Bel tanda sekolah telah usai berbunyi. Semua anak berdesakan untuk keluar dari kelas.
Aku lebih suka menjadi yang terakhir, dan tentu saja Nia selalu menjadi sahabat paling setia.
"Nanti kamu pulang kerumah siapa?" tanya Nia.
"Rumah siapa lagi kalau bukan rumahku Nia." ucapku seraya merapikan buku.
"Siapa tahu kamu pulang ke rumah nenek Megumi." ucapnya.
"Hahaha ... kamu ada-ada aja. Nenek Megumi memang sayang padaku, tapi belum tentu seluruh keluarganya mau menerimaku." tawaku.
"Nggak ada yang mustahil Sarah, nenek Megumi udah lama banget ingin punya cucu perempuan." ucapnya.
"Kok kamu bisa tahu?" ucapku dengan tatapan menyelidik.
Nia terlihat bingung.
"Eeh ..., itu kan nenek suka jika kamu mengunjunginya setiap hari." ucap Nia.
"Ah, betul juga. Memang beliau sangat senang jika aku berkunjung kerumahnya." ucapku.
Tersirat air muka lega di wajah Nia.
"Udah yuk kita pulang." Ajakku.
Kami berjalan sambil bergurau menuju ke tempat parkir.
Seperti de ja vu. Lagi, sepedaku hancur dan remuk. Entah cara apa yang mereka pakai. Aku menghampiri sepeda peninggalan ibuku, kupungut satu persatu serpihannya.
"Sarah." panggil Nia pelan.
Aku menoleh dengan air mata yang mengalir.
"Nia ... satu-satunya peninggalan ibuku. Satu ... satunya." ucapku sebelum kemudian pandanganku menjadi gelap dan buram.
Aku membuka mataku perlahan, ku lihat sekeliling ruangan yang ternyata bukan kamarku.
Ruangan yang besar dan indah.
"Ughh!" keluhku yang ternyata ada seseorang disampingku.
"Okaasan ... Sarah sudah siuman." ucap seorang wanita.
"Ma ... maaf." ucapku sambil memegang kepalaku.
"Sarah?!" panggilan dari seseorang yang kukenal.
"Nenek? nenek Megumi?" tanyaku.
Nenek mengangguk dan kemudian memelukku.
"Sarah ada di mana nek?" tanyaku.
"Dirumah nenek." jawab nenek seraya mempersilahkan seorang dokter untuk memeriksaku.
"Kondisi nona Sarah kurang baik, Nona Sarah mengalami tekanan dan gula darah di bawah normal." jelas dokter itu.
"Okaasan, jangan minta Sarah untuk diet lagi." ucap nyonya itu.
"Okaasan?" tanyaku.
"Ini anak perempuan nenek. Hana Ito." nenek memperkenalkan nyonya Hana.
"Salam kenal nyonya Hana, saya Sarah." ucapku memperkenalkan diri.
"Sarah jangan panggil nyonya, panggil saja mama ya." Pinta Nyonya Hana.
"Mama?" tanyaku.
"Aku sangat menginginkan anak perempuan, tapi Tuhan memberikanku dua orang anak laki-laki." Nyonya Hana tertawa kecil. Beliau terlihat sangat cantik.
"Mulai sekarang ini adalah kamar Sarah. Jangan terlalu memaksakan diri." pinta Nenek.
"Tapi nek, besok hari ke dua ujian kenaikan kelas." sanggahku.
"Bu Ratna akan membawa soal ujiannya kemari." ucap Nyonya Hana.
"Tapi, Sarah harus pulang ke rumah ibu. Ah ya, sepeda ibu." aku teringat peninggalan terakhir ibuku.
"Sepeda itu sedang ada di bengkel." Jawab nenek Megumi sambil membelai kepalaku.
"Tidak baik jika seorang gadis tinggal sendirian. Lebih baik Sarah di sini menemani nenek dan mama." ucap Nyonya Hana.
Lidahku masih sangat kaku untuk menyebutkan kata-kata "mama".
"Terimakasih nek, terimakasih Nyo ... eh maksudku mama." ucapku dengan raut wajah tak nyaman.
"Pelan-pelan saja, nanti juga akan terbiasa." ucap Nyonya Hana.
"Sekarang Sakura-chan makan buah dulu ya." ucap nenek sambil menyuapiku sepotong apel.
"Sakura?" tanyaku sangat bingung.
"Kami akan memanggilmu Sakura-chan." ucap nyonya Hana.
"Kenapa dengan nama Sarah?" tanyaku.
"Nama Sarah sangat cantik tapi karena sekarang kamu masuk kedalam keluarga kami, maka kami memberimu sebuah nama baru." jelas nyonya Hana.
Ya Tuhan, drama apalagi ini? aku sama sekali nggak bisa paham apa yang terjadi. Aku harus bahagia atau sedih? tanyaku dalam hati.
Hari berganti malam, seorang pelayan mengetuk pintu kamarku setelah aku terlena dengan acara televisi saat itu.
"Permisi nona." ucapnya.
"Silahkan masuk." Jawabku.
"Perkenalkan saya Nora, saya adalah pelayan nona muda." ucapnya.
"Nona muda? siapa? saya?" tanyaku bingung sambil menunjuk hidungku.
"Benar nona, ijinkan saya untuk mempersiapkan air mandi beserta piyama nona." ucap Nora.
Aku hanya mengangguk pasrah dan bergegas membersihkan diri.
"Silahkan makan malam nona." ucap Nora segera setelah aku keluar dari kamar mandi.
"Terimakasih." ucapku.
Makan malam kali ini hanya ditemani Nora, aku tidak ingin bertanya apa-apa. Aku sedang mencoba menerima keadaan baruku.
Benarkah jika aku begini? atau aku harus menolak dan kembali pulang?
Pikiranku melayang tak karuan, membuatku sulit untuk tertidur. Aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari dapur.
Belok sini bukan sih? eh salah, ini kan halaman belakang tempat aku biasa sarapan dengan nenek. Oh mungkin belok kanan, ah ya itu dia dapurnya.
Saat melangkah mendekat, aku melihat bayangan seseorang sedang mondar mandir. Aku menjadi waspada dengan mengangkat sandal yang kupakai.
"Heh maling!" teriakku sambil memukul brutal orang tersebut.
"Au..auhh..aduh..duh.."ucapnya.
Aku menutup mataku dan tak berhenti memukulinya hingga seseorang menyalakan lampu yang ada disana.
"Sakura, ada apa ini?" tanya nyonya Hana.
"Nyonya eh, maksudku mama ada maling di rumah." ucapku sambil menunjuknya.
"Hah?! apa-apaan ini ma?! Sakura?! siapa?! ba*i ini?" ucapnya.
"Kenjiro?!" aku menutup mulutku.
"Iya ini gue! ngapain loe dirumah gue? pake panggil mama segala sama nyokab." ucapnya.
"Ken, mama belum ngomong sama kamu tapi mama meminta Sarah untuk menjadi anak mama." ucap nyonya Sarah.
"Tapi kenapa ma?" tanya Kenjiro.
"Mama ingin mempunyai anak perempuan, pas sekali dengan Sarah yang yatim piatu." ucap nyonya Hana.
"Cuih! aku nggak mau punya saudara angkat kayak dia ma." ucap Kenjiro.
POK!!POK!!POK!!
Nenek datang membawa penjalin dan memukulkannya kearah Kenjiro.
"Kenji! nenek yang meminta Sarah untuk tinggal disini! jaga ucapanmu, dia adalah anggota keluarga kita. Panggil dia Sakura." ucap nenek tegas.
Kenjiro tak bersuara hanya membungkuk tanda hormat dan patuh.
"Sudah ... sudah, semua kembali ke kamar masing-masing dan segera tidur." pinta Nyonya Hana.
Kenjiro masih melihatku dengan tatapan penuh amarah. Aku menggidikkan bahuku dan kemudian kembali ke kamarku.
Aku berusaha menutup mataku, mengingat setiap memori bersama ibuku hingga tanpa sadar aku sudah terlelap.
Kicauan burung terdengar merdu seperti di rumah. Aku membuka mataku.
Ah, rupanya aku memang terjebak disini. ucapku.
Aku segera membuka jendela dan melihat nenek sedang berjalan-jalan dibelakang rumah. Akupun bergegas menyusulnya.
"Nenek, kita olahraga bersama yuk." ajakku.
Nenek mengangguk setuju, kami pun bergerak bersama memutari taman kecil disana sembari berbincang santai.
Tak lama kemudian datang nyonya Hana yang ikut bergabung bersamaku dan nenek. Obrolan kami sangat seru pagi itu.
"Sakura, sesudah mandi pergi kekamar mama ya." pinta mama.
"Baik ma." jawabku.
Akupun bergegas mandi dan kemudian menuju kamar mama.
TOK ... TOK ... TOK ....
"Masuk." ucap mama
"Kemari Sakura. Lihat ini, setiap pagi cuci muka dengan air ini ya. Nanti mama akan minta Nora menyediakannya dikamarmu."
"Apa ini?" tanyaku.
"Ini adalah air cucian beras, air yang pertama kita buang dan mengambil yang berikutnya." ucap mama.
Aku hanya manggut-manggut patuh.
Sejak hari itu, setiap hari selalu ada saja ajakan dari mama untuk perawatan wajah.
Mulai dari masker alami dari buah-buahan dan sayuran, pijat wajah hingga senam wajah. Semua diajarkannya padaku dan hasilnya memang membuat wajahku tampak bersih dan cerah.
Bu Ratna datang setiap hari selama seminggu, hingga aku menyelesaikan Ujian kenaikan kelas. Sedangkan Kenjiro selalu mengabaikanku, bahkan dirinya tak mau berada satu meja makan denganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
🏕️👑🐒 𖣤᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣
ehem makin seru next aja
semangat Thor sampai tamat
2022-03-10
1
Syalalala~
untuk masker juga kah? 🤔
2022-03-07
1
Syalalala~
dpt mama baru
2022-03-07
1