Jangan Nackal, Nurul!
“Auudzubillahiminassyaitoonirrojim… Bismillaah..” Terdengar suara merdu seorang gadis di penghujung dini hari, sayup-sayup. “Hiks… Hiks… Mama, Mita mau pulang.” Dari balik dinding kamar terdengar perlahan suara rengekan gadis lainnya. Gadis pelantun bacaan kitab suci itu pun menghentikan aktivitasnya. Ia terdiam, memastikan kembali apa yang baru saja didengarnya.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu kamarnya. “Nurul, itu si Mita…” ucap seorang gadis berkerudung lainnya di depan pintu yang baru saja dibuka. Lantas gadis yang dipanggil sebagai Nurul itu segera mendatangi suara rengekan itu bersama teman-temannya.
“Kamu kenapa, Mita?” tanyanya. Teman sekamar Mita pun langsung membisiki Nurul dilanjutkan dengan anggukan dari Nurul. “Ini yang pertama kali?” tanya Nurul. Kemudian, pertanyaan itu dijawab dengan anggukan pula.
Tak tega dengan ekspresi meringis juniornya, Nurul langsung menghampiri sebuah termos air panas di atas meja di kamar itu. Ia mengguncang-guncangnya untuk memastikan termos itu berisi. “Handuk kecil! Handuk kecil!” ucap Nurul kepada teman sekamar Mita sambil menuangkan isi termos ke mangkuk yang tak jauh berada. Dengan sigap temannya itu memenuhi permintaan Nurul.
“Kamu bantu kompres perut Mita, ya? Saya mau ke dapur dulu,” pamit Nurul dengan terburu-buru. Tak seberapa lama, Nurul pun datang kembali dengan membawa secangkir jamu buatannya. Ia memberikannya kepada Mita. “Cepat habiskan mumpung masih hangat. Jangan dirasa-rasa, langsung teguk aja,” ucap Nurul.
“Pleh! Pahit, Kak,” ucap Mita. “Saya sudah bilang jangan dirasa-rasa,” ucap Nurul tegas. Beberapa saat setelah Mita meneguk habis jamu itu kemudian wajahnya berubah. Ia kembali berseri dan merasa lega. “De remmah, Mit? Sudah baikan?” tanya teman sekamar Mita. “Sudah, Kak. Sakaklangkong, Kak Nurul. Terima kasih,” ucap Mita yang mengalihkan pandangannya ke Nurul. “Kamu ga perlu mikir yang aneh-aneh, ya? Semua perempuan mengalami ini. Semua akan baik-baik aja,” ucap Nurul sembari mengusap-usap kaki Mita.
“Tapi aku ga habis pikir, Rul. Sudah umur segini baru menstruasi sekarang?” ucap temannya yang lain. “Sst… Udah saya bilang jangan mikir yang aneh-aneh. Setiap perempuan itu ada masanya. Baru juga lima belas tahun. Beda setahun dua tahun itu masih normal,” ucap Nurul. “Jadi saya ga kenapa-kenapa kan Kak?” ucap Mita. Nurul mengangguk sambil tersenyum menjawab pertanyaan itu. “Alhamdulillah… Untung ada kami di sini, Nurul. Thabib paling jitu yang selalu bisa diandalin,” ucap temannya yang lain.
Dia adalah Nurul. Santriwati terbaik yang ada di Pesantren Darul Ulum, Pamekasan, Madura. Selain baik hati, cantik dan cerdas, Nurul juga terkenal dengan keahliannya meramu herbal sebagai upaya pengobatan alternatif orang-orang di sekitar. Ia mempelajarinya dari mendiang neneknya lalu ditambah dengan kursus-kursus Thabibun Nabawi di luar pesantren. Nurul adalah dokter bagi kalangan para santriwati.
*
Waktu pun berlalu. Suatu siang di lapangan upacara, para santriwati berbaris. Seorang guru perempuan tengah mengomel-ngomel dengan sangat berapi-api, seakan mengalahkan panasnya matahari yang menyorot hampir searah tegak lurus ubun-ubun itu. Para guru perempuan lainnya tampak mendampingi dan sedikit-sedikit berujar memperkuat perkataan pembicara utama.
“Kalian ini bukannya memanfaatkan waktu dengan belajar, muroja’ah hafalan dan lainnya, ini malah membaca buku-buku seperti ini. ‘Cinta Sedingin Malam’, ‘Memendam Rasa dan Curiga’, ‘Cintaku Ketua Osis’. Apa ini?” ucap guru itu lalu melempar buku-buku yang semula diangkatnya tinggi-tinggi.
Hampir seluruh santriwati yang berbaris menahan wajah suram mereka. Tak jarang pula yang matanya berkaca-kaca lalu meneteskan air mata. Di depan mata mereka melihat kobaran api melahap serakan buku-buku mereka.
“Saporannah, Maaf, Ustadzah. Saya ijin bertanya. Apakah ini tidak jadi mubazir, Ustadzah? Mungkin bila buku-buku ini disumbangkan atau dijual lagi bisa lebih baik,” ucap Nurul yang maju keluar dari barisan. “Mau disumbangkan lalu dibaca remaja-remaja putri lainnya agar penyakit zina hati kalian berpindah ke mereka? Dijual? Lalu kalian gunakan hasil pemasukan haram itu?” protes guru tersebut.
“Tapi, Ustadzah... “ ucap Nurul. Melihat Nurul berani berbicara di depan, barisan para santriwati tak lagi rapi. Mereka saling berpelukan, menunjukkan kesedihan dan ada yang berjongkok menutupi wajah mereka yang sedang menangis.
“Nurul! Kamu adalah santriwati teladan di sini. Apakah kamu tidak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi di sini? Para remaja putri lebih suka menghabiskan waktu dengan hiburan yang menyisipkan pikiran-pikiran liberal! Mereka menyibukan diri dengan lawan jenis yang bukan mahram! Pacaran, zina hati, lalu zina mata, kemudian melupakan peran sebagai calon pembangun generasi. Calon ibu! Lalu semakin banyak wanita yang menelantarkan keluarga hanya demi hawa nafsu pribadi dengan prinsip-prinsip liberal. Apalagi berniat mendidik generasi penerus, ilmu pun tak punya. Kau dengar itu, Nurul? Juga kalian semua di sini!” ucap guru tersebut.
“Tapi, maaf, Ustadzah. Apakah perempuan tidak butuh wawasan sebagai upaya mengantisipasi contoh buruk?” ujar Nurul. “Kamu jangan mentang-mentang anak ketua yayasan bisa asal bicara seperti ini!” ucap guru tersebut. “Sa-saya…” ucapan Nurul terpotong. “Tugas kalian sekarang adalah belajar!” tegas guru tersebut. “Saya! Saya tidak pernah membawa-bawa nama ketua yayasan, Ustadzah. Saya hanya bertanya apakah perempuan tidak butuh wawasan!” lanjut Nurul.
Guru perempuan lainnya membawa Nurul menjauh dari hadapan guru galak itu. Ia membujuk Nurul dengan lemah lembut agar Nurul menghentikan ucapan-ucapannya. Demikian pun guru galak itu, ada guru lainnya yang coba menenangkannya.
Di kesempatan lainnya, di sebuah ruang ketua yayasan, Nurul duduk bersama beberapa orang guru dan ketua yayasan. “Nurul hanya tidak sependapat dengan cara Ustadzah Zia, Ayah! Di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, perempuan pun punya hak untuk berpendapat. Soal buku-buku itu kenapa tidak dibicarakan dengan baik-baik dulu? Bukannya asal bakar-bakar seperti itu,” protes Nurul.
Yah, demikianlah seorang Nurul binti Arif. Ia adalah gadis cerdas berpemikiran kritis. Ia selalu punya alasan untuk berargumen dengan cara yang pantas. Selama ini di lingkungan pesantren selalu menekankan pendidikan tingkah laku, akhlak, tapi Nurul merasa dididik dengan otoriter. Menurutnya, ada cara yang lebih baik dari sekedar bersikap otoriter saja untuk menghasilkan akhlakul karimah, akhlak baik, bagi para santriwati.
**
Kecerdasan dan karakter Nurul membuatnya dapat menghadiri acara di luar daerah. Acara yang membuatnya mewakili yayasan dalam ajang penghargaan santriwati. Di suatu malam, Nurul dan temannya baru saja usai menghadiri acara penghargaan Tahfidz Quran di kota seberang, Kota Jember. “Duh, mana sih jemputan kita?” keluh teman Nurul. “Sabar… Bukannya tadi driver sudah telepon kalau telat jemput?” ucap Nurul. “Iya, tapi ini udah jam berapa, Nurul?” lanjut teman Nurul.
Seseorang dari dalam gedung menghampiri mereka. “Jemputannya belum datang juga?” tanyanya. “Belum, Ustadz,” jawab Nurul. Tiba-tiba sebuah mobil MPV mewah berwarna hitam datang kemudian berhenti tidak jauh dari pintu tempat Nurul dan lainnya menunggu. “Eh, bukannya itu jemputan kita, ya?” ucap teman Nurul. “Alhamdulillah. IYAAA, USTADZ… Kalau begitu saya masuk dulu. Saya sedang ada perlu di dalam,” pamit laki-laki yang mendatangi Nurul dan temannya itu.
Tanpa menunggu lama, teman Nurul menarik tangan Nurul dan langsung membuka pintu mobil. “Eh, wait! Wait! Aku kebelet pipis. Bilangin driver suruh tunggu bentar ya!” ucap teman Nurul yang langsung meninggalkannya begitu saja. “Haduu… Ngapa malah bengong sih?” keluh pengendara mobil yang wajahnya sebagian tertutup topi itu.
“Itu, teman saya, Mas. Dia…” ucap Nurul. “Masuk gih buru!” ucap pengendara mobil. Nurul pun masuk sambil menggerutu di dalam hati. “Kok pintunya ga ditutup?” protes lelaki itu. BRUUUK… Lelaki itu menarik pintu dari dalam dengan tangannya yang melalui depan tubuh Nurul. KLEEK… Pintu terkunci secara otomatis.
“Loh, kok…” Nurul bingung. “Gua males ya buat nunggu teman lu itu! Gua udah capek-capek gini malah masih aja disuruh-suruh ngejemput elu!” protes lelaki itu. Aroma minuman beralkohol semakin terasa menyengat di hidung Nurul. Sewaktu awal nada suara lelaki ini mirip dengan driver teman Nurul, tapi setelah ia membuka topinya jelas laki-laki ini bukan driver yang dimaksud. Laki-laki ini begitu muda, tampan dan tegap.
Pemuda itu langsung melajukan mobilnya begitu saja tanpa menghiraukan ucapan-ucapan Nurul. Nurul memaksa membuka pintu karena panik dan mengira dirinya baru saja terlibat penculikan. Hingga pada jalanan sepi di tepi hutan pemuda itu menghentikan laju mobilnya. Pintu itu tidak berhasil dibuka oleh Nurul karena dikunci secara otomatis dengan tombol kendali ada di sisi pemuda itu.
Nurul dan pemuda itu beradu mulut. Lama-lama Nurul menyadari percekcokannya tidak akan berhasil mengeluarkannya dari situasi ini. Pemuda ini sedang dalam pengaruh minuman beralkohol. Ia telah salah menjemput orang dan Nurul pun telah salah naik kendaraan.
Keheningan terjadi di antara mereka. Ocehan-ocehan pemuda itu tak lagi ditanggapi oleh Nurul. Ia kini bingung dan hanya bisa berdoa di dalam hati agar mendapatkan jalan keluar. Mata liar pemuda itu berkelana ke tubuh Nurul. “Tumben sepupu si Pur jilbapan?” ucap pemuda itu. “Udah saya bilang, saya bukan orang yang Anda maksud!” protes Nurul pelan.
Tangan pemuda itu tiba-tiba saja meraba lengan Nurul. dengan segera Nurul mengelak dan menepisnya. “Tahu ga sih, lu tuh sebenarnya cantik loh?” ucap pemuda itu. Nurul ketakutan. Ia bisa mencium gelagat pikiran kotor pemuda itu. “Kalau Anda berani macam-macam, saya akan teriak!” ancam Nurul dengan pikiran yang sangat tertekan. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Walaupun ancaman Nurul begitu dangkal, tapi ia tetap mengucapkannya. Di tempat sepi dan gelap seperti ini siapa yang akan menghampiri mereka? Lagi pula mobil dalam keadaan tertutup penuh. Suara teriakan akan tertahan di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Tara
OMG 🫣🫢😱🤔
2024-10-18
1
🍇 🆃🆁🅸🅰🅳 🌽
mampir kak
2022-03-22
1
amelianhaliza
ku mampirr.. dari sini keliatan dah seruu waww syukaa
2022-03-22
3