POV SARAH.
"London, Jerman, Belanda, Amerika, Cina atau Jepang ya?" tanyaku pada Nia.
"Kok tanya aku? yang kuliah siapa, yang ngejalanin siapa. Saran aku, kamu ikut aja suamimu." ucap Nia.
"Suami apaan, belum halal Nia. Kamu sendiri mau kemana?" ucapku.
"Aku kayaknya kuliah disini aja, nggak ke luar negeri." jawabnya.
"Kenapa?"
"Aku suka yang ori asli Indonesia." jawab Nia dengan pandangan menerawang.
"Ih, apaan sih. Belajar Nia, bukan cari jodoh."
"Yah, sekali berlayar dua tiga pulau terlampaui."
"Aku ke London aja deh." aku mengambil keputusan.
"Maaf, tapi kamu tidak bisa kuliah di London." ucap Yama tiba-tiba menginterupsi.
"Tuan Ito." Nia membungkuk memberi hormat.
"Aku ingin bicara berdua dengan Sakura."
"Baik. Sar, aku pulang duluan ya." pamit Nia.
Aku melambaikan tanganku padanya.
"Kenapa aku nggak boleh kuliah di London?" protesku.
"Aku tidak mengijinkanmu jauh dariku, kita akan segera berangkat ke Jepang."
"Kok buru-buru amat sih? Aku belum kirim email balasan ke Universitas Jepang."
"Semua sudah aku urus, kamu tinggal masuk saja."
"Emang kamu tau aku ingin kuliah di mana dan jurusan apa?"
"Aku mendaftarkanmu di Universitas Keio jurusan Bisnis dan perdagangan, sama denganku."
"Tapi aku ingin menjadi dokter gigi, bukan pebisnis seperti kamu." tolakku.
"Lagipula, aku juga nggak bisa bahasa jepang. Kuliah di London masih oke kayaknya." aku menggoda Yama.
"Nanti, akan ada guru bahasa yang mengajarimu."
"Oh, bukan kamu. Jadi, aku nikah aja sama guru bahasa jepangku itu." godaku.
Aku berlari menjauhinya sambil menjulurkan lidahku mengejeknya.
"Sakura_chan, jangan salahkan aku jika bibirmu bengkak lagi." teriak Yama.
Benar saja, aku pasti tertangkap olehnya. Yama memelukku erat, tapi kali ini dia tidak menghabisiku. Kita duduk di taman belakang, di depan kolam ikan koi.
Dirinya memulai pembicaraan sedikit serius.
"Sakura_chan, jangan kaget jika di sana nanti aku menjadi orang lain." Ucap Yama sambil memandang langit biru pagi ini.
"Orang lain?" tanyaku.
"Aku harus memasang wajah dinginku, kuharap kamu bisa menerima semua hal tentangku." ucapnya lagi.
Aku menangkup wajahnya dengan kedua tanganku.
"Sejak kapan kekasihku ini wajahnya nggak dingin? meskipun terlihat nggak perhatian dan nggak ada senyum, tapi aku tau kamu selalu mencintaiku." ucapku.
Kali ini aku yang memulai penyatuan bibir kita berdua, membuatnya semakin bersemangat. Aku mencari cara untuk menghentikannya, beruntung nenek datang tepat waktu.
"Ehem." Nenek berdehem.
"Sudah bicara dengan Sakura?" tanya nenek pada Yama.
"Sudah nek, ini aku sedang berusaha."
Nenek memukul kepala Yama dengan tongkatnya.
POK!
"Aduh, iya nek, Sarah mau ikut ke Jepang." jawab Yama.
"Kata siapa? aku bilang nggak mau kok." aku menggodanya lagi.
POK!! POK!!
Nenek memukul Yama lagi.
"Sakura_chan, jangan main-main. Pukulan nenek lumayan sakit." ucap Yama.
"Sudah nek, iya Sakura ikut ke Jepang. Tapi, aku nggak mau masuk fakultas bisnis dan perdagangan. Aku ingin menjadi dokter gigi" ucapku.
"Terserah Sakura, dokter gigi juga bagus. Kelak masih bisa mengurus anak dengan baik." ucap nenek.
"Nenek, aku nggak mau nikah dulu." ucapku.
"Lebih baik menikah dulu, daripada hamil dulu." ucap nenek.
Yama terkekeh mendengar jawaban dari nenek, sama seperti harapannya.
"Nenek ih, Sakura nanti tinggalnya sama nenek aja. Yama biar tinggal sendiri."
"Tidak bisa! kita harus berada di satu rumah, bahkan satu kamar." timpal Yama.
"Yama_san, itu nggak mungkin. Kita belum sah."
"Apa yang kalian debatkan, nenek sudah putuskan. Kita berangkat 2 hari lagi, Sakura_chan kuliah dan belajar bahasa. Yama lanjutkan pendidikanmu, 1 tahun lagi kalian berdua menikah."
Kata-kata nenek adalah mutlak, tidak bisa di tawar.
"Baik nek." ucap kita berdua.
Menikah di usia muda tidak pernah terpikirkan olehku.
Siang ini mama mengajakku berbelanja, mencari baju hangat untukku.
"Ma, nggak usah banyak-banyak, nanti Sarah beli disana aja." ucapku.
"Iya, ini hanya beberapa aja kok." kata mama
"Sakura ... ingat pesan mama, jangan mudah percaya siapapun di sana. Jangan makan atau minum pemberian orang asing. Selalu bawa semprotan merica dan selalu nyalakan GPS." pesan mama.
"Ma, Jepang itu negara yang aman kan, orang-orangnya juga ramah-ramah. Aku membaca beberapa buku seputar negara Jepang."
"Memang betul, tetapi keluarga Ito mempunyai banyak pesaing yang ingin menjatuhkan kami."
"Terus gimana ma? Sakura kan orang baru, nggak ngerti apa-apa."
"Patuhlah pada Yama dan nenek, Yama pasti akan memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mengawalmu."
"Kalau Sakura boleh tau, apa sih bisnis keluarga ito?"
"Banyak, hotel, cafe, diskotik, kasino, bar, rumah makan, mall dan pabrik furniture." ucap mama menjelaskan.
"Apa?! banyak sekali ma, Yama pasti sangat sibuk." ucapku.
"Bebannya sangat berat, mama berterimakasih sama Sakura. Karena kamu, Yama bisa tersenyum kembali."
"Bukan apa-apa ma. Mama nggak ikut ke Jepang?" tanyaku.
"Nggak, mama nunggu Ken di sini. Juga masih ada pekerjaan ayah Ken yang harus mama urus."
"Oh iya, apa pekerjaan tuan Bagaskara juga sama dengan Yama?"
"Nggak, papa hanya memiliki sebuah industri hiburan dan sebuah pabrik furniture."
"Wah, ternyata aku dikelilingi orang-orang hebat." ucapku kagum.
"Sakura juga anak yang hebat." mama mengacungkan jempolnya padaku.
Kami menyudahi waktu belanja yang ternyata telah memakan waktu berjam-jam. Sedikit informasi dari mama, merupakan bekal bagiku.
Keesokan harinya, Yama mengajakku makan disebuah rumah makan jepang. Dia membicarakan hal yang mendesaknya untuk segera kembali ke Jepang.
"Sebenarnya, aku memiliki sebuah masalah." Yama memulai pembicaraan.
"Masalah apa?" tanyaku dengan mengunyah makanan.
"Ada seorang wanita penghibur yang meninggal didalam kamar hotel milikku."
"Lalu?"
Yama mengerutkan keningnya dengan jawabanku.
"Ya lalu apa? bukannya ini perahal mudah? panggil polisi dan selesai." jawabku.
"Itu akan menurunkan rating hotel kami." jawabnya.
"Terus kamu nggak lapor polisi?" tanyaku.
Yama menggeleng pelan.
"Kami mempunyai cara kami sendiri."
"Apa hal seperti itu diperbolehkan? bukankah ada hukum juga di sana?" tanyaku.
"Polisi akan lebih menjatuhkan nama baikku. Beberapa dari mereka suka menerima suap."
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku.
"Mencari pembunuh dan penyebar rumornya, lalu meminta mereka menarik kembali laporannya."
"Hm, apakah hal seperti ini sering terjadi?" tanyaku.
"Ya, maka dari itu aku memintamu untuk mengerti kehidupanku."
"Maka ajari aku, beritahu aku tentang kehidupanmu."
"Aku takut kamu akan membenciku."
"Aku akan membencimu, jika kamu berani mempermainkan aku." ucapku tegas.
"Ampun nyonya Sakura Ito." canda Yama.
2 hari kemudian, kami semua sedang berada di bandara.
Mama mengantar kepergian kami bertiga, aku melambaikan tanganku tinggi mengucapkan salam perpisahan pada mama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Tita Dewahasta
ish ish sarah pinter gombal juga
2022-04-26
1
Syalalala~
husshh, gk usah di umbar. kasian sama aku yang masih jomlo🙈
2022-03-16
1
Made Mudana
welcome to japan.....he..he
2022-03-13
1