Pagi mulai menjelang, Frans sudah bangun dari tidurnya ia sudah mandi menyeduh kopi dan membuat sarapan meski hanya sandwich, sedangkan Richard masih berada dalam mimpi indahnya.
"Hei, bangun Rich, kita harus berangkat ke kantor!" pinta Frans sambil berusaha membangunkan sahabat sekaligus bosnya itu.
Merasa ada yang menganggu tidurnya, Richard berusaha membuka matanya yang terasa berat.
"Eugh... jam berapa ini, aku masih mengantuk," ucap Richard dengan suara khas bangun tidurnya
"Sudah jam enam lebih, ayo bangun masa ceo malah teler begini!"
Richard berlahan membuka matanya, sinar matahari pagi yang menembus jendela kaca apartemen Frans membuat matanya sangat silau, namun ia berusaha bangun karena ia sepertinya menyadari bahwa ini bukan tempat tinggalnya. Ia lalu duduk di sofa dengan lemas.
"Kau mabuk semalam, jadi aku membawamu pulang ke apartemenku, aku tak mau di amuk oleh tante Meriska, jika mengantarmu pulang ke rumah," ucap Frans setelah duduk di sofa dekat Richard.
"Terima kasih, dan maaf aku menyusahkan mu," ucap Richard tak enak.
"Sekarang mandilah, baju kamu yang tersimpan di rumahku masih ada, ada di tempat biasa!"
Mendengar perkataan Frans dan melihat jam, memang benar sudah setengah tujuh pagi Richard bergegas ke kamar disebelah kamar Frans yang merupakan kamar untuk tamu, namun biasanya hanya Richard yang sering menginap makanya, Richard memiliki beberapa stel baju dan jas di rumah Frans. Setelah lima belas menit Richard sudah selesai mandi dan sudah berpakaian rapi dengan jasnya, namun masih terlihat guratan rasa lelah yang ada wajahnya.
"Sarapan dulu, Rich, maaf aku hanya bisa masak ini stock makananku hampir habis dan aku belum sempat belanja!" ucap Frans sambil meletakkan satu piring sandwich dan segelas susu di meja makan ketika Richard mendekat ke dapur.
"Thank's ini sudah cukup," ucap Richard yang menarik kursi makan di ruang dapur, lalu ia melahap sandwich buatan sahabatnya itu.
"Sandwich mu lumayan juga, kau pintar memasak," puji Richard
"Tidak juga hanya menu, darurat."
Sedang asyik dua sahabat itu sarapan, ponsel Richard berbunyi, terpampang nama sang mama di layar, Richard lalu menggeser tombol hijau dengan ogah-ogahan karena ia malas jika harus mendengar ocehan dan interogasi dari sang mama.
Richard
"Hallo Ma!"
Mama Meriska
"Hallo, Boy kau dimana?, kenapa semalam tak pulang dan tak memberi kabar?, dasar anak nakal, mamanya pulang malah di tinggal pergi!"
Richard
"Maaf, Ma semalam aku lembur di dengan Frans lalu aku ketiduran di rumah Frans, jadi aku malas pulang, capek, Ma."
Mama Meriska
"Ya sudah, pokoknya hari ini kamu harus pulang, mama ingin ngomong penting sama kamu, dan jangan malam-malam pulangnya!"
Richard
"Ya, Ma, sudah dulu ya, aku mau berangkat kerja dengan Frans."
Mama Richard
"Oke, Boy."
Richard mengakhiri panggilan dari mamanya sambil menghembuskan nafas kasar, seolah ada hal yang sangat meresahkan pikirannya.
"Tante Meriska yang menelpon?" tanya Frans.
"Iya, biasalah mengomel dan kepo kenapa akau tak pulang ke rumah semalam," jawab Richard lalu meminum susu yan di buatkan Frans tadi.
"Wajarlah, kalau tante Meriska kepo sama anaknya, apalagi mama mu baru di sini tiga hari malah di tinggal pergi sama anaknya semalaman tidak pulang," ucap Frans lalu membawa bekas makannya ke tempat cuci piring.
"Tapi aku risih kalau mama ngomel terus sama aku."
"Ya sudah ayo kita segera berangkat ke kantor banyak kerjaan yang harus kita selesaikan, apalagi sekarang tak ada Amelia sisimu, kamu harus mandiri, atau aku carikan asisten baru?" tawar Frans.
"Tak usah, aku belum butuh," jawab Richard lalu berdiri daei duduknya.
"Yakin?" tanya Frans menggoda.
"Yakin, ayolah kita segera berangkat!" ajak Richard seolah ingin segera pergi dari hadapan sahabatnya yang mirip penyidik saat kepo tentang urusan pribadinya.
Farans dan Richard segera berangkat ke kantor Sanjaya group, setelah setengah jam perjalanan mereka sudah sampai di Sanjaya group. Richard segera menuju ke ruangannya, ia harus bekerja lebih keras lagi tanpa Amelia di sisinya. Richard mulai memeriksa berkas-berkasnya dan tak lama kemudian terdengar ketukan pintu yang ternyata dari general manager yaitu pak Vino melaporkan sesuatu pada Richard.
"Ada apa pak Vino, kenapa anda terlihat takut begitu?" tanya Richard yang melihat gelagat aneh pada pak Vino.
"Maaf pak Richard, saya mau melaporkan hasil penjualan kita sebulan yang lalu yang menurun cukup signifikan terutama pada minggu terakhir bulan Juni ini," ucap pak Vino sambil menyerahkan sebuah berkas pada Richard.
Richard menerima berkas tersebut lalu memeriksanya berlahan-lahan, setelah selesai ia hanya menghembuskan nafas kasar.
"Baru kau tinggal seminggu saja perusahaanku seperti ini Amel, bagaimana minggu-minggu berikutnya, bulan-bulan berikutnya dan tahun-tahun berikutnya," batin Richard sendu mengingat betapa berartinya Amelia di Sanjaya group.
"Bagaimana ini pak, apa yang harus kita lakukan agar penjualan kita bisa naik lagi?" tanya pak Vino membuyarkan lamunan Richard.
"Oh iya tadi anda bertanya apa?"
"Apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan penjualan agar kembali stabil?"
"Aku pelajari dulu masalah ini, besok kita akan kita adakan meeting dengan semua manajer divisi," jawab Richard, kemudian pak Vino undur diri dari ruangan Richard.
Setelah pak Vino keluar dari ruangannya, Richard menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya, badannya terasa lemas, pikirannya kacau, ia tak tahu bagaimana harus menyelesaikan masalah ini.
"Andai kau masih disini, Amelia, semua pasti akan baik-baik saja, maafkan aku Amel, maafkan aku," tangis Richard dalam hati sambil ia memejamkan matanya.
Keesokan harinya, Richard mengadakan rapat dengan semua divisi membahas cara bagaimana agar penjualan produksi meningkat bukan malam menurun. Dua manajer produksi dan marketing memberikan beberapa ide untuk meningkatkan hasil penjualan, dan ide itupun bisa di terima oleh Richard. Dua bulan telah berlalu, akhirnya Richard berhasil menstabilkan penjualan meski tak ada kenaikan yang signifikan, tapi ia masih bersyukur minimal penjualan tak mengalami penurunan penjualan seperti tiga bulan yang lalu.
Ujian Richard sepeninggal Amelia tak berhenti di sini, setelah berhasil menangani penurunan penjualan, kini Richard di hadapkan pada tender-tender yang selama tiga bulan ini jarang ia menangkan, di tambah banyak investor yang menarik dananya juga penurunan saham Sanjaya group.
"Rich, bagaimana ini perusahaan mengalami penurunan yang signifkan tiga bulan terakhir, tak satupun tender-tender besar yang kita menangkan, kalau begini terus lama-lama perusahaanmu gulung tikar," ucap Frans frustasi melihat keadaan Sanjaya group, sedangkan Richard hanya berdiri dalam diam sambil melihat kota J dari ketinggian, dan tentu saja itu membuat Frans kesal.
"Apa kau memiliki ide cemerlang untuk membantuku mengatasi semua ini?" tanya Richard dengan posisi masih menghadap ke jendela kaca besar melihat indahnya kota J dari ketinggian.
"Hei kenapa kau tanya padaku?, kau kan pimpinannya, ini semua tanggung jawabmu," ucap Frans kesal.
"Tapi sekarang otakku tak bisa berfikir apapun, makanya aku tanya padamu, mungkin kau punya solusi yang sangat baik untuk menyelamatkan Sanjaya group."
"Aha, aku ada ide dan itu pasti berhasil tak hanya Sanjaya group yang untung tapi kau juga akan bahagia," ucap Frans dengan senyum smirknya.
Richard yang mendengar perkataan sahabatnya langsung memutar badannya menghadap pada Frans.Pasalnya sahabatnya ini hanya ahli dalam menilai dan berkencan dengan para wanita, jadi cukup mengherankan otaknya bjsa encer menyelesaikan masalah perusahaan seberat ini.
"Ide apa itu, hebat sekali kau bisa memikirkan solusi terbaik untuk Sanjaya group?" tanya Richard dengan nada bicara sedikit ragu.
"Masalah di Sanjaya group ini hany satu solusinya, yaitu, bawa Amelia ke Sanjaya group untuk membantumu kembali," jawab Frans tenang dengan wajah tanpa dosa.
"Apa?, kau gila!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments