Bab 10. Luka Tak Kasat Mata

Senja berubah sendu kala sepasang kaki Dewi berpijak di jalan setapak yang di hiasi hijau tanaman padi. Rona semburat warna jingga yang sebelumnya terlukis di ufuk barat kini terganti dengan aura muram di sore hari. Awan kelabu mulai membentuk koloni, membentuk titik-titik air yang sepertinya akan segera mereka muntahkan di atas bumi. Mengguyur bumi manusia dengan deras air langit yang pastinya akan terasa menusuk-nusuk kulit.

"Dasar wanita pembawa sial! Gara-gara kamu, aku harus mengganti kerugian dua kali lipat kepada haji Amir. Kamu benar-benar sialan, Dew!"

Teriakan lantang Langit beberapa saat yang lalu masih terngiang jelas di dalam telinga Dewi. Dewi menghentikan langkah kaki. Memilih untuk duduk di lereng sungai yang aliran airnya terlihat jernih sekali. Menatap lekat arus air yang begitu tenang namun sepertinya menghanyutkan.

"Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mengganti kerugian akibat penampilanmu. Jika haji Amir memintaku untuk mengganti uangnya dua kali lipat, maka kamu harus mengganti kepadaku tiga kali lipat. Aku beri waktu kamu sampai bulan depan!"

Lagi-lagi suara penuh intimidasi dari Langit kembali terdengar di telinga. Merayu dan menggoda Dewi agar wanita itu semakin larut dalam luka tak kasat matanya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang saat ini Dewi rasa. Ia yang tiba-tiba kehilangan suara, setelah itu kebebasannya terpenjara akibat hutang yang dilimpahkan Langit kepadanya. Sungguh malang, ia yang sama sekali belum menikmati hasil keringatnya, justru sudah ada kewajiban yang terus merongrongnya. Hutang dadakan yang terasa kian menyiksa jiwa.

Saat dirinya berkumpul bersama Langit dan personil Magatra yang lain, ingin rasanya Dewi berteriak lantang untuk menentang semua hal yang nampak tidak masuk akal dan mengusik nuraninya. Akan ia gunakan kekuatan dan keberanian yang ada di dalam diri untuk melawan ketidakadilan yang diberikan oleh lelaki yang masih saja setia dengan keangkuhannya. Namun apalah daya. Untuk mengucapkan sepatah katapun tidak akan terdengar suaranya. Dewi merasa hal itulah yang membuat Langit seperti berada di atas awan, karena setiap kemauannya tidak ada satupun yang membantahnya. Personil Magatra pun memilih untuk bungkam namun dalam netra mereka nampak setitik rasa iba, kecuali Amara dan Adelia.

Di dalam penglihatan Dewi, Amara dan Adelia seakan ikut tersenyum di dalam penderitaan yang ia rasakan. Rasa bahagia yang mereka balut sedemikian rupa hingga menjadi wajah sendu yang ditampakkan. Namun, Dewi tetaplah Dewi. Wanita itu bisa melihat mana itu rasa simpati yang benar-benar nyata dari dalam hati dan mana rasa simpati yang hanya sekedar kepura-puraan. Bahkan Dewi bisa melihat sorot mata kedua wanita itu memancarkan binar kebahagiaan.

Dewi kembali membuang napas dalam dan perlahan ia hembuskan. Ditatapnya lagi hamparan langit yang kian bermuram durja. Barisan awan mendung pun mulai berarak menutupi cahaya langit senja. Dan perlahan, rintik hujan itu jatuh di atas bumi manusia.

Rintik air hujan semakin melebat seiring dengan genangan air di pelupuk mata Dewi yang tidak kunjung menghilang. Justru bertambah banyak layaknya air mata luka yang menggenang. Tiba-tiba saja rasa sesak di dalam dada kembali menyerang.

Dewi memeluk erat kedua lututnya. Mencoba untuk meredam rasa dingin yang menyelimuti tubuhnya. Menahan tajamnya tetes-tetes air langit yang membabibuta menyerangnya. Wanita itu kembali tergugu di bawah air langit yang saat ini layaknya air mata yang bercucuran dari telaga bening miliknya. Menumpahkan segala duka dan lara dari dalam jiwa dan melebur, menjadi satu dengan tetesan air hujan yang membasahinya.

Tuhan, kali ini aku boleh kalah dengan keadaan. Namun aku percaya jika suatu hari nanti Engkau akan menampakkan keadilan Mu yang kelak membuat orang-orang itu merasakan derita apa yang saat ini aku rasakan. Aku percaya itu Tuhan, aku percaya.

***

Hujan deras menghujam bumi di tengah langit gelap yang terbelah oleh kilatan petir. Gelegar suaranya mulai terdengar memekak telinga seakan berlomba-lomba menampakkan keberadaannya yang membuat manusia menyingkir. Khawatir jika kilatan petir itu menyambar tubuh mereka dan menyisakan rasa sakit dalam tubuh yang terukir.

Langkah kaki Dewi terasa berat. Beban batin yang saat ini ia rasakan seakan lebih berat dari beban bobot tubuhnya. Wanita itu hanya berjalan gontai tanpa perduli dengan air langit yang begitu deras berjatuhan. Berharap beban yang ia rasakan ikut terhanyut oleh aliran air hujan.

"Dewi!"

Kedua bola mata Ambarwati terbelalak sempurna kala mendapati sang anak berdiri terpaku di depan halaman. Ia yang berniat ingin menutup pintu rumah, ia urungkan niatnya kala melihat sang anak berdiri terpaku di halaman dengan tatapan kosong dan menerawang. Wanita paruh baya itu gegas menghampiri Dewi untuk ia bawa masuk ke dalam rumah.

"Ya Tuhan, ada apa denganmu Dew? Apa yang telah terjadi kepadamu!"

Tetes embun yang berada di dasar hati Ambarwati mulai merangkak naik memenuhi kelopak mata. Tanpa menunggu waktu lama tetes-tetes embun itu satu persatu berjatuhan dari sana.

Ambarwati menyelimuti tubuh Dewi yang basah kuyup dengan handuk. Ia menggunakan satu handuk lagi untuk mengeringkan rambut Dewi yang sudah berantakan tiada berbentuk. Tidak dapat ia pungkiri, kondisi sang anak saat ini juga membuat batinnya serasa remuk.

Dewi menatap nyalang wajah sang ibu yang juga ikut meneteskan air mata. Ingin rasanya ia menumpahkan segala luka tak kasat mata yang terasa begitu meremukkan seonggok daging yang bersemayam dalam dada. Namun apa daya, untuk sekedar memanggil nama sang ibu saja ia tidak bisa.

Bibir Dewi bergetar, diiringi dengan tubuhnya yang meluruh di dalam dekapan sang ibu. Air matanya terus mengalir deras namun sama sekali tidak dapat mengeluarkan suara layaknya seorang tunawicara.

"Bicaralah Nak? Katakan kepada Ibu. Apa yang terjadi kepadamu. Jangan diam saja seperti ini!"

Rasa tidak sabar menghampiri, membuat Ambarwati melepaskan dekapan Dewi dan mengguncang-guncang tubuh sang anak. Wanita paruh baya itu sudah sangat tidak sabar untuk mendengar cerita yang akan disampaikan oleh Dewi. Namun sayang, anaknya ini tetap saja bungkam.

Dewi mencoba untuk membuka mulutnya namun sama sekali tidak ada gelombang suara yang keluar. Dewi memegang leher sembari menggelengkan kepala sebagai isyarat bahwa ia tidak dapat bersuara. Dan air matanya semakin mengalir deras kala tenggorokannya mulai terasa panas dan terbakar.

Ambarwati menyipitkan mata. Dahinya berkerut dengan kedua pangkal alis yang saling bertaut. Mencoba untuk memahami isyarat yang keluar dari bahasa tubuh Dewi. Seketika Ambarwati menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya yang menjadi pertanda betapa terkejutnya ia.

"Nak, kamu tidak bisa bersuara?"

Dewi mengangguk samar. Dan seketika Ambarwati memeluk erat tubuh putrinya ini. "Ya Tuhan, siapa yang telah tega melakukan ini terhadap anakku? Siapapun mereka, berikan balasan yang setimpal untuk mereka!"

Gelegar suara petir kembali terdengar. Menggetarkan panel-panel jendela kaca kediaman Dewi dan Ambarwati. Suara petir itu seakan menjadi pertanda bahwa doa yang terlisan dari bibir wanita paruh baya itu suatu saat akan menjadi kenyataan. Namun, entah kapan.

Terpopuler

Comments

noviaryani5

noviaryani5

kumenangis 😭😭😭😭😭

2022-03-11

0

Nofi Kahza

Nofi Kahza

haddooh..aku emozeeeh...! itu Langit kenapa jadi nyalahin Dewi sih? bukannya itu karena ulah dia dan antek2 liknitnya itu? iiihhhh! rasanya pingin banget aku manggil nyumpal mulutnya dengan pempers bekas incesku di sini😤😤😤😤😤😤

2022-03-07

0

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽKᵝ⃟ᴸMak buaya𒈒⃟ʟʙᴄ

doa orang yg teraniaya itu biasanya terkabul jd siap² lah buat kehancuran langit amara dan adelia

2022-03-06

11

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Hinaan
2 Bab 2. Beban Diri
3 Bab 3. Hengkang
4 Bab 4. Rencana Licik
5 Bab 5. Bergabung Kembali
6 Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7 Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8 Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9 Bab 9. Tak Terduga
10 Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11 Bab 11. Kembali Diuji
12 Bab 12. Mulut Tetangga
13 Bab 13. Meminta Izin
14 Bab 14. Kedatangan Langit
15 Bab 15. Berangkat
16 Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17 Bab 17. Wanita Berusia Senja
18 Bab 18. Berkorban
19 Bab 19. Menentukan Arah
20 Bab 20. Potret Ibu Kota
21 Bab 21. Bhumi
22 Bab 22. Memberi Kabar
23 Bab 23. Nyonya Kartika
24 Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25 Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26 Bab 26. Semuanya Untukmu!
27 Bab 27. Job Baru
28 Bab 28. Istana
29 Bab 29. Svarga Bhumi
30 Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31 Bab 31. Sebuah Rencana
32 Bab 32. Terkesima
33 Bab 33. Kafe
34 Bab 34. Untuk Pertama Kali
35 Bab 35. Kalah Cepat
36 Bab 36. Memulai
37 Bab 37. Se-Simpel Ini?
38 Bab 38. Manis
39 Bab 39. Viral
40 Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41 Bab 41. Menyusul?
42 Bab 42. Undangan
43 Bab 43. Persiapan
44 Bab 44. Show
45 Bab 45. Bertemu
46 Bab 46. Akhirnya
47 Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48 Bab 48. Kecelakaan?
49 Bab 49. Pindah
50 Bab 50. Singa Betina
51 Bab 51. Rekaman
52 Bab 52. Rencana Melamar
53 Bab 53. Di Ruang Keluarga
54 Bab 54. Diary
55 Bab 55. Pingsan
56 Bab 56. Diundur
57 Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58 Bab 58. Mereka?
59 Bab 59. Murka
60 Bab 60
61 Bab 61. Pembalasan
62 Bab 62. Dipermalukan
63 Bab 63. Tersadar
64 Bab 64. Masa Lalu
65 Bab 65. Rencana Jahat
66 Bab 66. Berdamai
67 Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68 Bab 68. Menjalankan Rencana
69 Bab 69. Tragedi
70 Bab 70. Kabar
71 Bab 71. Terbongkar
72 Bab 72. Dijemput ke Penjara
73 Bab 73. Segera Menikah
74 Bab 74. Yang Sebenarnya
75 Bab 75. Bercerai
76 Bab 76. Terima Kasih
77 Bab 77. Sadar
78 Bab 78. Pulang
79 Bab 79. Menikah
80 Bab 80. Sang Dewi -End-
81 Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82 Rilis novel baru
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1. Hinaan
2
Bab 2. Beban Diri
3
Bab 3. Hengkang
4
Bab 4. Rencana Licik
5
Bab 5. Bergabung Kembali
6
Bab 6. Rasa yang Terpendam?
7
Bab 7. Air Mineral Pembawa Petaka
8
Bab 8. Kekacauan Di Atas Panggung
9
Bab 9. Tak Terduga
10
Bab 10. Luka Tak Kasat Mata
11
Bab 11. Kembali Diuji
12
Bab 12. Mulut Tetangga
13
Bab 13. Meminta Izin
14
Bab 14. Kedatangan Langit
15
Bab 15. Berangkat
16
Bab 16. Sambutan Kota Metropolitan
17
Bab 17. Wanita Berusia Senja
18
Bab 18. Berkorban
19
Bab 19. Menentukan Arah
20
Bab 20. Potret Ibu Kota
21
Bab 21. Bhumi
22
Bab 22. Memberi Kabar
23
Bab 23. Nyonya Kartika
24
Bab 24. Bang Bhumi, Tunggu!
25
Bab 25. Perdana di Ibu Kota
26
Bab 26. Semuanya Untukmu!
27
Bab 27. Job Baru
28
Bab 28. Istana
29
Bab 29. Svarga Bhumi
30
Bab 30. Jodoh Masa Kecil?
31
Bab 31. Sebuah Rencana
32
Bab 32. Terkesima
33
Bab 33. Kafe
34
Bab 34. Untuk Pertama Kali
35
Bab 35. Kalah Cepat
36
Bab 36. Memulai
37
Bab 37. Se-Simpel Ini?
38
Bab 38. Manis
39
Bab 39. Viral
40
Bab 40. Bisik-Bisik Tetangga
41
Bab 41. Menyusul?
42
Bab 42. Undangan
43
Bab 43. Persiapan
44
Bab 44. Show
45
Bab 45. Bertemu
46
Bab 46. Akhirnya
47
Bab 47. Benar-Benar Jodoh
48
Bab 48. Kecelakaan?
49
Bab 49. Pindah
50
Bab 50. Singa Betina
51
Bab 51. Rekaman
52
Bab 52. Rencana Melamar
53
Bab 53. Di Ruang Keluarga
54
Bab 54. Diary
55
Bab 55. Pingsan
56
Bab 56. Diundur
57
Bab 57. Magatra Tiba di Ibu Kota
58
Bab 58. Mereka?
59
Bab 59. Murka
60
Bab 60
61
Bab 61. Pembalasan
62
Bab 62. Dipermalukan
63
Bab 63. Tersadar
64
Bab 64. Masa Lalu
65
Bab 65. Rencana Jahat
66
Bab 66. Berdamai
67
Bab 67. Sedikit Firasat Kartika
68
Bab 68. Menjalankan Rencana
69
Bab 69. Tragedi
70
Bab 70. Kabar
71
Bab 71. Terbongkar
72
Bab 72. Dijemput ke Penjara
73
Bab 73. Segera Menikah
74
Bab 74. Yang Sebenarnya
75
Bab 75. Bercerai
76
Bab 76. Terima Kasih
77
Bab 77. Sadar
78
Bab 78. Pulang
79
Bab 79. Menikah
80
Bab 80. Sang Dewi -End-
81
Ucapan Terimakasih & Promo Novel Baru
82
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!