Diandra tengah melamun di balkon kamarnya. Ia baru saja menidurkan Gaara yang terbangun karena haus. Sudut bibirnya sedikit terangkat, hingga menciptakan sebuah senyuman, senyuman perih yang tak dapat ia sembunyikan jika sedang sendiri seperti ini.
"Apa yang aku lakukan sudah benar kak?". Diandra menatap langit malam yang penuh dengan bintang.
Siang tadi mama Ana dan mama Dita memberitahunya jika pernikahan mereka akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Kedua mama itu sudah menyiapkannya. Pernikahan mereka akan dilaksanakan dengan mengundang seluruh rekanan bisnis papa Herman maupun papa Ihsan. Pun dengan rekanan bisnis Abi. Itu artinya pernikahan ini akan dilaksanakan besar-besaran. Diandra tak mau ambil pusing dengan apa yang disiapkan semua orang.
Pikirannya tengah berkelana pada lelaki baik yang sudah membantunya bangkit dan selalu ada saat dirinya terpuruk, Dimas. Ya..Diandra memikirkan ucapan Dimas siang tadi saat dirinya menelpon.
flashback on
Setelah memutuskan untuk menerima dan menjalankan amanah Dea, sang kakak. Diandra mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk menghubungi Dimas lebih dulu. Dia tidak ingin terlalu lama menggantung perasaan Dimas, lelaki baik yang selalu ada untuk dirinya
" Di..kamu itu?? Aku udah nunggu telpon dari kamu. Kamu baik-baik aja kan?? Nggak terjadi sesuatu kan??". Dimas langsung memberondong Diandra dengan banyak pertanyaan hingga membuat Diandra terkekeh pelan. Ia tahu Dimas amat mengkhawatirkan dirinya.
" Assalamualaikum.. "
"Eh..iya Wa'alaikumsalam Di..hehehe saking senengnya kamu telpon sampe lupa salam". Diandra membayangkan wajah cengengesan Dimas jika sedang bercanda.
" Dim.." Diandra masih ragu. Tapi dirinya sudah membuat keputusan. Artinya ia harus tegas dan memberitahu Dimas jika ia akan menikah dengan Abi.
"Kenapa Di?? Kamu gapapa kan???". Diandra tahu Dimas khawatir. Ia tersenyum getir, mengapa harus begini.
" Aku akan menikah.." Hening, tak ada sahutan apapun dari Dimas. Sudah pasti lelaki itu terkejut mendengar kabar yang ia sampaikan.
"Dim.." Panggil Diandra karena sudah cukup lama Dimas diam.
"Ya..apa Di??".
" Maaf.." Ucap Diandra yang mulai menangis. Entah mengapa dirinya merasa begitu bersalah pada Dimas. Ia merasa menghianati Dimas. Namun ia tidak bisa mengabaikan Gaara. Salahkan saja hatinya yang terlalu lembut.
"Hei..kenapa nangis. Jangan nangis aku mohon.." Pinta Dimas tulus. Meski hancur, ia yakin Diandra memiliki alasannya sendiri hingga memutuskan hal sebesar ini dalam waktu singkat.
"Maafin aku Dim..aku udah sakitin kamu". Diandra terus terisak.
" Kamu nggak salah Di..aku tahu kamu punya alasan sendiri.." Diandra semakin terisak mendengar betapa pengertiannya Dimas.
"Kamu dengerin aku Di..apapun keputusan kamu..aku akan selalu mendukung kamu. Ingat kata-kataku ini Di, kapanpun..kapanpun kamu butuh aku, jangan sungkan hubungi aku. Jangan pernah ragu meminta bantuanku jika kamu merasa perlu..kamu mengerti?". Bukannya berhenti menangis, Diandra justru semakin menangis.
Diandra mengangguk patuh meski Dimas tak akan dapat melihatnya.
"Jadi kapan kamu akan menikah??". Tanya Dimas sekuat tenaga menahan sakit hatinya.
" Satu minggu lagi..apa kamu akan datang??". Diandra tahu ia jahat jika meminta Dimas datang, tapi ia ingin bertemu Dimas.
"Pasti..aku pasti dateng. Naya udah tahu??". Tanya Dimas mengalihkan pembicaraan untuk meredakan tangis Diandra.
" Belum..Aku akan menelpon dia besok". Obrolan keduanya berlanjut dengan Dimas yang bercerita bagaimana menderitanya dia yang selalu kena semprot mbak Dina. Dia lelah karena semua pekerjaan Diandra ditimpakan padanya.
Diandra menghela nafas panjang setelah mengakhiri percakapannya dengan Dimas. Ada sedikit kelegaan setelah jujur dengan Dimas, lelaki yang tulus mencintainya namun dengan teganya ia menyakiti hati lelaki itu.
"Apa bedanya aku sama kak Dea dan Abi. Aku sama jahatnya karena bikin kamu sakit Dim.."
flashback off
Diandra tersenyum kecut mendengar Naya berteriak ketika ia memberitahu berita tentang pernikahan mendadaknya. Ia tahu sahabatnya itu pasti amat terkejut dengan apa yang ia sampaikan.
Diandra mengabari Naya dua hari sebelum pernikahannya. Rupanya ia tidak cukup berani memberitahu Naya jauh-jauh hari seperti ia memberitahu Dimas.
Naya berjanji akan datang, dan itu membuat Diandra lega. Kedua sahabatnya berjanji akan datang. Setidaknya ia akan memiliki sedikit kekuatan dari keduanya menjalankan pernikahan gila permintaan terakhir kakaknya itu.
Tanpa terasa waktu pernikahan Diandra sudah tiba. Entah bagaimana caranya kedua orang tua dan calon mertuanya menyiapkan pernikahan semegah ini hanya dalam waktu satu minggu. Kekuatan uang memang tak bisa diragukan.
Berbeda dengan pernikahan Abi dan Dea yang digelar sederhana dan hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat, pernikahan Diandra dan Abi benar-benar menjadi pernikahan megah dengan ribuan tamu undangan.
"Masyaallah..cantik banget neng Diandra". Puji salah seorang MUA yang bertugas mendandani dirinya.
" Biasa aja kak.." Sahut Diandra dengan senyum tipis.
Ia menatap nanar pantulan dirinya dicermin yang ada didepannya. Ia bahkan merasa tak mengenali dirinya setelah di make over oleh MUA professional yang disiapkan mama Ana.
Ia menatap nakas didepannya, dimana foto sang kakak yang tengah tersenyum bahagia berada. Seolah sedang mengatakan jika apa yang Diandra lakukan sudah benar.
"Aku akan menikah kak. Aku akan menikahi suamimu..kakak iparku. Semoga kakak tenang disana.." Batin Diandra.
"Bagaimana? Sudah selesai?". Mama Ana masuk dan terpaku melihat betapa cantiknya calon menantunya dalam balutan kebaya putih.
" Sudah bu Ana..cantik banget calon mantunya". Puji salah seorang MUA yang terus tersenyum puas melihat hasil karyanya.
"Masyaallah..kamu cantik sekali sayang". Puji mama Ana tulus, namun Diandra hanya menanggapinya dengan wajah datar.
Sementara dihalaman rumah papa Herman yang sudah disulap menjadi tempat diadakannya acara ijab qabul, sudah duduk seorang pria tampan dengan garis rahang tegas serta alis tebal hitam dengan tatapan mata setajam mata pisau. Sungguh memukau dalam balutan jas berwarna putih.
Terlihat juga penghulu sudah siap berada disana. Abi duduk berhadapan dengan papa Herman. Untuk kedua kalinya, papa Herman akan menikahkan putrinya dengan lelaki yang sama yang juga menikahi putri sulungnya.
Pembawa acara mulai membuka acara, kemudian dilanjutkan penghulu yang melantunkan ayat suci alqur'an sebelum dilanjutkan ijab qabul.
" Pengantin pria, silahkan jabat tangan ayah mempelai wanitanya.." Penghulu memberi arahan pada Abi dan juga papa Herman. Terlihat jelas ketegangan diwajah Abi, meski bukan yang pertama, namun tetap saja Abi merasa berdebar.
"Abimana Argantara.."
"Aku nikahkan dan aku kawinkan engkau dengan putri kandungku, Diandra Mutiara Nugroho dengan maskawin seperangkat alat shalat dibayar tunai!".
" Saya terima nikah dan kawinnya Diandra Mutiara Nugroho dengan maskawin tersebut diatas dibayar tunai!!". Dalam satu kali tarikan nafas, Abi berhasil mengucapkan ijab qabul dengan lancar.
"Bagaimana saksi? Sah??". Tanya Penghulu melihat para saksi yang langsung berseru kencang
" SAAHHH!!". Penghulu membacakan doa yang diaminkan oleh semua yang hadir disana.
Sementara didalam kamar, sebisa mungkin Diandra menahan air matanya. Akhirnya ia menikah, menikah dengan lelaki yang dulu begitu ia impikan untuk menjadi imamnya. Semua sudah terwujud, namun sayang..semua terjadi dalam keadaan yang sama sekali tak Diandra inginkan.
Bukan karena terharu, Diandra menahan tangisan pilu tentang jalan hidup dan takdir hidup yang begitu mempermainkan perasaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
NiedaSofian
Aku menangis!! 😭😭😭
2022-06-17
1
Deeva
nyesek ak bacanya..
2022-06-15
0
Alingga Nurcahyo
pembaca kecewa
2022-06-14
1