"Dimana kamarnya?". Pertanyaan Diandra membuat mama Dita dan Abi yang duduk didepan kamar Diandra terkejut karena tidak menyadari Diandra sudah keluar dari kamar.
" Dimana kamarnya? ". Diandra mengulang pertanyaannya karena tak ada seorang pun yang menjawab.
" Disini non..mari simbok antar". Mbok Tun yang baru datang langsung menunjukkan kamar milik bayi mungil itu. Rupanya bayi mungil itu ditempatkan dikamar milik Deanita yang berada disamping kamar Diandra dan sudah ditata ulang sedemikian rupa hingga kini difungsikan sebagai kamar sang bayi.
Dengan sangat perlahan Diandra menurunkan tubuh mungil bayi kakaknya. Perlahan ia mengelus pucuk kepala bayi lelaki itu, untuk sesaat matanya terpaku menatap wajah tampan bayi mungil yang masih belum ia ketahui namanya itu. Wajahnya benar-benar tampan, seperti ayahnya. Tapi matanya mirip seperti milik kakaknya. Benar-benar perpaduan yang sangat pas.
Matanya menatap bingkai berisi foto sang kakak yang tengah tersenyum diatas nakas samping ranjang. Tangan Diandra terulur mangambilnya. Dengan lembut, Diandra mengelus foto sang kakak. Rasa rindu tiba-tiba menghinggapinya. Namun apa daya, bukankah penyesalan memang selalu datang paling akhir?
"Non.." Panggilan mbok Tun membuat Diandra tersadar. Ia melihat mbok Tun membawa sebuah buku yang lebih mirip seperti sebuah Diary.
"Ada apa mbok? Bilang aja.." Diandra melihat mbok Tun yang ragu untuk berbicara padanya.
"Maaf non..tapi simbok harus menyampaikan pesan dari non Dea untuk non.." Mbok Tun mengulurkan perlahan buku yang sejak tadi ia genggam.
"Apa ini mbok?". Tanya Diandra dengan kening berkerut.
" Simbok kurang tahu..tapi kata non Dea, itu surat untuk non Diandra.." Diandra terkekeh sedih.
"Ini surat apa buku novel mbok.." Kekeh Diandra yang matanya sudah kembali berembun.
"Simbok keluar dulu ya non..simbok ambilkan makan". Diandra mengangguk, sejak siang tadi perutnya memang belum terisi apapun.
" Kakak benar-benar menyiapkan ini semua.." Gumam Diandra yang mulai membuka halaman pertama buku milik sang kakak.
Tanpa Diandra sadari, air matanya sudah kembali menetes. Padahal ini belum satu lembar dari tulisan sang kakak yang ia baca.
Tak lama mbok Tun kembali dengan nampan berisi makanan dan jus kesukaan Diandra. Dengan telaten, wanita tua itu menyuapi Diandra yang sesekali terisak karena masih membaca surat berbentuk buku dari sang kakak.
"Lagi ya non.." Diandra menggeleng. Dirinya sudah semakin kesulitan menelan makanan yang disuapkan mbok Tun kedalam mulutnya.
"Simbok tinggal dulu ya..simbok yakin non Diandra pasti bisa.." Mbok Tun mencium kening Diandra penuh kasih sayang sebelum pergi meninggalkan Diandra yang semakin terisak setiap membaca lembar demi lembar buku ditangannya.
"Aku udah maafin kakak.." Gumam Diandra saat membaca tulisan sang kakak yang berkali-kali menuliskan permohonan maaf padanya.
Diandra membekap mulutnya ketika membaca halaman terakhir buku yang diberikan mbok Tun tadi. Ia menggeleng kuat ketika membaca permintaan terakhir sang kakak. Permintaan gila yang membuat nya tak percaya.
"Kakak benar-benar gila". Lirih Diandra.
Bagaimana tidak, seolah sudah tahu ajalnya semakin dekat. Deanita menuliskan pesan jika ia meminta Diandra untuk menggantikan posisinya sebagai ibu dari calon anaknya dan kembali bersama Abi. Benar-benar permintaan yang sangat gila dan tidak masuk akal.
Diandra menatap box bayi didepannya, bayi tidak berdosa itu sudah ditinggalkan padahal usianya belum genap satu bulan. Kakaknya benar-benar wanita jahat. Dan kini, dirinya yang harus menjadi ibu dari bayi mungil itu? Ini sungguh tidak masuk kedalam akal sehatnya.
" Apa ibumu sudah gila?? Setelah yang mereka lakukan padaku..sekarang ibumu meminta padaku untuk menggantikannya menjadi ibumu ". Diandra berbicara pada bayi mungil yang terlelap didalam box nya.
" Apa mereka tidak memikirkan perasaanku? Bahkan butuh waktu untuk aku bisa kuat kembali kesini. Dan sekarang ibumu meninggalkan pesan gila seperti ini. Kenapa harus aku? Kenapa bukan wanita lain?". Diandra masih menatap box berisi tubuh mungil yang sudah terlelap.
" Aku bahkan tidak tahu namamu..takdir benar-benar sedang mempermainkan hidupku". Diandra tersenyum getir
"Aku memang sudah memaafkan mu kak..tapi maaf. Aku tidak bisa menggantikan posisimu, entah itu sebagai ibu dari anakmu..atau istri dari suamimu". Diandra menutup buku yang sejak tadi ia pegang, ia meletakkannya diatas nakas dan berlalu meninggalkan kamar itu dengan perasaan tak menentu.
" Apa keputusanku untuk datang kesini adalah salah?". Gumam Diandra yang sudah merebahkan tubuhnya ditas kasur dikamarnya.
Kepala yang masih terasa berdenyut, serta mata yang terasa berat membuat Diandra tak sadar sudah masuk kedalam alam mimpinya. Tidur yang amat nyenyak, hingga suara tangisan itu menarik paksa kesadarannya.
Diandra mengumpulkan nyawanya yang masih bertebaran entah kemana. Ia duduk disisi ranjang dan berusaha membuka matanya.
Ia pikir dirinya sedang bermimpi mendengar tangisan bayi. Namun semakin lama, tangisannya semakin kencang terdengar. Akhirnya mau tidak mau, Diandra bangun dan berjalan mencari sumber suara tangisan itu.
"Kemana semua orang? Kenapa membiarkan bayi ini menangis sejak tadi". Kamar yang hanya bersebelahan membuatnya bisa mendengar jelas tangisan anak Deanita.
" Hai..kenapa hmm?? Kamu haus?". Diandra mengangkat tubuh bayi tampan itu setelah memeriksa popoknya apakah sudah basah atau belum.
"Sebentar ya..aku akan membuatkan susu untukmu". Dengan cekatan, Diandra menggendong bayi itu sambil membuatkan susu dikamar itu juga. Karena memang semua sudah disiapkan didalam kamar.
" Pelan-pelan saja..aku tidak akan memintanya". Diandra tersenyum melihat bayi laki-laki itu menyedot su su yang dibuatkannya dengan begitu kuat.
"Siapa namamu hm?? Aku bahkan belum mengetahuinya.." Diandra mengelus lembut pipi bayi mungil itu. Wajah bayi itu benar-benar tampan, dan Diandra mengaguminya.
"Matamu benar-benar mirip seperti ibumu.." Diandra terus menatap wajah tampan itu. Seolah enggan mengalihkan pandangannya dari wajah tampan itu.
Diandra menoleh saat pintu kamar terbuka, dirinya diam dan memasang wajah datar melihat siapa yang datang.
"Apa dia menangis?". Tanya Abi yang baru saja masuk.
" Menurutmu?". Diandra balik bertanya dengan ketus.
"Maaf..aku tadi di ruang kerja. Aku tidak mendengar tangisannya". Abi berjalan mendekat
Tanpa berkata apapun, Diandra menyerahkan tubuh anak Abi pada sang ayah dan hendak keluar. Berada dalam satu ruangan yang sama dengan orang yang pernah menyakitinya terasa menyesakkan. Seolah udara didalam ruangan itu habis tak tersisa untuknya.
" Di.. tunggu". Panggilan Abi membuat Diandra berhenti.
"Kita harus bicara Di.." Pinta Abi membuat Diandra tersenyum sinis.
"Ya..aku kesini untuk berbicara pada kalian. Mari kita selesaikan urusan kita. Setelah ini, anggap kita sebagai orang asing yang tidak pernah saling mengenal!". Diandra berbalik dan menatap Abi dengan sorot mata tajam. Tak ada lagi tatapan lembut yang meneduhkan yang selama ini Abi rindukan.
" Bukan begitu Di.." Abi terhenyak mendengar apa yang diucapkan Diandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Azhar Darwin
cocok nya di balas sama menikah sama dimas biar si abi rasain yg namanya kecewa
2022-09-30
0
Yuda Hasna
harus nya.deanita diperkosa trs hamil.
abi yg mau bertagug jwab dri pada kasihan.
la ini anak abi.
emang dasar abi yg doyan wanita.
2022-06-19
0
Umar
kloe akhirnya Abi SMA Diandra brarti othornya kra2 waras gak y wlopun judulnya sdah jelas halue
2022-06-19
0