Entah mengapa bayi yang sejak tadi sudah diam tiba-tiba menangis begitu keras. Abi yang menggendongnya terkejut karena putranya tiba-tiba menangis.
"Kamu kenapa boy??". Tanya Abi kelihatan bingung sendiri. Sementara Diandra hanya menyaksikannya tanpa berniat menolong meski hatinya tak tega.
Tak lama mbok Tun masuk dengan tergopoh, melihat Abi yang kebingungan menenangkan putranya yang masih menangis. Sungguh Diandra gemas sendiri dengan Abi yang tidak bisa menenangkan putranya.
" Kasep kenapa mas Abi?". Tanya mbok Tun panik dan mengambil alih tubuh bayi mungil itu.
"Aduh kenapa atuh aden..kok rewel begini. Haus? Mau minum?". Mbok Tun yang terlihat akan membuatkan susu langsung diambil alih Diandra. Meski rasa sakit hatinya masih begitu terasa, namun bayi itu tetaplah seorang bayi suci yang tidak memiliki dosa apapun padanya. Meski kedua orang tuanya lah penyebab kesakitannya.
" Makasih non.." Ucap mbok Tun dijawab senyuman oleh Diandra.
"Kenapa ndak mau minum? Cup..cup..jangan nangis ya.." Mbok Tun yang biasanya tenang kini ikut panik karena bayi itu tidak mau meminum susu dan terus menangis.
Diandra menghela nafas berat, ada apa dengan semua orang? Kenapa dari sekian banyak orang tidak ada yang becus menenangkan seorang bayi saja?? Bahkan mbok Tun yang biasanya pandai menenangkan anak tidak bisa membuat bayi itu tenang.
"Sebenarnya bagaimana kalian merawatnya selama ini?!". Kesal Diandra yang akhirnya mengambil alih tubuh bayi itu.
" Menenangkan dia saat menangis saja tidak bisa! Benar-benar menyebalkan!". Meski terus mengomel, namun Diandra mencoba membuat bayi itu tenang. Dan setelah hampir lima menit, akhirnya bayi itu tenang dan mulai terlelap.
Dalam diamnya Abi tersenyum melihat bagaimana cekatannya Diandra mengurus anaknya. Anak yang bahkan belum memiliki nama karena permintaan istrinya, Deanita.
"Di.." Panggil Abi membuatnya mendapat tatapan tajam dari Diandra.
"Diamlah!". Sengit Diandra yang justru membuat Abi tersenyum. Gadisnya itu terlihat semakin cantik sekarang.
" Ada yang harus aku sampaikan.." Seperti tak mendengar ucapan Diandra, Abi terus melanjutkan pembicaraan.
"Anakku.."
"Tidak bisakah kamu diam?! Biarkan anak ini benar-benar tidur. Aku akan bicara denganmu setelah anak ini tidur!". Kesal Diandra karena Abi tak mendengarkannya.
" Baiklah.." Akhirnya Abi pasrah. Duduk disofa yang ada didalam kamar anaknya. Bahkan mbok Tun yang hendak pamit ia cegah, ia yakin Diandra tak akan mendengarkan dirinya. Maka dari itu Abi meminta bantuan mbok Tun.
Setelah hampir setengah jam akhirnya bayi mungil itu benar-benar terlelap. Diandra meletakkannya didalam box bayi dan kembali memastikan bahwa bayi itu benar-benar tidur.
Ia berbalik dan mendapati Abi dan mbok Tun masih ada didalam kamar itu. Perlahan ia mendekat, tanpa duduk ia menatap Abi yang rupanya sejak tadi juga tengah menatap dirinya.
"Ada apa?". Tanya Diandra dingin.
Abi dan Mbok Tun saling berpandangan. Sejujurnya keduanya bingung harus memulai dari mana menjelaskan keinginan Dea pada Diandra.
" Aku akan keluar jika tidak ada yang perlu dibicarakan". Abi bangkit dan langsung mencekal pergelangan tangan Diandra.
Diandra menatap Abi kemudian tangannya secara bergantian. Seolah paham dengan kesalahannya, Abi segera melepaskan tangannya.
"Maaf.." Lirihnya.
"Katakan". Ucap Diandra tanpa menatap Abi.
" Ada yang harus aku sampaikan. Ini permintaan Dea.." Ucapan Abi membuat Diandra segera menatapnya. Permintaan apalagi yang kakaknya inginkan.
Abi masih diam, menunggu reaksi Diandra. Namun gadis itu tetap bungkam hingga akhirnya Abi memutuskan untuk melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan.
"Anakku.." Abi seolah kesulitan untuk menyampaikan apa pesan Dea.
"Katakanlah cepat. Aku sudah lelah". Diandra sudah gemas karena sejak tadi Abi tak kunjung mengatakan apa maksudnya.
" Dia belum memiliki nama.."
"APA?!!!". Jujur Diandra terkejut, umur bayi itu sudah hampir satu bulan. Dan dia belum memiliki nama?? Sebenarnya apa maksud semua orang.
" Berilah dia nama Di.." Diandra langsung menatap Abi tajam.
"Apa maksudmu?!".
" Berikan nama untuk anakku.." Abi mengulangi ucapannya.
"Apa kalian gila?!". Diandra menahan suaranya agar tidak berteriak. Ia melirik box bayi, memastikan jika bayi mungil itu tidak terbangun karena suaranya.
" Orang tua macam apa kalian sebenarnya?! ". Diandra menatap tajam Abi yang juga menatapnya dengan tatapan sendu.
" Ini permintaan Dea sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya". Terlihat jelas jika Abi juga merasa bimbang.
Diandra memijit pelipisnya. Sepertinya kepulangannya benar-benar keputusan salah. Harusnya ia tidak perlu datang kerumah ini.
"Dia ingin kamu yang memberi nama putranya. Dia tidak mengijinkan siapapun untuk memberi nama pada anak itu". Jelas Abi membuat Diandra semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran kakaknya.
Seolah tak percaya pada ucapan Abi, Diandra menatap mbok Tun yang juga tengah menatapnya dan Abi.
" Semua yang diucapkan mas Abi itu benar non..non Dea memang benar-benar berpesan seperti itu". Jelas mbok Tun membuat Diandra kehabisan kata-kata.
"Kalian benar-benar tidak waras". Diandra berlalu meninggalkan Abi yang menatapnya penuh penyesalan. Andai saja malam suram itu tidak pernah terjadi, mungkin keadaannya tidak akan serumit saat ini. Mungkin pula saat ini dirinya sudah bahagia dengan Diandra, pun dengan Deanita yang mungkin saja saat ini masih bersama mereka.
Abi menghela nafas panjang, penyesalan apapun tidak akan berguna sekarang. Semua sudah terlanjur terjadi, yang bisa ia lakukan saat ini hanya berusaha memperbaiki keadaan agar lebih baik lagi.
Diandra menghempaskan tubuhnya ke atas kasur empuknya. Kepalanya terasa berdenyut. Abi dan Dea benar-benar pasangan gila.
" Apa yang ada dalam otakmu kak. Bahkan bayi tidak berdosa itu kamu libatkan dalam kondisi rumit ini. Kalian benar-benar keterlaluan". Gumam Diandra menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes.
Sedikit banyak ia jadi memikirkan nama apa yang cocok untuk bayi tampan itu. Ah..ia benar-benar membenci dirinya yang terlalu lemah seperti ini. Harusnya ia bisa menolak semua hal gila yang diinginkan almarhum kakaknya itu.
******
"Non..simbok boleh masuk??".
" Masuk mbok..pintunya nggak dikunci". Diandra yang baru selesai mandi menjawabnya.
"Sarapan sudah siap non..ibu sama bapak juga sudah di meja makan". Diandra menghela nafas, dua hari dirinya disana. Dan belum pernah sekalipun ia ikut makan bersama dengan kedua orang tuanya dan kakak iparnya.
" Bu Ana sama pak Ihsan juga ada diruang makan". Diandra semakin menghela nafasnya dalam, bahkan kedua orang tua Abi juga ada disana.
"Apa anak kakak sudah mandi mbok?? Sudah dibuatkan susu?". Mbok Tun mengangguk, berada dekat dengan bayi itu membuat Diandra memiliki ikatan tersendiri. Ikatan yang akan membuatnya kembali terjebak dan berada diantara orang-orang yang pernah menorehkan luka mendalam dihatinya.
" Simbok boleh tanya sesuatu non??". Diandra tersenyum dan mengangguk.
"Apa..apa non Diandra sudah memikirkan nama untuk anaknya non Dea? Simbok kasihan..umurnya hampir satu bulan tapi belum mempunyai nama". Diandra kembali menghela nafasnya.
" Sudah mbok.." Mbok Tun tersenyum lebar. Ia tak menyangka jika Diandra akan benar-benar sudi memberi nama untuk anak dari wanita yang menghancurkan impiannya.
"Alhamdulillah..simbok senang dengernya non.." Diandra tersenyum melihat kelegaan diwajah tua itu. Ya, ia memang tak bisa tidur nyenyak karena memikirkan nama yang pas untuk bayi tampan itu.
"Kalo boleh simbok tahu..siapa namanya non??". Mbok Tun benar-benar terlihat antusias.
" Gaara.."
"Sagaara Argantara". Senyuman mbok Tun semakin jelas terlihat mendengar nama yang Diandra sematkan pada bayi mungil itu.
" Bagus sekali non namanya..den Gaara. Simbok suka sekali". Diandra kembali tersenyum, seolah kebanggaan tersendiri memberi nama untuk anak kakaknya.
"Bagus mbok??". Mbok Tun mengangguk berkali-kali dengan semangat
" Sekarang non makan dulu ya..apa mau simbok bawakan kesini??". Tanya mbok Tun yang sudah dua hari ini melayani Diandra dengan membawakan makanan kedalam kamarnya.
"Tidak perlu mbok..aku akan turun. Aku akan memberitahu mereka kalau aku sudah memberi nama anak kak Dea.." Mbok Tun semakin melebarkan senyumannya. Ia merengkuh Diandra kedalam pelukannya.
"Simbok tahu..non masih Diandra yang sama meski apapun yang terjadi. Non tetap gadis berhati lembut yang simbok kenal". Diandra tersenyum kecut sambil membalas pelukan mbok Tun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Fransiska Siba
Diandra bukan wanita lembut kalau dilembut pasti dia menerima takdirnya tdk bersama Abi. hati org lembut itu jika disakiti berkali2 masih memaafkan baru nama berhati lembut... ini baru dikhianati krn seorg pria sdh membenci semua org termasuk org tuanya. seolah hanya Abi laki2 di dunia ini.
2022-09-05
1
Fransiska Siba
semua tidak akan rumit kalau Diandra bisa menerima takdir.
gimana takdir sdh begitu tp dia masih egois dan keras kepala. sehingga kakaknya jadi korban. coba dengar penjelasan mereka dlu tp dia egois hanya memikirkan perasaannya saja
2022-09-05
0
Masiah Cia
sebel thour kalau deandra kembali sm abi
2022-06-14
0