Diandra masih mematung menatap wanita paruh baya yang juga tengah menatap dirinya dengan mata yang sudah basah oleh air mata.
"Diandra..sayang.." Melihat wanita yang melahirkannya hendak memeluknya, Diandra mundur beberapa langkah hingga membuat tangan sang ibu yang sudah siap memeluknya menggantung diudara.
"Ada perlu apa anda mencari saya??". Tanya Diandra setelah berhasil menguasai dirinya.
" Sayang.." Air mata mama Dita semakin deras mengalir melihat betapa dingin putri kecilnya terhadap dirinya.
Ya, dia sadar..bahkan sangat sadar luka yang mereka goreskan di hati Diandra yang begitu lembut itu terlalu dalam.
"Maafkan mama sayang..maafkan kesalahan mama dan papa". Dita mengiba, namun tak sedikitpun membuat Diandra goyah.
" Ada keperluan apa lagi anda mencari saya?". Diandra kembali melontarkan pertanyaan yang semakin membuat Dita terisak.
"Mama minta maaf sayang..tolong jangan siksa kami seperti ini. Tolong dengarkan penjelasan mama dulu.." Dita semakin mendekat namun Diandra juga semakin memundurkan langkahnya.
"Nggak ada yang perlu saya dengar lagi.."
"Tolong jangan seperti ini nak..mama dan papa mencari kamu selama ini". Dita meringsek maju dan memaksa menggenggam kedua tangan anaknya.
" Kami minta maaf..maafkan kesalahan kami sayang". Dita bahkan sudah memeluk Diandra yang berontak ingin melepaskan diri.
Rasa rindu setelah berbulan-bulan tak bisa melihat anaknya, bahkan suaranya saja Dita tak bisa mendengarnya. Hari ini, ibu dari dua anak yang masih terlihat sangat muda itu menyalurkan semua perasaan rindunya pada putri yang begitu ia rindui.
"Tolong lepaskan saya". Suara dingin Diandra bagaikan belati yang menghujam tepat dijantungnya. Rupanya kekecewaan dan kebencian putri yang ia lahirkan begitu besar terhadapnya.
" Mama sangat merindukan kamu Di.." Dita semakin mengeratkan pelukannya. Jika boleh jujur, Diandra pun sangat merindukan pelukan hangat wanita yang sudah melahirkannya itu. Namun perasaan kecewanya masih terlalu menguasai akal sehatnya.
"Anda bisa keluar jika tidak ada lagi yang perlu dibicarakan". Setelah membiarkan sang mama memeluknya beberapa saat, Diandra mengusirnya secara halus dengan menunjuk pintu keluar.
" Jangan seperti ini Di..mama mohon". Sungguh Diandra merasa menjadi anak paling durhaka membiarkan ibu yang melahirkannya mengiba dan memohon seperti saat ini. Namun apa daya, rasa sakit hatinya atas kebohongan mereka benar-benar menguasainya.
Dita bahkan sudah bersimpuh dihadapan anaknya. Apapun akan ia lakukan untuk membuat Diandra mau memaafkan dan ikut pulang bersamanya.
Diandra yang melihat sang ibu bersimpuh begitu terkejut dengan apa yang dilakukan Dita. Ia bahkan memundurkan kakinya beberapa langkah. Sungguh hal yang tidak patut dilakukan ibunya.
"Apa yang anda lakukan!". Suara Diandra benar-benar menandakan ia tidak suka dengan apa yang ibunya lakukan saat ini.
" Mama akan lakukan apapun asal kamu memaafkan kami sayang". Dita masih betah bersimpuh. Namun sepertinya semuanya sia-sia. Diandra tak sedikitpun goyah dengan apa yang Dita lakukan.
"Bangunlah. Anda tidak pantas merendahkan diri dihadapan manusia seperti saya". Tak rela, ya mungkin itu yang Diandra rasakan. Ia benar-benar tak rela melihat ibunya merendahkan dirinya dihadapannya sendiri.
" Sepertinya lukamu sangat dalam sayang..maafkan kami yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam dihatimu yang sangat lembut itu nak..sepertinya kamu juga sudah bahagia tanpa kami.." Dita memaksakan senyum nya meski hatinya bagai disayat-sayat, terasa perih.
"Maaf kalau kedatangan mama membuatmu tidak nyaman sayang.." Perlahan Dita bangkit dari bersimpuhnya. Ia menatap putrinya penuh cinta yang balas menatap dirinya dingin dan datar tanpa ekspresi.
" Selain karena mama sangat merindukan dirimu..mama hanya ingin menyampaikan jika kakakmu Dea..dia sudah meninggal. Dia sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya". Air mata Dita kembali mengalir deras mengingat salah satu putrinya telah berpulang.
Sementara Diandra mematung, otaknya masih belum bisa mencerna dengan baik kabar yang disampaikan ibunya.
"Mama harap kamu sudi datang untuk melihat makam kakakmu sayang.." Dita memeluk Diandra yang mematung sebelum pergi meninggalkan apartemen putrinya dengan berderai air mata. Rupanya kedatangannya tidak mengubah keadaan yang sudah terlanjur terjadi.
Tubuh Diandra luruh ke lantai setelah pintu tertutup, kegigihan dan kesombongannya musnah seketika. Air mata mengalir deras tanpa bisa lagi ia bendung.
Kakaknya meninggal?? Wanita yang sudah ia anggap seperti malaikat dalam hidupnya pergi selamanya?? Bukankah ini yang ia inginkan?? Tapi kenapa kini hatinya terasa terkoyak?? Bahkan nafasnya tercekat, seolah pasokan oksigen didalam paru-parunya habis tak bersisa.
Lama ia diam dengan air mata yang semakin deras mengaliri wajah ayunya. Tangisan itu semakin lama semakin keras, bahkan Diandra meraung meratapi betapa takdir mempermainkan hidupnya.
"Di...!!!". Pekik Naya yang melihat Diandra terduduk dilantai sambil menangis meraung.
" Kenapa Nay..kenapa mereka begitu kejam!!". Teriak Diandra memukul dadanya berkali-kali.
"Sssttt..tenang Di". Naya memeluk Diandra yang masih terduduk dilantai.
" Sakit Nay...sakit". Tangis Diandra semakin pilu. Naya bahkan sudah menangis sedari tadi melihat kondisi Diandra.
"Ada apa Di?? Cerita Di.." Naya mengelus punggung Diandra yang naik turun akibat tangisannya.
"aaaaaakkh..Kenapa kalian tega!!". Diandra berteriak tanpa melepaskan diri dari pelukan Naya.
" Sstt..sstt.."
"Kamu yang tenang ya, aku disini Di..Aku disini, ada aku.." Hanya itu yang bisa Naya katakan. Ia hanya bisa menenangkan dan memeluk Diandra. Ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan permasalahan apa yang dihadapi oleh Diandra.
Lama keduanya berpelukan dilantai, entah berapa lama karena Naya merasa kakinya kram. Ia membawa Diandra untuk duduk diatas sofa. Kemudian ia meninggalkan Diandra dan mengambilkan air putih untuk gadis yang terlihat kacau itu.
"Minum dulu ya.." Naya mengasongkan segelas air putih didepan Diandra yang sudah lebih tenang.
"Harusnya aku seneng kan Nay.." Naya tak mengerti apa yang dimaksud Diandra.
"Harusnya aku seneng kan kalau dia mati?". Diandra menatap Naya dengan mata yang kembali basah oleh air mata.
Naya hanya diam, kini yang dibutuhkan Diandra hanya pendengar yang baik yang tidak menyela ungkapan hatinya yang rapuh itu.
" Tapi kenapa sakit banget disini Nay.." Diandra memukul dadanya berkali-kali.
"Harusnya aku bahagia. Ini yang aku mau..liat mereka menderita. Ngeliat dia mati..tapi kenapa aku ngerasa sakit Nay.." Naya hanya bisa mengelus pundak Diandra, berharap dengan begitu bisa mengurangi sesak dan beban temannya.
"Dia udah rebut kebahagiaan aku----"
Diandra menceritakan semua hal yang ia alami hingga dirinya bisa sampai dikota ini dan bekerja dikantor Al. Berkali-kali Naya terkejut, bahkan berulang kali gadis itu membekap mulutnya saat Diandra menceritakan semua hal yang dialaminya.
"Aku nggak tahu harus bilang apa Di. Tapi aku yakin kamu wanita kuat..wanita paling kuat yang pernah aku temui". Naya menangkup wajah Diandra dan menghapus air mata sahabatnya. Ia kemudian memeluk Diandra lagi.
" Aku yakin kamu mampu menghadapi mereka Di. Dia udah pergi, jangan simpan dendam kamu terlalu lama. Bukankah kamu tidak akan bisa melanjutkan hidup dengan tenang kalau kamu masih mendendam??". Naya memberi pendapatnya disela pelukannya dengan Diandra.
Lewat tengah malam keduanya baru kembali kedalam kamar dan membaringkan tubuh mereka dengan pikiran yang masih berkelana entah kemana.
Entah jam berapa keduanya benar-benar terlelap. Yang pasti, pagi ini keduanya kembali kesiangan dan terlambat ke kantor.
" Kamu nggak usah ke kantor. Nanti aku mintain izin langsung sama pak Heru deh.." Bujuk Naya. Ia tak tega melihat Diandra yang masih terlihat terpukul.
"Gapapa Nay.. kamu tenang aja ya". Diandra memberikan senyumannya. Senyum yang sedikit ia paksa kan untuk meyakinkan Naya.
" Aku mau sekalian minta cuti Nay.." Naya langsung menoleh.
"Kamu bener..aku nggak bisa terus lari. Dia juga udah pergi Nay.." Diandra tersenyum kecut
"Aku akan menemui mereka. Menyelesaikan apa yang belum selesai, setelah itu..aku akan melanjutkan kehidupanku tanpa bayang-bayang mereka". Naya melebarkan senyumnya mendengar Diandra mau mengikuti sarannya.
" Aku seneng dengernya Di. Aku yakin kamu bisa.." Naya memeluk Diandra dengan semangat hingga tak menyadari jika kini keduanya tengah menjadi tontonan beberapa orang yang sedang berlalu lalang dilobby kantor.
"Nggak usah dipeluk juga Nay. Ntar dikira kita ada something". Naya langsung melepas pelukannya dan melihat sekitar. Benar saja, banyak mata yang menatap mereka dengan tatapan aneh.
Naya dan Diandra hanya bisa nyengir kemudian kabur keruangannya masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Fransiska Siba
jujur ya thor kalau ada Diandra di dunia nyata, ga tahu mau blg apa? aku paling benci wanita yg keras kepala meskipun aku wanita, tp kalau wanita seperti Diandra masa ke ibu nya begitu. oke fine mereka salah krn mengkhianati mu tp kau belum dengar penjelasan mereka semua, coba kau bicara dgn kepala dingin kenapa? tdk membawa emosi. ini seorg ibu lohh yg rawat kamu dari besar bahkan mempertaruhkan nyawanya biar kau hadir di dunia ini. mereka darah daging, masa cuman gara2 laki2 kau putus hubungan dgn darah yg mengalir dalam tubuhmu. kecewa boleh tp jgn berlarut itu pun keluarga mu pun baru 1 kali melakukan kesalahan. Tp kau sdh membenci mereka tanpa mendengar penjelasan sama sekali. dasar egois dan keras kepala. pesan utk para laki2 kalau kalian ingin hidup tenang dan gampang mengatur istri dan menghargai kalian sebagai kepala keluarga cari yg bisa membicarakan masalah dgn kepala dingin bukan emosian di depan. jgn mau sama wanita yg keras kepala, wanita sepeti itu adalah penyakit yg tidak bisa sembuh.
2022-09-05
3
Masiah Cia
apa pun alasannya Abi dan keluarga ttp berhianat ....g setuju banget kalau Diandra menikah sm mantan pacarnya yg adalah Duda dr kakanya
2022-06-14
6
Juwita Vena
ternyata kakakny dah g ada lagi apa pernikahan kakakny hanya karna penyakit kakakny
2022-06-05
1