"Apa karena aku lebih sehat??". Dita menggeleng, ia semakin memeluk erat anak bungsunya itu.
" Sejak kecil kalian selalu lebih menyayangi Dea. Apa sekarang aku juga harus mengalah?? Memberikan Abi padanya?? Katakan!". Suara Diandra sudah serak menahan tangisan.
"Ah..aku lupa. Laki-laki itu bahkan sudah menjadi milik Dea. Jadi untuk apa kalian harus repot-repot memintaku memberikannya". Bagai teriris sembilu, hati kedua orang tau Diandra seolah disayat ribuan pisau mendengar betapa kecewanya anaknya itu.
"Enggak sayang..mama nggak pernah berpikir seperti itu". Dita semakin meraung, tak pernah ia bayangkan jika Diandra nya akan berpikir seperti itu. Kasih sayangnya terhadap kedua putrinya sama besarnya. Memang tak ia pungkiri jika Diandra lebih banyak mengalah karena sang kakak memiliki penyakit bawaan sejak lahir. Namun sungguh, Dita tak pernah membedakan kasih sayangnya. Ia tidak menyangka jika apa yang ia lakukan dan sang suami akan membuat Diandra merasa tersisih.
" Sudah berapa lama kalian menipuku?? Setahun? Dua tahun?? Atau sudah bertahun-tahun lalu?". Semua orang bungkam atas pertanyaan Diandra.
Diandra kembali mengusap kasar air mata yang akhirnya luruh juga itu. Ia kembali menatap kakaknya dan lelaki yang statusnya kini bahkan masih kekasihnya. Karena memang Abi tidak pernah memutuskan hubungan diantara keduanya. Tatapan penuh luka dan penuh kebencian ia berikan pada dua orang yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam padanya. Ia tidak akan pernah melupakan ini semua.
"Bahkan menantu pengecutmu itu tidak pernah memutuskan hubungan nya denganku". Sinis Naya membuat Abi menatapnya sekilas lalu kembali menunduk.
Perlahan ia melepaskan pelukan sang ibu. Berjalan mundur satu langkah dan menatap semua orang yang berdiri dihadapannya kini. Orang-orang yang begitu ia sayangi dan begitu ia percayai. Namun juga orang yang sudah membunuhnya, membunuh hatinya hingga ia tidak dapat lagi merasakan semua perasaan lain selain kekecewaan dan kemarahan.
"Selamat. Selamat atas keberhasilan kalian menghancurkan aku. Semoga hidup kalian bahagia". Diandra berbalik, meraih kopernya dan berjalan keluar.
" Diandra..sayang jangan pergi nak". Dita terus menangis meraung hingga beberapa saat kemudian sudah tak terdengar lagi suaranya.
" Mamaaaa!!!". Teriakan sang kakak tak sedikitpun membuatnya berniat untuk berbalik lagi.
"Ya Allah..ibu". Suara itu, suara itulah yang akhirnya membuat Diandra mengurungkan niatnya. Ia berbalik, menatap datar tubuh tergolek Dita yang kini ada didalam gendongan Herman.
Diandra hanya menatap datar drama yang ada didepannya, setelah apa yang mereka lakukan, Diandra tidak dapat lagi membedakan mana yang jujur dan pura-pura.
Ia melihat Dea menangis karena Herman melarangnya ikut ke rumah sakit. Tatapan muak ia layangkan saat melihat Abi memeluk dan menenangkan sang kakak.
" Kamu dirumah saja..kondisimu sedang tidak baik". Ucap Herman yang sudah siap didalam mobil.
"Dengarkan papa Dea..nanti kita akan menyusul". Abi menasehatinya dengan sangat sabar.
Sementara wanita tua yang membuat Diandra bertahan tengah berjalan menghampiri nya.
" Non Di.." Mbok Tun, wanita tua yang sudah merawatnya sejak kecil itu terlihat masih sama menurut Diandra.
"Mbok Tun, sehat?". Tanya Diandra dengan senyum yang dipaksakan. Bagaimana ia bisa tersenyum tulus jika hatinya sedang terkoyak dan terluka dalam.
" Baik non..Non Di??". Mbok Tun balik bertanya, Diandra dapat melihat dengan jelas jika dimata eanita itu juga menyimpan penyesalan yang dalam.
"Sehat..aku pamit mbok. Jaga kesehatan". Rupanya rasa kecewanya sudah terlalu dalam, hingga tak sedikutpun Diandra mengkhawatirkan kondisi sang ibu. Atau lebih tepatnya ia berusaha tak peduli. Ia tidak mau lagi terluka saat dirinya memperdulikan orang-orang itu.
" Non.." Mbok Tun tidak dapat menahan anak majikannya melangkah pergi.
"Dek..kakak mohon jangan pergi. Kasian mama.." Deanita memegang lengan Diandra.
"Dia mama mu, bukan mama ku". Balas Diandra sengit hingga membuat hati Deanita mencelos.
Tak ada lagi tatapan kekaguman dimata adiknya, tatapan yang biasanya penuh kekaguman dan kasih sayang itu tak lagi bisa ia lihat. Yang ada dimata adiknya kini hanya tatapan kecewa dan penuh kebencian. Deanita hancur melihatnya, namun ia sadar jika rasa sakitnya tak sebanding dengan apa yang dirasakan adiknya atas kesalahan yang telah ia lakukan.
" Enggak dek..mama sayang sama kamu". Deanita menggeleng kuat membuat Diandra kembali menyunggingkan senyum sinis.
"Oh ya? Apa dengan memberikan lelaki yang dicintai anaknya kepada anaknya yang lain? Itu maksudmu?". Sengit Diandra membuat Deanita semakin menangis histeris.
" Singkirkan tanganmu dariku". Diandra menepis kasar tangan kakaknya dan menatapnya tajam.
"Kamu nggak perlu sampai seperti ini Di!!". Bentak Abi yang melihat Diandra menepis kasar tangan wanita yang tengah mengandung anaknya itu.
Diandra kembali tersenyum, senyum penuh kepahitan. Bahkan kini lelaki yang selalu bersikap lembut padanya itu membentaknya hanya untuk melindungi Dea? Sungguh lengkap bukan penderitaannya.
" Kau ingin aku bersikap bagaimana tuan Abimana??". Tanya Diandra dengan menegaskan nama Abi.
"Kau ingin aku memeluknya dan mengucapkan selamat atas keberhasilannya mengahancurkan hidup dan mimpiku?". Abi terdiam, ia menyesali sikapnya yang berteriak dan membentak Diandra, gadis yang selalu mengisi harinya selama belasan tahun, bahkan mungkin hingga kini.
" Ini bukan kamu Di.." Lirih Abi yang masih merangkul pundak Deanita.
Diandra maju selangkah hingga jarak antara dirinya dan sang kakak serta kakak iparnya hanya berjarak satu langkah saja.
"Diandra sudah mati!! Dan kalian lah pembunuhnya!!". Tegas Diandra membuat Deanita menangis histeris.
" Maafkan kakak dek..maaf". Deanita bahkan bersimpuh dikaki adiknya yang tak sedikitpun tersentuh dengan apa yang dilakukan kakaknya itu.
"Bangun Dea..kamu nggak perlu seperti ini". Deanita tetap bersikukuh bersimpuh dikaki Diandra meski Abi berusaha membuatnya bangkit.
" Dengarkan apa yang dikatakan suamimu ini, kak. Hiduplah dengan bahagia selagi kalian masih bisa, aku doakan semoga tuhan tidak mengutuk kalian".
"Di...jangan pergi kakak mohon". Deanita memohon.
" Setidaknya tunggu sampai mama sadar. Mama akan sedih saat sadar dan tidak menemukan kamu". Diandra menghentikan langkahnya tanpa berbalik.
"Dia bukan lagi mamaku sejak dia bersekongkol dengan kalian menutupi kebenaran ini". Diandra kembali melangkah kan kakinya.
" Aku akan bicara dengannya". Abi membantu Deanita duduk kemudian mengejar Diandra.
"Di..!!" Abi mencekal tangan Diandra yang langsung dihempaskan secara kasar oleh Diandra.
"Kenapa kamu seperti ini Di. Ini bukan Diandra yang aku kenal.." Tatapan mata itu masih sama, selalu bisa melemahkan Diandra. Namun tidak kali ini.
"Lalu?? Kamu ingin aku Seperti apa??". Tanya Diandra sarkas.
Hati Abi mencelos mendapati tatapan tajam gadis ceria itu. Ia sudah benar-benar tidak mengenal Diandra nya lagi. Ah, bahkan sepertinya ia sudah tidak pantas menyebut Diandra sebagai miliknya lagi.
Ini salahnya, ia terlalu pengecut untuk mengakhiri hubungannya dengan Diandra dan berkata jujur jika dirinya sudah menukahi kakak dari gadis itu. Seandainya ia jujur, mungkin keadaannya tidak akan serumit ini.
" Aku mohon tinggallah..mama akan sedih nantinya". Pinta Abi. Diandra hanya menatap datar wajah lelaki yang tengah memohon padanya itu. Lukanya sudah menutup semua rasa cintanya selama ini.
"Kakak janji tidak akan menampakkan diri didepanmu dek. Tapi kakak mohon tinggallah sebentar. Hanya sampai mama sadar". Rupanya Deanita langsung menyusul keluar. Ia takut Abi tidak bisa membujuk Diandra.
" Aku harap kalian benar-benar tidak akan muncul didepanku!!". Diandra menarik kopernya masuk kembali kedalam rumah, membawanya ke kamar miliknya yang sudah satu tahun lebih ia tinggal. Semuanya masih nampak sama, hanya sekarang situasinya yang tak akan pernah sama lagi.
Bukan untuk sang ibu dirinya bertahan disana. Namun tubuhnya terlalu lelah setelah perjalanan panjangnya. Dirinya juga harus memikirkan matang-matang langkah apa yang akan ia ambil setelah ini.
"Non..mbok boleh masuk?". Diandra menatap pintu, dimana suara mbok Tun berada dibalik pintu itu.
" Masuk mbok..nggak dikunci".
Wajah tua itu tersenyum sedih menatap Diandra yang duduk diatas ranjangnya. Ia berjalan dengan membawa nampan yang berisi mi goreng kesukaan Diandra.
"Makan dulu ya non.." Bujuk mbok Tun.
"Aku nggak laper mbok.." Lirih Diandra. Ketegasan dan ketegarannya ketika ada dihadapan orang-orang yang menghianatinya hilang sudah, kini hanya nampak Diandra terluka yang rapuh.
"Mbok yakin non bisa..non orang baik". Mbok Tun memeluk Diandra penuh kasih sayang, hingga akhirnya Diandra menangis sesenggukan didalam pelukan pengasuhnya.
" Mereka jahat mbok..kenapa mereka tega?". Mbok Tun mengelus punggung anakmajikannya itu.
"Allah sedang menguji non untuk menaikkan derajat non, mbok yakin non akan bahagia suatu saat nanti. Dimanapun nanti non tinggal, non pasti bahagia". Diandra menumpahkan segala pahit hidupnya didalam dekapan mbok Tun.
" Sekarang makan ya..mbok sudah buatkan mie kesukaan non". Mbok Tun perlahan melepaskan pelukannya.
"Tapi suapin ya mbok.." Pinta Diandra membuat mbok Tun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Makan yang banyak ya non..mbok ndak mau non Di sakit". Dengan telaten, wanita tua itu menyuapi gadis yang sudah ia rawat sejak kecil. Dalam hati ia mendoakan dengan tulus kebahagiaan gadis ceria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Nurlina Nur
ketika kepercayaan di hianati,di situlh ada luka tpi TK berdarah😭,tpi yakinlh bahwa dia BKN terbaik untuk kita 💪
2022-11-03
0
Yuen
Diandra apa Naya?
2022-06-16
1
momy ida
awal part sampai sinih bikin gw 😭😭😭sakit dan kecewa saat orang terdekat menghianati kita☹️☹️☹️
2022-06-15
3