk oleh mimpi.

Dewi mendaratkan bokong di bibir ranjang. Tangannya terulur untuk meraih gawai yang teronggok di atas meja kecil yang salah satu kakinya sudah sedikit goyang. Ia gulirkan jemarinya di atas layar posel untuk melihat produk kecantikan yang sudah ia keluarkan dari icon bergambar keranjang. Seharusnya, hari ini produk yang ia pesan sudah tiba di alamat pengantaran.

Hati seakan berdetak kencang kala ia akan mulai untuk memakai krim perawatan. Seperti iklan yang terpampang di media sosial, produk kecantikan itu akan menampakkan hasil dalam waktu tiga hari pemakaian. Rasa-rasanya, wanita itu sudah tidak sabar untuk memakainya, berharap pada saat ia tampil di acara haji Amir nanti, kulit wajahnya tidak lagi kusam.

Ia gulirkan kembali jemarinya untuk membuka icon galeri yang berada di layar gawainya. Ia membuka salah satu foto yang tersimpan di dalam sana. Foto seorang laki-laki yang ia dapatkan dari foto profil kontak Whatsapp yang ia punya. Sekilas, senyum simpul terbit di bibir tipisnya.

"Meski bang Langit memperlakukan aku tidak baik dan selalu saja merendahkanku bahkan akupun berani untuk memberikan perlawanan, namun entah mengapa aku masih saja memiliki perasaan istimewa kepadanya. Bagiku, dia merupakan orang yang berjasa karena sudah memberikan pekerjaan dan upah yang layak untukku."

Dewi akui sejak pertama ia mengenal Langit, ia sudah menyimpan sebuah rasa untuk lelaki itu. Sebuah rasa yang ia simpan dalam diam, dan tidak ada seorang pun yang tahu. Bahkan sang ibu pun tidak tahu jika anak sulungnya ini memendam sebuah rasa untuk lelaki yang ia simpan rapat di dalam kalbu.

"Apakah mungkin jika nanti wajahku sudah mulai berubah, bang Langit akan melirik keberadaanku? Atau tetap tidak akan berpengaruh apapun? Aahhhh Dewi, bangunlah. Jangan bermimpi."

Dewi menggeleng-gelengkan kepala berupaya untuk tersadar dari pikiran yang semakin menyesatkan. Bagaimanapun juga ia yang memiliki perasaan untuk Langit hanya seperti pungguk merindukan rembulan. Sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Dewi kembali naik ke atas ranjang. Mencoba untuk kembali memeluk mimpi meski pagi sebentar lagi akan menjelang. Ia sungguh sudah tidak sabar untuk menunggu tibanya paket produk kecantikan yang akan datang.

Terpopuler

Comments

Tina

Tina

Yang sabar ya Dewi , semoga buah cinta & kesabaranmu membuahkan hasil .

2023-02-09

0

Wanda Harahap

Wanda Harahap

Berubah demi seseorang itu tidak baik,
lebih baik berubah demi diri sendiri
dari sifat arogan langit yg memandang Dewi secara fisik, aku koq gk suka ya langit jadi jodohnya Dewi

2022-04-20

0

I.S.DINIa

I.S.DINIa

melipir ke karya baru ini aku kak ..sukses ya.

2022-03-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Hinaan
2 Bab 2. Beban Diri
3 Bab 3. Hengkang
4 Bab 4. Rencana Licik
5 Bab 5. Bergabung Kembali
6 Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7 Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8 Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9 Bab 9. Tak Terduga
10 Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11 Bab 11. Kembali Diuji
12 Bab 12. Mulut Tetangga
13 Bab 13. Meminta Izin
14 Bab 14. Kedatangan Langit
15 Bab 15. Berangkat
16 Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17 Bab 17. Wanita Berusia Senja
18 Bab 18. Berkorban
19 Bab 19. Menentukan Arah
20 Bab 20. Potret Ibu Kota
21 Bab 21. Bhumi
22 Bab 22. Memberi Kabar
23 Bab 23. Nyonya Kartika
24 Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25 Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26 Bab 26. Semuanya Untukmu!
27 Bab 27. Job Baru
28 Bab 28. Istana
29 Bab 29. Svarga Bhumi
30 Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31 Bab 31. Sebuah Rencana
32 Bab 32. Terkesima
33 Bab 33. Kafe
34 Bab 34. Untuk Pertama Kali
35 Bab 35. Kalah Cepat
36 Bab 36. Memulai
37 Bab 37. Se-Simpel Ini?
38 Bab 38. Manis
39 Bab 39. Viral
40 Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41 Bab 41. Menyusul?
42 Bab 42. Undangan
43 Bab 43. Persiapan
44 Bab 44. Show
45 Bab 45. Bertemu
46 Bab 46. Akhirnya
47 Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48 Bab 48. Kecelakaan?
49 Bab 49. Pindah
50 Bab 50. Singa Betina
51 Bab 51. Rekaman
52 Bab 52. Rencana Melamar
53 Bab 53. Di Ruang Keluarga
54 Bab 54. Diary
55 Bab 55. Pingsan
56 Bab 56. Diundur
57 Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58 Bab 58. Mereka?
59 Bab 59. Murka
60 Bab 60
61 Bab 61. Pembalasan
62 Bab 62. Dipermalukan
63 Bab 63. Tersadar
64 Bab 64. Masa Lalu
65 Bab 65. Rencana Jahat
66 Bab 66. Berdamai
67 Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68 Bab 68. Menjalankan Rencana
69 Bab 69. Tragedi
70 Bab 70. Kabar
71 Bab 71. Terbongkar
72 Bab 72. Dijemput ke Penjara
73 Bab 73. Segera Menikah
74 Bab 74. Yang Sebenarnya
75 Bab 75. Bercerai
76 Bab 76. Terima Kasih
77 Bab 77. Sadar
78 Bab 78. Pulang
79 Bab 79. Menikah
80 Bab 80. Sang Dewi -End-
81 Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82 Rilis novel baru
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1. Hinaan
2
Bab 2. Beban Diri
3
Bab 3. Hengkang
4
Bab 4. Rencana Licik
5
Bab 5. Bergabung Kembali
6
Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7
Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8
Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9
Bab 9. Tak Terduga
10
Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11
Bab 11. Kembali Diuji
12
Bab 12. Mulut Tetangga
13
Bab 13. Meminta Izin
14
Bab 14. Kedatangan Langit
15
Bab 15. Berangkat
16
Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17
Bab 17. Wanita Berusia Senja
18
Bab 18. Berkorban
19
Bab 19. Menentukan Arah
20
Bab 20. Potret Ibu Kota
21
Bab 21. Bhumi
22
Bab 22. Memberi Kabar
23
Bab 23. Nyonya Kartika
24
Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25
Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26
Bab 26. Semuanya Untukmu!
27
Bab 27. Job Baru
28
Bab 28. Istana
29
Bab 29. Svarga Bhumi
30
Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31
Bab 31. Sebuah Rencana
32
Bab 32. Terkesima
33
Bab 33. Kafe
34
Bab 34. Untuk Pertama Kali
35
Bab 35. Kalah Cepat
36
Bab 36. Memulai
37
Bab 37. Se-Simpel Ini?
38
Bab 38. Manis
39
Bab 39. Viral
40
Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41
Bab 41. Menyusul?
42
Bab 42. Undangan
43
Bab 43. Persiapan
44
Bab 44. Show
45
Bab 45. Bertemu
46
Bab 46. Akhirnya
47
Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48
Bab 48. Kecelakaan?
49
Bab 49. Pindah
50
Bab 50. Singa Betina
51
Bab 51. Rekaman
52
Bab 52. Rencana Melamar
53
Bab 53. Di Ruang Keluarga
54
Bab 54. Diary
55
Bab 55. Pingsan
56
Bab 56. Diundur
57
Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58
Bab 58. Mereka?
59
Bab 59. Murka
60
Bab 60
61
Bab 61. Pembalasan
62
Bab 62. Dipermalukan
63
Bab 63. Tersadar
64
Bab 64. Masa Lalu
65
Bab 65. Rencana Jahat
66
Bab 66. Berdamai
67
Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68
Bab 68. Menjalankan Rencana
69
Bab 69. Tragedi
70
Bab 70. Kabar
71
Bab 71. Terbongkar
72
Bab 72. Dijemput ke Penjara
73
Bab 73. Segera Menikah
74
Bab 74. Yang Sebenarnya
75
Bab 75. Bercerai
76
Bab 76. Terima Kasih
77
Bab 77. Sadar
78
Bab 78. Pulang
79
Bab 79. Menikah
80
Bab 80. Sang Dewi -End-
81
Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!