“Baiklah para hadirin dan hadirat yang dicintai Allah. Kita tadi telah mendapatkan nama-nama peraih juara, tapi sayangnya, tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak-pihak terkait, juga tanpa mengurangi keberkahan acara ini mohon maaf… “ ucap pembawa acara.
“Mohon maaf salah satu peserta tidak dapat dinyatakan di dalam peringkat juara karena melanggar teknis penilaian,” lanjut pembawa acara. “Baiklah selanjutnya saya serahkan kepada tim penguji untuk menjelaskan,” ucap pembawa acara.
“Mohon maaf kepada Ananda Putri Widyaningsih. Penilaian kepada Ananda terpaksa dibatalkan dikarenakan keterbatasan pada kami selaku tim penguji dan penilai. Sebelumnya Ananda sudah kami minta untuk melepas cadar Ananda, bukan? Tapi, Ananda keberatan. Ada beberapa aspek yang tidak cukup bagi kami untuk hanya mendengar pengucapan saja, apalagi terdapat noise dari sound system juga. Jadi, pelafalan secara visual adalah termasuk dalam teknis penilaian kami.”
“Untuk Ananda Putri diharapkan dapat menerima keputusan kami. Semoga Allah mengampuni ketidaksempurnaan kami, semoga Ananda Putri selalu diberkahi dan tidak putus harapan, sebab peluang lainnya masih sangat terbuka lebar untuk Ananda yang berpotensi besar,” jelas salah seorang penguji.
Usai pengumuman tersebut diucapkan, beberapa titik di bagian kursi penonton terdengar riuh. Tidak sedikit yang menyuarakan protes. Namun, acara tetap dilangsungkan. Beberapa panitia menyebar untuk melakukan lobby langsung kepada pihak-pihak yang keberatan. Mereka diarahkan untuk memasuki ruangan terpisah, sehingga kondisi riuhpun berkurang.
“Baiklah, dengan adanya penjelasan tersebut semoga bisa cukup menjelaskan ya, para hadirin dan hadirat. Selanjutnya, karena pemenang kedua kita batalkan, maka pemenang ketiga, Ananda Ratih Kusuma yang semula menempati juara ketiga kini menjadi menduduki juara kedua. Ananda Mirsha Sudarsono menempati juara ketiga, lalu Ananda Kiki Magfiroh Alfiansyah menempati juara harapan satu, dan Ananda Kusuma Wardhani menempati juara harapan dua. Selamat kepada para pemenang. Kemudian, untuk Bapak Kyai Haji Manshur Sahroni selaku… (bla bla bla)“ ucap pembawa acara.
“Icha! Icha, ayo maju Cha!” ucap Nurul menyadarkan Icha dari rasa tak percayanya. Icha pun naik ke panggung dan berdiri bersama dengan barisan para juara putri. Ketua dan perangkat institusi yang terkait pun memberikan selempang dan medali penghargaan kepada masing-masing juara. Dari jauh Nurul memandangi Icha yang begitu gembira memamerkan medalinya. Ia tersenyum kepada Icha dan memotretnya.
“Alhamdulillah. Icha, ternyata impianmu jadi kenyataan. Mungkin Allah menerima kegigihan kamu. Walaupun rasanya masih mengganjal, ini sudah ketetapanNya. Tidak ada yang mungkin kalau sudah kehendakNya,” batin Nurul lalu melambai-lambaikan tangan kepada Icha dengan gembira.
*
Acara pun berakhir. Nurul dan Icha bersiap untuk kembali ke hotel. Besok pagi akan ada acara penutupan, baru kemudian rombongan mereka kembali ke tempat asal. Salah seorang panitia yang telah dititipi sementara oleh pendamping rombongan Nurul masih sibuk menyelesaikan urusan kepanitiaan. Ustadz Beni namanya.
Ustadz Beni menghampiri Nurul dan Icha. Ia memastikan bagaimana mereka kembali ke hotel. Icha pun memberitahu kepadanya bahwa jemputan mereka akan terlambat sampai ke sini, maka Ustadz Beni mengarahkan Nurul dan Icha ke sebuah ruangan istirahat panitia dan memberikan mereka kudapan sambil menunggu jemputan mereka datang.
Icha yang tak sabar beberapa kali menghubungi supir muda yang akan menjemputnya. Beberapa kali supir muda itu menjawab panggilan Icha dan menerima omelan-omelan darinya, juga lebih sering tidak mengangkat panggilan itu.
“Udahlah, Cha. Sabar. Mas Wawannya lagi nyetir itu makanya ga bisa terus-terusan ngangkat telepon,” ucap Nurul mencoba menenangkan Icha. Icha kini justru meluapkan kekesalannya kepada Nurul. Anak manja yang terbiasa difasilitasi dengan baik dan bisa protes kapan saja terhadap layanan yang tidak membuatnya puas itu kini meluap. Waktu-waktu di pesantren bagi Icha untuk melatih kesabarannya seketika ia lupakan.
Karena tidak tahan dengan ucapan-ucapan Icha yang sarat dengan keluhan itu, maka Nurul mengalihkan pembicaraan. Ia menanyakan bagaimana rasanya berada di jajaran juara sewaktu Icha berada di panggung tadi. Nurul memuji-muji Icha. Gadis yang mudah dilunakkan dengan kata-kata itu pun beralih jadi membahas kemenangannya.
Bagi Nurul, percakapan yang membahas semangat dan kebahagiaan lebih baik daripada ucapan-ucapan berupa keluhan dan makian.
*
Icha melihat jam di layar ponselnya. “Ya, Allah. Udah jam segini, Rul. Kurang asem memang tu supir,” ucap Icha. Icha lalu menelpon supir muda itu dan panggilan itu pun diangkat. “Iya, Neng. Ini udah otewe. Sabar ya, Neng,” ucap supir muda tersebut. Panggilan pun usai dan tentunya diakhiri dengan omelan-omelan dari Icha.
“Udah on the way katanya. Kita nunggu di depan aja, yuk?” ajak Icha. “Kamu yakin, Cha? Ga sebaiknya kita nunggu di sini aja sampai Mas Wawannya nelepon lagi?” ucap Nurul. Nurul dengan pandangan mata sayu sebenarnya enggan beranjak dari sofa empuk yang sedang didudukinya itu. Tubuhnya sudah ia sandarkan, wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa kantuknya. Beberapa kali ia menguap sembari menutup mulutnya.
Dengan langkah yang berat akhirnya Nurul mengikuti keinginan Icha, si Nona Besar. Rasanya semua keinginan Icha pasti terpenuhi. Nurul sampai jenuh menemaninya hingga malam ini. Untungnya Nurul bisa menahan mulutnya untuk mengeluh. Kalau tidak, apa bedanya dirinya dengan Icha?
Selama beberapa menit Nurul dan Icha berdiri di pintu gedung, menunggu jemputan mereka datang. Ustadz Beni kemudian datang untuk memastikan jemputan mereka. Akhirnya jemputan mereka pun datang. Icha merasa kesal karena sudah lama menunggu pun mobil jemputan mereka justru berhenti di tempat parkir, bukan langsung menghampiri pintu gedung. Mereka jadi harus berjalan kaki untuk menghampiri mobil itu.
Mengetahui jemputan mereka sudah datang, Ustadz Beni pun meninggalkan mereka dan kembali ke dalam gedung setelah ada seseorang yang memanggilnya dari dalam. Ustadz Beni masih ada urusan yang belum selesai di dalam.
Tanpa berlama-lama, Icha pun menarik tangan Nurul dengan langkah cepat menuju mobil jemputannya. Tapi, tiba-tiba Icha merasa ingin buang air, jadi setelah pintu mobil dibuka ia justru meninggalkan Nurul dan mobil dan meminta mereka menunggunya. Bukannya menunggu Icha kembali, mobil jemputan itu justru melaju begitu saja dengan membawa Nurul pergi.
Setelah hampir satu jam Nurul dan supir gadungan itu menghilang, mereka pun akhirnya kembali. Icha, Ustadz Beni sudah panik mencari keberadaan mereka. Ditambah lagi ponsel Nurul yang terbawa oleh Icha sehingga Nurul tidak bisa dihubungi dan diketahui sama sekali keberadaannya. Beberapa orang panitia pun sudah terlanjur dikerahkan untuk mencari Nurul dan supir gadungan itu. Untungnya mereka kembali.
Nurul kembali bersama dengan supir gadungan itu beserta saudara perempuannya yang katanya ia telah melakukan kekeliruan dalam hal penjemputan. Hal itu terjadi karena supir gadungan yang diketahui lebih lanjut adalah mahasiswa itu sedang dalam pengaruh minuman beralkohol. Malam itu merupakan merupakan malam dengan kejadian yang merepotkan. Nurul dan Icha pun kembali ke hotel dengan jemputan yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞 ZY ᵇᵃˢᵉR⃟✇⃟ᴮᴿ⸙ᵍᵏ
semangrt terus kk
2022-03-20
1
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
emang enak kah miras nthu..hmt ku kepiii
2022-03-17
0
⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 𝑵𝒂𝒚𝒍𝒂 𝑨𝒊𝒔
keten
2022-03-07
0