Maria mengarahkan Tommy ke tempat sunyi sisi lain dari pekarangan dalam mansion yang dikurung pagar hidup tinggi menyerupai labirin. Kali ini Maria benar-benar akan membuktikan perbedaan yang begitu kontras antara dirinya dan Nurul. Di balik wajah Maria yang selalu ia tinggikan, terdapat jiwa liar yang begitu menyenangi kebebasan. Tidak ada kesopanan, tidak ada tata krama yang benar-benar dijaganya.
“Tidak ada yang memperhatikan itu bisa membuat kita lebih lepas berbuat apapun yang kita suka,” sebuah kalimat terucap ucap yang tidak mungkin keluar dari mulut Nurul. “Bukankah kita dididik untuk bisa bersikap di depan orang banyak? Aturan-aturan membuat kita beradab, bukan?” tanya Tommy. “Semua itu tidak dibutuhkan apabila tak ada seorangpun yang melihat,” ucap Maria di depan wajah Tommy setelah ia mendorongnya ke depan batang pohon besar.
Wajah Maria mendekati leher Tommy dan menghembuskan napasnya di sana, membuat bulu roma Tommy bergidik. Hela napas Maria masuk ke rongga telinga Tommy. Hal itu semakin memanggil keluar gairah Tommy yang sejak tadi terpenjara dalam sebuah tata krama.
“Kamu mau coba-coba mempermainkanku,” ucap Tommy disusul dengan kekehannya. Namun, bagaimanapun kedua mata Tommy sudah cukup redup untuk memastikan kenyataan di depannya. Ia tentu tidak akan melewatkan kesempatan yang mengasyikan ini. “Terserah, bicaralah sesukamu,” ucap Maria sambil membelai kening hingga atas telinga Tommy dengan lembut.
“Kamu ga akan keberatan kalau aku mencari kebenarannya sendiri, kan?” ucap Tommy sembari memajukan wajahnya. Ia menempelkan kedua ujung hidung mereka, saling berbagi nafas bersama. Arah pandang Tommy pun menelusur ke bawah, ke bibir Maria hingga turun menyusup ke ceruk tersembunyi kurang dari sejengkal di bawah dagunya.
“Oh ya? Gimana tuh caranya?” ucap Maria. Tangan Tommy melingkari pinggang Maria, membuat mereka semakin rapat. “Dengan menciummu seperti aku menciumnya,” jawab Tommy.
Maria tidak punya waktu untuk menyiapkan diri sebelum mulut Tommy menyentuh mulutnya. Walaupun bisa menduga seperti apa rasanya, sentuhan bibir Tommy membuatnya terkejut. Ciuman itu membuat Maria merasa tersetrum hebat. Maria meleleh dan berdesis dalam pelukannya seperti mentega di atas teflon panas.
Namun, saat mulut Tommy melepaskan mulut Maria dan menggumamkan “Nurulku yang manis” dengan nada yang penuh keyakinan, hati Maria terusik. “Aku Maria,” bisiknya, mengoreksi ucapan Tommy. Lalu Maria berani mengalungkan lengannya di leher Tommy dan menarik kepala laki-laki itu dengan kuat untuk mendapatkan ciuman lagi.
Tommy segera membeku, meskipun ia tidak menarik diri. Maria membuka mulutnya dan dengan ringan menyentuhkan lidahnya pada lidah Tommy. Lalu, dengan lembut ia menggerakkannya di sepanjang bibir Tommy yang kaku. Tubuh Tommy membeku, sekaku gunung es ketika Maria berjinjit di hadapannya. Mulut Maria menyatu dengan mulutnya dengan keintiman yang memalukan.
Lalu gerangan muncul di tenggorokan Tommy saat ia membuka mulutnya dan menyambut mulut Maria dengan rasa lapar dan rakus. Cengkraman tangannya menambatkan Maria dengan erat di tubuhnya. Mulutnya memulai suatu serbuan yang begitu liar dan penuh amarah yang membuat Maria terpana.
Maria terbakar oleh ciuman Tommy, panas merambati darahnya. Maka, saat Tommy memasukkan lidahnya lebih dalam lagi, Maria Pun menyambut dengan lidahnya, lalu bergerak lebih jauh dengan menyelipkan lidahnya di antara bibir Tommy yang terbuka. Ia menjelajahi mulut Tommy yang hangat, selembut sutra dan berbahaya.
Ciuman Tommy menjadi nyaris brutal, seolah ia tidak bisa merasa puas dengan Maria. Lagi dan lagi ia menyantap mulut Maria, dan saat itu tak lagi memuaskannya, ia meluncurkan ciuman-ciuman yang keras dan posesif di kedua pipi Maria dan di sepanjang lehernya. Kulit Tommy yang kasar menggesek kulit lembut Maria, dan aroma jantannya berpadu dengan wangi bunga-bunga yang menguar di udara taman.
Tangan-tangan Tommy membelai bagian-bagian yang diinginkannya, menyusuri rusuk Maria dan membelai lekuk pinggulnya. Tidak lagi terikat oleh batasan apapun, Tommy memberikan ciumannya di leher Maria dan mulai mencecarkan ciuman di sepanjang tulang selangka Maria. Ciuman itu bergerak semakin rendah, di sepanjang garis leher dari gaun bagian atas sampai ia mencapai belahan ceruk yang tadi ditelusuri matanya itu.
Maria nyaris mendorong Tommy menjauh, terkejut oleh keberanian laki-laki itu. Lalu ia menahan diri. Memaksa dirinya untuk melengkungkan tubuhnya, ia mengizinkan Tommy menjelajahinya dengan bibirnya yang lihai.
Kepuasan merambat dalam perut Maria seperti aliran madu hangat. Semakin banyak mulut panas Tommy membelainya, semakin ia menginginkan belaian itu di bagian-bagian tubuhnya yang seharusnya hanya boleh disentuh oleh suaminya nanti. Ia tak bisa bernapas dan tidak bisa berpikir. Ia dengan cepat kehilangan kendali dalam pergumulan ini.
Kemudian, Tommy merenggut tali berpita di bahu Maria, menurunkannya untuk membuka balutan di dadanya dan membuat Maria sangat terkejut. Sambil mendorong sekuat tenaga, Maria melepaskan diri dari dekapan Tommy dan menyilangkan kedua lengannya untuk melindungi tubuh atasnya yang nyaris terbuka.
Ribuan celaan meluncur dari bibir Maria saat tatapan Tommy melahap tubuhnya dengan tajam dan jantan. Maria segera mengendalikan diri dari lebih banyak celaan yang akan ia keluarkan dari mulutnya. Maria dengan bersusah payah menampilkan senyuman malu-malu di bibirnya dan menurunkan tangannya dari tubuh atasnya. “Apakah aku sudah mengalahkan sosok Nurul sekarang?” ucapnya.
Tommy kembali mendekati Maria. Ekspresi laki-laki beralih dari hasrat yang membara menjadi sungguh-sungguh terpana. Dengan cepat Maria membenahi sikap tubuhnya. Ia merapikan tatanan rambutnya dengan gemulai lalu beranjak pergi. “Sudah cukup, tampan. Aku sudah membuktikan bahwa aku bukanlah gadis asing yang kau panggil Nurul itu,” ucap Maria.
Saat Tommy terus terpana memandanginya, ia menambahkan “Kalau kamu mau, aku akan kembali ke tempat dansa sebelum mamaku melihat nakal lagi. “Lagi?” Tommy tersedak. “Kamu ga berpikir kalau kamu adalah cowok yang pertama kucium, kan? Sudah kubilang kalau aku suka dengan kebebasan, termasuk kebebasan bercinta,” ucap Maria.
Tatapan di wajah Tommy sungguh tak ternilai. Sambil membalikkan tubuh dan membelakangi Tommy, Maria melemparkan satu tatapan menggoda dari balik bahunya. “Tapi kamu ga usah khawatir. Kamu masuk kok ke dalam peringkat terbaik dari cowok-cowok yang pernah kucium,” ucap Maria. Lalu Maria beranjak pergi, tersenyum penuh kemenangan atas dominansinya sembari berharap agar Tommy tidak mengikutinya.
Tommy benar-benar tidak mampu mengejar Maria. “Apa yang terjadi? Siapa sebenarnya Maria itu?” batin Tommy. Si ahli merayu yang merasuki tubuh Nurul itu telah bertingkah seperti salah satu perempuan nakal yang sedang menyeleksi kekasih baru, tidak bertingkah seperti seorang perawan lugu yang terus-menerus mengganggu tidur Tommy. Ia meraba bibirnya. Ia masih bisa merasakan napas harum dan manis perempuan itu serta aroma bunga di rambutnya.
Tubuh Tommy sudah mengeras sekeras batu gara-gara ciuman itu. Ia lalu menyeka keringat di dahinya. Jika perempuan itu benar-benar Nurul, dimana ia belajar bagaimana cara merayu dan mencium serta mengarahkan seorang laki-laki ke puncak emosinya? Tommy nyaris merampas keperawanan perempuan itu di sini, di taman mansion milik keluarga temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
nurul nya ngumpet dimana yak..hmt
2022-03-17
0
Bejo
likee
2022-03-16
1
pensi
Nurul dimana ya?
2022-03-09
1