Dengan diikuti mbok Tun, Diandra berjalan keluar dari kamarnya. Rasanya tidak mungkin ia terus bersembunyi didalam kamarnya. Toh dirinya bukanlah orang yang sudah melakukan kesalahan sehingga harus menghindar dari semua orang.
Wajahnya tak sedikitpun menampakkan perubahan ekspresi, tetap datar dan dingin tanpa senyuman. Ia hanya akan tersenyum saat bersama mbok Tun saja.
Mendengar derap langkah menuruni anak tangga membuat semua orang beralih menatap asal suara. Diandra bisa dengan jelas melihat keterkejutan dari sorot mata semua orang. Dalam hati ia tersenyum sinis melihat bagaimana reaksi kedua orang tuanya dan juga kakak iparnya beserta orang tuanya.
"Diandra.. sayang". Mama Dita bahkan bangkit untuk menyambut Diandra. Setelah kejadian mrmilukan beberapa bulan lalu, bahkan untuk bermimpi berada dalam satu meja makan dengan Diandra saja sang mama tak berani. Tapi kini semua seolah mulai kembali seperti dulu, Diandra mau makan bersama mereka.
" Sini sayang..mama sudah masak ayam bakar kesukaan kamu". Dengan cepat mama Dita mengambilkan piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang disukai putrinya. Sementara Diandra tetap bungkam tak menjawab.
"Makan yang banyak ya.." Mama Dita meletakkan piring yang sudah terisi nasi dan lauk pauk dihadapan Diandra yang langsung mulai menyantapnya tanpa menghiraukan tatapan semua orang.
Mbok Tun tersenyum melihat Diandra, ia tahu sekeras apapun gadis itu, namun hatinya tetaplah selembut sutra. Mbok Tun percaya hal itu.
"Non Diandra sudah memberi nama untuk adek bayi loh pak, bu.." Melihat Diandra yang diam, mbok Tun membantunya membuka obrolan.
"Oh ya?? Siapa namanya nak??". Mama Dita dan mama Ana terlihat sangat antusias. Akhirnya setelah penantian hampir satu bulan, bayi kecil itu akan diberi nama juga.
" Iya..siapa namanya nak??". Papa Herman ikut menimpali pertanyaan. Sejujurnya ia teramat ingin memeluk putrinya, rasa rindu sudah menyiksanya selama berbulan-bulan ini. Biasanya hampir setiap hari ia mendengar suara ceria putri bungsunya itu, namun kini..bahkan untuk melihatnya sedikit.tersenyum pun rasanya sangat sulit. Dan itu berhasil membuat hatinya sakit tak terperi.
"Siapa tadi namanya non? Duh..simbok sudah tua. Makanya pikun begini.." Sebenarnya mbok Tun ingat. Namun sebisa mungkin ia ingin membuat Diandra sendiri yang menyebutkan nama bayi itu.
"Gaara. Sagaara Argantara". Jawab Diandra setelah terdiam beberapa saat.
Abi tersenyum bahagia mendengarnya. Anggaplah ia lelaki ba jingan yang paling egois. Tapi demi apapun, ia bahagia mendengar Diandra mau memberi nama untuk putranya setelah segala kesakitan yang mereka berikan untuk gadis itu. Bahkan gadis itu menyematkan nama belakangnya dibelakang nama anaknya.
" Terimakasih sayang..terimakasih kamu mau memberi nama untuk anak kakakmu". Mama Dita menggenggam tangan Diandra yang ada diatas meja. Namun perlahan Diandra melepaskan genggaman tangan sang mama.
"Aku sudah selesai". Tanpa berkata apapun lagi, Diandra meninggalkan meja makan hingga membuat suasana yang sempat ceria karena nama anak Dea menjadi mendung kembali setelah kepergian Diandra.
" Apa kita tidak terlalu jahat jika menjalankan permintaan terkahir Dea?". Mama Ana membuka suara.
"Aku pikir juga begitu mbak". Mama Dita tidak dapat menyembunyikan kesedihannya.
" Tapi mau bagaimana..Dea hanya menginginkan Diandra yang menjadi ibu sambung untuk putranya". Imbuh mama Dita bimbang. Ia tak mau lagi membuat putrinya merasa dianak tirikan, namun dilain sisi, cucunya juga butuh sosok seorang ibu.
"Sekarang kita harus apa mas?". Mama Ana menatap papa Ihsan yang terlihat sama bingungnya. Selepas kepergian Diandra, tak ada lagi yang melanjutkan makannya. Semua terfokus pada Diandra dan bayi mungil tak berdosa yang baru saja diberi nama Gaara oleh Diandra.
" Bersabarlah ma..dengan Diandra mau memberi nama pada cucu kita saja itu sudah diluar perkiraan kita". Papa Herman mengelus pundak istrinya.
"Iya ma..kita tidak bisa memaksanya. Bahkan jika Diandra menolak, kita tidak bisa melakukan apapun". Abi angkat suara setelah sejak tadi bungkam. Sejujurnya, hatinya sangat menginginkan Diandra mau menerima permintaan Dea untuk menjadi istrinya dan ibu dari putranya. Namun mengingat luka yang pernah mereka goreskan, Abi hanya bisa pasrah menunggu keputusan Diandra.
Sementara diruang makan sedang terjadi pembahasan tentangnya, Diandra kini tengah duduk sambil memandangi wajah tampan Gaara yang terlelap diatas kasur. Diandra sengaja tidak meletakkan Gaara didalam box.
Dua hari setelah membaca surat yang menurut Diandra lebih mirip buku diary dari Dea, dirinya tak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Setiap memejamkan matanya, bayangan Dea tersenyum padanya selalu menghantui setiap malamnya. Pun dengan wajah tenang bayi Gaara yang membuatnya semakin tak tenang.
" Sekarang apa yang harus aku lakukan??". Diandra mengelus lembut pipi halus Gaara yang masih terlelap.
"Kenapa ibumu jahat sekali. Dia sudah menghancurkan hatiku..lalu kenapa sekarang aku jadi seperti penjahat jika menolak keinginan terakhirnya??". Diandra terus berbicara pada Gaara meski bayi itu tak akan mengerti.
Hingga tanpa Diandra sadari, ia terlelap dengan memeluk Gaara. Tidurnya malam ini terasa nyenyak dengan memeluk tubuh mungil Gaara.
" Maafkan aku Di..jika saja waktu itu aku bisa mencegah diriku. Mungkin kita tidak akan seperti ini.." Abi yang sejak tadi berdiri didepan pintu dan mendengar semua keluh kesah Diandra akhirnya masuk setelah memastikan Diandra tidur.
"Kamu pasti sangat menderita karena ini.."
"Tapi tahukah kamu Di..aku pun sama menderitanya. Bahkan Dea juga sama menderitanya. Kami sangat menderita karena telah menyakiti wanita sebaik dan selembut dirimu Di.."
Abi terisak, mengingat kembali kisahnya dan Diandra yang dulu begitu penuh warna. Andai saja dulu ia bisa menahan diri, andai malam itu dirinya tak datang menjemput Dea, andai..andai. Banyak andai yang Abi bayangkan. Namun akhirnya semua andai itu tak dapat merubah apapun.
Dengan sangat hati-hati, Abi mendaratkan kecupan lembut didahi Diandra sebelum keluar dari kamar putranya dan kembali ke ruang kerjanya.
*****
Sudah satu minggu berlalu, tak pernah seharipun Diandra lewatkan tanpa menyambangi makam sang kakak. Setiap hari pula ia mengadu pada sang kakak, mengeluh tentang apa permintaan terakhir kakaknya yang terasa begitu memberatkannya.
Semakin hari pula Gaara semakin menempel padanya. Bahkan bayi itu tak bisa tidur jika bukan dirinya yang menggendong.
"Apa kabar kak? Apa kakak bahagia disana?". Diandra mengelus nisan sang kakak. Ia juga mencabut rumput yang mulai tumbuh dimakam sang kakak.
" Kakak tahu..Gaara sama menyebalkannya sepertimu". Diandra mulai menaburkan bunga yang ia bawa.
"Apa kalian memang sudah bersekongkol untuk menjebakku kembali kesini?".
" Ini terlalu sulit kak..ini terlalu berat untukku". Diandra mulai terisak. Inilah yang selalu ia lakukan seminggu belakangan ini. Mengadu dan menangis di pusara sang kakak. Karena hanya tempat itulah tempat paling aman untuknya menangis. Jika sudah sampai dirumah, maka ia akan kembali menjadi Diandra yang dingin dan datar. Bahkan seminggu ini tak ada kemajuan apapun dalam hubungannya dan kedua orang tuanya.
"Kenapa kakak meminta hal sesulit ini? Aku sedang berusaha melupakan kalian saat mama datang dan membawa kabar tentang kepergianmu".
" Kakak pasti bosan mendengar aku setiap hari mengeluhkan hal yang sama".
"Aku sudah meminta petunjuk kak, setiap malam aku bersujud untuk menemukan jawaban atas kebimbanganku. Tapi sampai saat ini bahkan aku belum menemukan sedikitpun petunjuknya". Diandra menelungkupkan wajahnya sambil terisak.
Sungguh ini terlalu berat untuknya. Hidup sebagai istri dari lelaki yang kini berstatus kakak iparnya dan menjadi ibu dari seorang anak. Diandra takit tidak sanggup menjalaninya. Ia takut akan semakin membuat luka hatinya tak kunjung sembuh.
Bahkan satu minggu ini ia sengaja mematikan ponselnya agar Naya dan Dimas tak menghubungi dirinya. Ia belum siap menceritakan semua pada kedua sahabatnya. Entah akan seperti apa reaksi Dimas dan Naya nantinya.
*****
Kasih up ekstra ya manteman semua..
Semoga nggak bosen bacanya ya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Juwita Vena
sebenerny kalo abi emang cinta sama adekny kenapa harus tertarik sama kakakny
2022-06-05
4
Biasalah
Kalo cinta sama adeknya ga bakalan tu laki tidur ama kakaknya ampek jadi bayi
2022-03-04
4