Hari demi hari berganti. Tak terasa sudah puluhan purnama Icha lewati di pesantren ini bersama Nurul. Sikap sombongnya telah melunak. Tampak dari gaya bahasanya yang lebih santun, tapi ia masih perlu proses panjang untuk membenahi kebiasaan malasnya. Kehidupannya yang dulu selalu memudahkan apa yang diinginkannya. Orang bilang uang bisa membeli segalanya dan itulah yang masih tanpa sadar keluar dari diri Icha.
Waktu mendekati subuh telah tiba. Icha dan Nurul cukup istirahat semalam. Tapi, sepertinya Icha gundah dan merasa belum siap untuk mengawali hari.
“Icha… Kamu kenapa diam aja dari tadi?” tanya Nurul sembari melipat mukena yang baru saja ia gunakan untuk shalat sunnah. “Emh… Emh… Aku… “ Icha ragu-ragu mengutarakan perasaannya. “Kamu sakit?” tanya Nurul. Nurul sudah terbiasa dengan ekspresi yang tengah Icha tampakkan itu. Ia pasti sedang mencemaskan sesuatu. Hanya alasan sakit yang logis dan tidak menyinggung untuk Nurul tanyakan.
Icha menimbang-nimbang. Tidak mungkin ia bisa membohongi seorang dokter atas kondisi kesehatannya. Nurul mungkin bisa memaafkannya apabila Icha ketahuan berbohong, tapi tidak dengan Ustadzah yang membimbingnya hari ini. Icha tak ingin mempermalukan diri sendiri dengan hal itu, tapi ia begitu ingin menghindari kelas pada hari ini.
Nurul lalu menyeduhkan teh manis hangat untuk mereka berdua. Nurul berharap minuman yang dibuatkannya itu bisa mencairkan suasana, semoga juga bisa membuat Icha menjadi baik-baik saja.
Nurul pun memberikan secangkir teh manis seduhannya kepada Icha yang tengah duduk di kursi belajarnya. Sambil menunggui Icha menyeruput minuman itu, Nurul berdiri di sisi meja belajar Icha sembari memegang cangkirnya sendiri. Ia masih menanti jawaban atas pertanyaannya yang begitu ragu-ragu diungkapkan oleh Icha.
Melihat Nurul berdiri di sisinya sambil tersenyum, Icha menyadari kalau Nurul sedang memastikan keadaannya. “Aku ga sakit kok, Rul,” ucap Icha. “Terus kamu kenapa? Lagi ada masalah? Cerita aja, siapa tau aku bisa bantu,” ucap Nurul. Icha lalu menggeleng dan menunduk.
“Oh, kayanya sih ini tanda-tanda tamu bulanan,” goda Nurul sembari menjauh dari meja belajar Icha. Nurul pun duduk di kursi belajarnya sendiri. Nurul menaruh minumannya dan membuka buku catatannya. Nurul membaca dan menggumam-gumam menyebutkan daftar tugas yang ada di bukunya itu.
“Cha, kamu lagi sibuk ga?” tanya Nurul. “Ha? Kapan?” tanya Icha tersentak. “Ya sekaranglah. Sekarang kamu sibuk ga? Aku mau minta tolong,” ucap Nurul. “Oh, enggak sih. Emangnya kamu mau minta tolong apa?” tanya Icha. “Bantuin aku ngoreksi hafalan ya? Nanti kan ada tes hafalan hadits sama Ustadzah Mirna,” ucap Nurul yang telah memutar kursinya menghadap ke arah Icha.
“Oh. Iya, iya. Sini,” ucap Icha sembari meraih buku bacaan untuk hafalan. “Halaman berapa?” lanjutnya. “Dari awal aja deh,” jawab Nurul. Nurul pun membaca petikan-petikan hadist dalam Bahasa Arab beserta artinya dalam Bahasa Indonesia. Sambil membaca buku, Icha menyimak dan membetulkan kata-kata Nurul yang salah.
Beberapa saat kemudian… “Eh, bentar, bentar… Kamu baca halaman berapa, sih?” tanya Icha sembari membolak-balik halaman bukunya. “Kamu kelewatan atau aku yang loncat ya?” ucap Nurul. “Ini aku ulang, ya? Yang awalnya gini Ya rosulullah, a laa tuhaddistsunii an haa ri stsah wa kaa na qutila yauu ma badri, fa ingkaa na fii jannati shobartu… “ ucap Nurul. “Ntar, ntar… Yang mana sih?” tanya Icha sembari membolak-balik halaman bukunya.
“Ih yang itu loh, yang Ummu Rabi binti Barra datang minta Rasulullah cerita Haritsah di Perang Badar?” ucap Nurul. “Bentar ya. Haritsah… Perang Badar… Oh, ya Allah… Aku yang kelewat tadi,” ucap Icha. “Ngomong-ngomong kamu udah ngafal juga kan Cha? Kok bisa kelewatan gitu?” tanya Nurul.
“Haaa… Nuruuul… “ Icha merengek. “Sebenarnya aku belum hafal. Aku ga siap buat masuk kelasnya Ustadzah Mirna nanti. Gimana nasibku, Rul? Mana hafalan sebelumnya juga jelek,” keluh Icha. “Oh, jadi itu yang buat kamu diem aja tadi? Kirain aku kamu sakit loh,” ucap Nurul.
“Kayanya aku deh yang butuh bantuan kamu,” ucap Icha dengan nada yang paling rendah. “Kamu kok ga ngomong sama aku? Ya jelas aku mau bangetlah bantuin kamu,” ucap Nurul. Icha terlihat malu. Biasanya ia bisa membayar apapun dengan harta milik papanya, tidak usah bersusah payah untuk mengikuti sebuah proses yang tak disukainya. Namun, di sini hal seperti itu tak berlaku sama sekali.
“Masih ada waktu. Subuh kan masih empat puluh menit lagi. Nah, nanti selesai subuhan kita lanjut lagi. Sarapan nanti diburu-buruin jadilah, terus kita balik lagi ke kamar kalau kamu malu ngafal di luar. Kelas Ustadzah Mirna mulai jam delapan kan? Masih bisa kok,”ucap Nurul menyemangati.
“Bagian mana yang belum kamu hafal?” tanya Nurul yang menyeret kursinya mendekati Icha. “Belum semua, huhu… “ ucap Icha dengan mulut melengkung ke bawah. “Astafirullah, Icha. Kenapa baru bilang sekarang?” Nurul ikut panik. “Habisnya, kamu kan tahu sendiri aku paling susah dengan pengucapan bahasa Arab,” keluh Icha.
“Ya udah, ya udah. Kita mulai dari awal. Kalau caraku gini biar cepat ngucapin per penggal-penggal kalimatnya diulang-ulang. Coba kamu ikutin aku, ya? Kita mulai,” ucap Nurul. Nurul dengan sabarnya membantu Icha menyelesaikan tugas hafalannya. Walau di tengah-tengah Icha sering mengeluh dan meminta untuk mengakhiri kegiatan mereka itu, Nurul tidak memperdulikannya.
Nurul saat ini sudah seperti seorang guru taman kanak-kanak yang harus sabar mengajari seorang bocah cerewet yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan serius. “Kamu sebel ya sama aku? Kok bacanya nyolot gitu?” protes Icha. “Enggak. Yuk diulang lagi. Kalau di tengah-tengah masih ada yang salah harus balik ke awal lagi,” ucap Nurul dengan nada tegas. “Kamu jujur aja, Rul. Kalau udah males dan kesel sama aku, kita udahan aja!” ucap Icha.
Nurul memandanginya lalu menghela napas. Sebenarnya yang bersikeras mengakhiri aktivitas ini adalah Icha. Sangat tampak bahwa Icha sangat tidak menikmati aktivitas ini. Ia tipe orang yang cepat bosan dan ingin mengalihkan kegiatannya ke hal yang lain.
“Cha. Coba kamu lihat, kita udah sampai di bagian ini. Bandingin sama kamu sewaktu awal tadi. Baca bagian ini aja ga bisa-bisa. Kita udah sampai di sini, Cha. Tuh, perkembangankamu tuh sebenarnya bagus. Kamu tahan-tahan aja, sih. Kamu pasti bisa, kok,” ucap Nurul. Sebenarnya Nurul terlalu berlebihan menyatakan perkembangan Icha. Ia hanya ingin menyemangati Icha saja. Kemampuan Icha menghafal tidak benar-benar bagus.
Waktu pun bergulir. Tiba saatnya kelas dimulai. Nurul dan Icha yang adalah teman sebangku bersiap akan menyetorkan hafalan mereka, menunggu giliran mereka masing-masing. Giliran Icha pun tiba. Ia berjalan ke depan dengan sesekali menengok Nurul dari bahunya dengan tatapan tak rela. Nurul mengepalkan tangannya ketika Icha menengoknya, mengisyaratkan semangat untuknya.
Icha pun duduk di depan meja Ustadzah Mirna. Di awal bacaan, Icha terdengar terbata-bata. Untungnya suasana kelas tidak hening. Masing-masing santriwati sibuk dengan persiapan hafalan mereka. Suara Icha yang ragu-ragu hanya terdengar oleh Ustadzah Mirna.
“Ga perlu gugup begitu. Sekarang ulangi dari awal,” ucap Ustadzah Mirna. Icha pun melanjutkan proses setoran hafalannya itu. Setelahnya, Icha pun kembali ke mejanya. Wajahnya tampak menahan senyum. “Gimana tadi?” tanya Nurul sambil separuh berbisik. “Hafalanku ada beberapa yang harus diulang, Rul,” ucap Icha yang mengimbangi volume suara Nurul.
Nurul heran, disuruh mengulang di waktu berikutnya tapi ekspresi Icha tampak senang. “Tapi, tadi Ustadzah Mirna bilang kalau sejauh ini perkembangan hafalanku cukup bagus. Katanya untuk santriwati sebaru aku, aku udah kelihatan sangat berusaha keras. Ustadzah Mirna ngebanding-bandingin aku sama santriwati lain yang memang udah sejak lama belajar hadist-nya. Ustadzah ga marah sama aku, justru salut katanya,” ungkap Icha dengan bersemangat.
“Alhamdulillah… Selamat ya, Cha. Tuh, kan, apa kubilang! Jadi, kamu ga perlu ngambek-ngambekin aku lagi tuh kalau lagi kubilangin,” ucap Nurul. “Iya, alhamdulillah. Makasih banget ya, Rul. Kamu memang bestie aku yang terterter-terbaik,” ucap Icha. Mereka saling menautkan kesepuluh jari-jari mereka di depan wajah mereka dengan riang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞 ZY ᵇᵃˢᵉR⃟✇⃟ᴮᴿ⸙ᵍᵏ
mampir lg ka
2022-03-20
1
🧸 ⃝Pᵛᵐelia🌈ᴀᷟιиɑ͜͡✦
Mampir nih like& komen✨ 1🌹 untukmu
2022-03-20
4
Chika£Hiats
Sahabat yg baik🤗
2022-03-18
1