17

"Haasyhuu!!" aku bersin di wajahnya.

"Mmaafkan aku ... Yama_san." Ucapku sambil merogoh tas ku untuk mencari tisue.

"Kamu flu? lekas masuk." ajak Yama.

Ternyata, dugaanku salah. Yama tidak marah saat aku tidak sengaja bersin tepat di wajahnya.

Dengan segera dia memberi instruksi kepada para pelayan untuk membawakanku minuman hangat. Nora yang menjadi pelayan pribadiku pun tak kalah panik, pasalnya tuannya sedang sakit sekarang.

Semua orang berlalu lalang di kamarku untuk melihat keadaanku, tapi aku tidak melihat Kenjiro.

Dokter pribadi yang memeriksaku berkata,

"Nona Sakura hanya kelelahan, istirahat yang cukup akan membantunya pulih dengan cepat." ucapnya.

"Mama nggak usah panggil dokter, Sakura cuman masuk angin aja." ucapku sedikit merengek

"Mama nggak bisa tenang sebelum dokter yang memeriksamu sayang." mama membelaiku sayang.

Dokter itu pamit undur diri, tapi tak ada yang mengantarnya keluar.

Semua orang masih berada di kamarku, kecuali Kenjiro.

"Tidurlah, mama akan berjaga disini." mama membelai kepalaku lembut.

Akupun mulai memejamkan mata, merasakan hangatnya sentuhan ibu keduaku.

Keesokan paginya, kulihat mama sudah tidak ada di kamar. Akupun bersiap untuk berangkat sekolah.

"Ken mana ma?" tanyaku saat sarapan.

"Ken sudah berangkat duluan." ucap mama.

"Loh, nanti aku berangkat sekolah sama siapa?" tanyaku.

"Aku yang akan mengantarmu." Yama tiba-tiba muncul dan duduk disebelahku.

Aku tak menjawab, pikiranku masih memikirkan Kenjiro.

"Ayo, kuantar." Ajak Yama padaku saat kami selesai sarapan.

Tidak ada supir kali ini, hanya aku dan Yama.

"Tumben nggak pake supir? Haruka mana?" tanyaku memecah keheningan.

"Haruka ada tugas penting di Jepang." jawab Yama.

"Ooo ... kalau tuannya di sini berarti tugas itu nggak penting banget."

"Haha ... karena yang ada disebelahku lebih penting dari apapun."

"Idih, bisa gombal juga ternyata."

"Gombal?" tanyanya.

"Iya, ngegombal. Kamu udah ngerayu berapa cewek pake kata-kata itu?" ucapku jengah

"Tidak, aku tidak pernah merayu cewek manapun. Mereka akan datang sendiri padaku tanpa kurayu." ucapnya serius.

Aku memutar bola mataku jengah.

Sesampainya disekolah, Nia kaget saat melihatku datang bersama Yama.

"Kamu serius milih tuan Yamakazu?" tanya Nia saat sampai didalam kelas.

"Bukan aku yang pilih, dia yang lengket padaku."

"Terus, Ken gimana?"

"Aku nggak tau Nia, Ken nggak mau nemuin aku dari kemarin."

"Eh iya, aku juga nggak lihat dia pagi ini."

"Aku merasa bersalah banget sama dia, kemaren dia mau ngobrol 4 mata gitu sama aku."

"Terus?"

"Si Yakuza gila itu bilang kalau aku itu miliknya," aku mengingat kejadian kemarin dan merasa sangat frustasi, "Aaa ... ini lebih berat dari ujian."

"Apa?! terus kamu udah diapain aja?" Nia berbicara keras sambil menggebrak mejanya.

"Hush! jangan keras-keras kalo ngomong." ucapku sambil mengetuk kepalanya ringan.

"Ya nggak di apa-apain lah, aku masih 17th dan dia 24 th, masih pada bocah semua." ucapku menepis pikiran negatifku.

"Wah, kamu belum tau kehidupan Yakuza yah. Bisnis mereka ajah ilegal semua, aku ngeri ih ngomonginnya." Nia merinding dan mengucap-ngusap kedua tangannya.

"Kamu jangan nakutin aku deh Nia." Akupun ikutan merinding.

Pelajaran pagi ini pun dimulai, bu Ernik mengumumkan ujian kenaikan kelas bulan depan yang bertepatan dengan ulang tahunku 10 April.

"Anak-anak, persiapkan diri kalian untuk menghadapi ujian kenaikan kelas bulan depan." Ucap bu Ernik.

"Saya akan membagikan soal-soal latihannya setiap pulang sekolah, dan kita bahas keesokan harinya." ucapnya lagi.

"Baik bu ... " jawab semua siswa serentak.

Selama sebulan bersekolah, aku tidak pernah melihat Kenjiro.

Semarah itukah dia sama aku? kenapa kok aku jadi nyesek gini yah nggak bisa ketemu Kenjiro. Kamu dimana sih? ucapku dalam hati.

Aku pernah bertanya pada mama dan nenek, tetapi mereka hanya menjawab jika Kenjiro sedang sibuk.

"Ma, nek, Kenjiro kemana sih? Sakura cari-cari tapi nggak ada. Udah 1 bulan loh." ucapku.

"Kenjiro sedang sibuk, dia sedang belajar magang di perusahaan ayahnya." jawab mama.

"Kenapa magang? itukan punya ayahnya sendiri."

"Jika ingin sukses, harus memulai dari bawah dengan usahanya sendiri." Nenek menjawabku.

"Ooo "

"Sarah besok ulang tahun sweet seventeen kan?" tanya mama.

"Iya," jawabku singkat tak ada perasaan senang.

"Kamu mau dirayain gimana sayang?" tanya mama lagi.

"Nggak ah ma, makan dirumah aja. Palingan besok keluar makan sebentar sama Nia." jawabku.

"Kok sama Nia? Yamakazu gimana?" tanya mama lagi.

"Yama_san ... nggak tau ma, apa kata besok. Aku juga nggak bisa ketemu Ken, makan sama siapa aja oke." jawabku.

Aku kembali kekamarku dengan perasaan sedih, aku menoleh ke arah lorong kamar Kenjiro. Sepi, tak ada suara.

Keesokan harinya, ujian sekolahpun dimulai.

Semangat Sarah!! aku menyemangati diriku sendiri.

Pertempuran hari ini disekolah telah kuselesaikan dengan baik, kemudian aku mengajak Nia untuk makan siang bersama.

"Nia, ikut aku yuk."

"Kemana?"

"Makan."

"Nggak Sar, aku masih kenyang nih. Eh, aku harus cepet pulang. Papa aku ada acara, bye Sarah." ucapnya sambil berlari kearah mobil antar jemputnya.

Aku melambaikan tanganku dengan lemas.

"Huftt ... nggak ada Ken, nggak ada Nia, sedihnya aku." ucapku yang saat itu ada di halaman parkir sekolah.

"Masih ada aku." Ucap seseorang.

Aku menoleh, yang kulihat adalah Yama. Suara mereka berdua memang mirip.

Aku membungkukkan badan sebelum kemudian masuk kedalam mobilnya.

"Kenapa murung?" tanyanya.

Aku tak menjawab, suasana hatiku sedang buruk.

"Ujiannya tidak bisa? kalau ada kesulitan kamu bilang saja, nanti aku bantu kamu." ucap Yama dengan senyum menawannya.

"Nggak, aku bisa kok." ucapku ketus.

"Jangan cemberut, kamu mau aku antar kemana?"

"Aku ingin bertemu ibu dan ayahku." ucapku singkat.

"Mama Hana?"

"Bukan, ibu kandung aku. Antar aku ke jl.duku aja."

"Baiklah."

Kulihat Yama sedang mencari lokasinya dengan Google maps, kami berkendara kesana dalam suasana hening.

Aku memandunya untuk parkir di halaman rumahku yang cukup luas.

"Ini rumahku, silahkan masuk. Maaf berdebu, aku nggak pernah kesini lagi sejak tinggal dengan nenek."

Yama melihat-lihat kedalam rumah, dia berdiri terpaku melihat foto diriku yang terpajang pada dinding kamarku.

"Itu aku, nggak usah kaget. Udah kubilang, aku ini jelek dan gendut banget." Aku berbicara sambil mengeluarkan sepeda kesayanganku.

Yama hanya manggut-manggut dengan kedua tangannya berada di belakang.

Dia kemudian melihat foto ibu dan ayahku.

"Itu mendiang ibu dan ayahku. Ayo, kita berangkat keburu sore." ajakku.

"Naik ini?"

"Iya naik sepeda, di Jepang juga ada sepeda kan?" tanyaku.

"Ada, tapi aku sudah lama tidak menaikinya. Terakhir waktu aku umur 10th mungkin." Yama mengingat-ingat.

"Ya udah ayo, aku yang boncengin kamu kok."

"Apa tidak bisa menggunakan mobil?" tanya Yama.

"Aduh ... jalannya itu cuman segini," aku memperagakan besar jalan itu menggunakan kedua tanganku, "Kalau pakai mobil nanti nyangkut." Ucapku.

Yama pun naik ke atas sepeda dan berpegang erat padaku.

"Wuhu ... aku kangen sama suasana ini, naik sepeda lewati jalan kecil, bebas kemana-mana nggak pake sopir." Ucapku.

"Iya, tapi bisakah kamu sedikit pelan?" tanya Yama yang semakin erat memelukku.

"Pegangan yang betul biar nggak jatuh." Aku tertawa.

"Yakuza ternyata takut diboncengin sepeda, hahaha ... ," aku tertawa lepas.

Sampailah kita di makan orangtuaku.

"Disinilah mereka di makamkan." Aku mengusap batu nisannya.

"Pak, buk, Sarah kangen kalian berdua. Sarah rindu belaian ibu dan masakan ibu. Sarah rindu bapak, nggak ada yang manjain Sarah seperti bapak manjain aku." Aku menangis tersedu-sedu.

Kulihat Yama membungkuk dalam memberikan hormat terhadap pusara ibu dan bapakku itu.

Yama tetap setia menemaniku disana hingga aku puas dan hari sudah sore.

"Ayo kita pulang." ucapku dengan senyum yang cerah lagi.

Aku seperti mendapat kekuatan baru.

Aku mengayuh sepedaku sambil menyapa tetangga sekitar, kebetulan bertemu pak RW.

"Selamat sore Pak Kadir," sapaku.

"Eh, nak Sarah. Sudah lama bapak ndak lihat kamu, kamu ada dimana sekarang?" tanyanya.

"Aku tinggal dengan nenek megumi di kota pak." jawabku.

"Oh, berarti sudah bukan warga sini?"

"Tetep dong Sarah warga sini." ucapku.

"Itu siapa?"

"Oh ... ini kaka ang ... " pembicaraanku terputus oleh suara Yama.

"Calon suami Sarah." ucapnya seraya mengulurkan tangannya.

Pak RW menjabat tangan Yama dengan terbengong.

"Udah pak, kami pamit dulu yah. Selamat sore." aku bergegas mengayuh sepedaku.

Gila nih si Yakuza, udah berani aja bilang calon suami. Mana aku masih sma, cita-citaku aja belum kesampaian. Gerutuku dalam hati.

Kami sudah berada di jalan utama, setelah kupastikan seluruh pintu rumah dan jendela telah terkunci.

Yama mengemudikan mobilnya sedikit cepat, entah mau kemana.

"Kok ngebut? kamu ada acara?" tanyaku.

"Masih sempat, kita mampir disini dulu ya." ucapnya sambil menurunkanku di sebuah salon ternama di kota ini.

"Wah, kenapa kita kemari? ini kan salon yang terkenal itu." ucapku sambil melangkah masuk.

"Lakukan." perintah Yama.

Hanya satu kata, dan mereka semua bergerak dengan cepat mengerubungiku. Aku dipindah ke sana kemari, mendapatkan berbagai perawatan dan yang terakhir make up dan hair style.

Aku melihat diriku tak percaya, pantulan bayangan itu tampak sangat cantik.

Lalu seseorang datang membawakanku sebuah gaun berwarna peach, aku memakainya dan sangat pas.

Yama masuk dan terpana saat melihatku, kemudian dia berlutut dengan kaki satu. Aku mundur sedikit, ternyata dia bermaksud untuk memakaikan sepatu pada kakiku.

"Cantik." ucapnya.

"Terimakasih." jawabku dengan tersipu malu.

Kemudian dia keluar dengan menggandeng tanganku, membukakan pintu dan memperlakukanku layaknya seorang putri.

"Kenapa kamu membawaku kesini dan berdandan?" tanyaku.

Yama tak menjawab, hanya tersenyum. Kulihat jam pada dashboard menunjukkan pukul 6.30 malam, ternyata aku menghabiskan waktu 2 jam di salon tadi.

Mobil berhenti di sebuah rumah makan mewah, Yama menggandengku masuk. Dia membawaku menuju hall yang ternyata gelap, aku tak merasakan tangannya.

"Yama_san ... Yama ... Yamakazu, kamu dimana?" aku berusaha maju sambil meraba-raba.

Tiba-tiba saja tanganku dipegang oleh seseorang.

"Yama?" tanyaku sambil memegang erat tangannya.

Bukan ... ini bukan tangan Yama, dia nggak pernah pegang tanganku selembut ini.

"Ken ...," panggilku lirih.

Seketika lampu menyala.

"Happy Birthday Sarah ... " Ucap semua orang serentak.

Telingaku seperti tuli dan pandanganku hanya lurus kehadapanku.

"Ken ...," Ucapku menahan air mata yang hampir jatuh.

"Hussttt ... jangan nangis, aku nggak suka liat kamu nangis, kamu cantik sekali hari ini." ucapnya.

Musik tiba-tiba saja menyala, Ken mengajakku berdansa.

"Kamu dari mana aja? aku nggak bisa nemuin kamu." ucapku serak.

Ken tersenyum, sangat tampan.

"Aku akan berada ditempat yang jauh untuk sementara waktu."

"Kamu mau kemana?" Aku bertanya dengan suara yang semakin bergetar.

"Aku akan melanjutkan studiku di London, bulan depan aku berangkat." ucapnya.

"Ken ... kamu nggak mungkin ninggalin aku kan." aku merengek.

Ken menggeleng pelan,

"Jemputlah kebahagiannmu disana, aku merestui kalian." Ken melepaskan pelukannya padaku dan berjalan menjauh.

Aku berdiri ditengah ruangan dengan menangis tersedu-sedu, seseorang datang dan memelukku.

Pelukan ini terasa berbeda.

"Jangan menangis, ijikan aku membuatmu bahagia." Yama mengecup keningku.

Terpopuler

Comments

🌹🪴eiv🪴🌹

🌹🪴eiv🪴🌹

ih....kok aku nangis sih 😭😭😭😭

2022-10-05

1

Tita Dewahasta

Tita Dewahasta

bahahaahhh bersinnya hasyhuuuu🤣

2022-04-26

1

🏕️👑🐒 𖣤​᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣

🏕️👑🐒 𖣤​᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣

laper nih aku baca eps ini ehhh gak deng udah makan 😝😝😝

gak ada efek apa2 yang ada ngakak doang aku🤣🤣🤣

semangat Thor sampai tamat ya Thor

2022-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!