Suasana kaku tercipta di antara Tommy dan Maria. “Sikapnya berbeda sekali dengan Nurul,” batin Tommy setelah ia mendengar perkataan Maria. Menurut Tommy, tidak mungkin seorang Nurul punya gaya bahasa yang biasa dimiliki perempuan-perempuan bangsawan seperti itu. Nurul yang dikenalnya adalah perempuan yang ramah, jujur, lebih tepatnya polos. Jauh dari kesan angkuh seperti ini.
Cahaya lampu di pekarangan mansion itu berubah, mereka lebih redup dan lebih beragam warnanya. Seiring dengan itu, irama musik ngebit yang bervolume rendah berganti menjadi musik klasik dengan volume yang lebih terdengar jelas. Lalu terdengar suara MC mengambil alih acara.
Dua orang yang telah bertunangan berdansa di bawah lampu sorot. Mereka menjadi pusat perhatian, sebuah pemandangan yang manis. Tak lama, orang-orang mengikuti mereka untuk berdansa dengan pasangan mereka masing-masing. Selain itu, ada pula ibu dengan anaknya atau saudaranya. MC pun mempersilahkan para tamu undangan yang lain untuk ikut berdansa.
“Maukah kau…?” ucap Tommy yang membuka tangannya kepada Maria sambil merendahkan tubuhnya di depan Maria. Wajah Maria datar-datar saja, seakan hendak menolak ajakan itu tapi ragu. Lalu, teman Maria mendekat dan membisikkan sesuatu padanya. “Jangan sia-siakan kesempatan ini, Maria. Dia adalah anak pengusaha besar yang jadi pujaan semua perempuan!” bisik teman Maria.
Maria mengerutkan dahinya dan menggeleng cepat. Hingga sampai Tommy menegakkan tubuhnya karena Maria tak kunjung menerima ajakannya, tiba-tiba seseorang mendorong tubuh Maria dari belakang. Salah satu teman Maria, dan mereka cekikikan sambil menutup mulut-mulut mereka setelahnya.
Senyuman Tommy merekah dan ia segera melingkarkan tangannya di pinggang Maria juga menggenggam tangan gadis itu di sisi lainnya. “Gadis bangsawan tidak mungkin tidak bisa berdansa. Kecuali dia adalah seorang yang berasal dari daerah pelosok,” ucap Tommy. Wajah Maria mendidih mendengar hal itu dan ia pun akhirnya bergerak seirama dengan gerakan Tommy. “Kamu ga bisa terus-terusan menganggapku sebagai orang lain,” ucap Maria kesal.
“Saya ga pernah menganggap kamu sebagai orang lain, walaupun kamu bermetamorfosa menjadi peri kupu-kupu sekalipun,” ucapnya pelan dengan mendekatkan mulutnya di sebelah telinga Maria. Tommy merasakan keintiman itu kembali. Ia ingat betul dengan lekukan ini, telinga yang ia kenali, urat leher dan bentuk rahang samping Nurul. Tommy yakin betul gadis ini adalah Nurul.
Maria menjauhkan kepalanya dari wajah Tommy. “Apa maksudmu?” ucap Maria. “Kamu ga bisa membohongiku walaupun kamu punya seribu identitas, saya ga pernah menganggapmu sebagai orang lain,” ucap Tommy dengan wajah tegak yang tepat ada di depan wajah Maria sekitar satu jengkal saja.
Setelah menatap sorotan mata Tommy, Maria berkedip cepat, lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain dan bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan cepat. Jelas-jelas Maria sedang memikirkan atau menyiapkan sesuatu untuk dikatakannya kepada Tommy. Maria lalu tersenyum kepada Tommy.
“Entahlah, mungkin keberadaanku mengingatkanmu pada orang lain. Itu bukan masalahku. Bagiku kamu hanya sebagai patnerku untuk menikmati malam ini saja, tidak lebih. Kupikir kamu cukup tampan dan penampilanmu juga lumayan. Orang-orang bilang kamu juga dari kalangan bangsawan. Cukup aman bagiku agar aku tidak mempermalukan diri apabila bersama dengan sembarang cowok. Jadi, mari kita nikmati malam ini tanpa menyebut-nyebut orang lain di antara kita,” ucap Maria sambil meninggikan kepalanya.
Tommy terpana dengan sosok yang ada di hadapannya itu. Sosok Maria begitu kuat. Tommy salut dengan perubahan ini apabila benar gadis ini adalah Nurul. Tidak bisa dibayangkan usaha Nurul untuk bisa berubah menjadi sosok Maria seperti ini. Pasti sangat berniat dengan keras. Dua sisi di dalam pikiran Tommy berkecamuk. Ia meragukan Nurul tapi sekaligus merasa bahwa gadis ini adalah Nurul.
Musik mengalun dengan part yang memuncak lalu menurun. Emosi mereka mengikuti gerakan kaki mereka sesuai ketukannya. Kemampuan dansa Tommy yang diimbangi dengan ritme langkah Maria menarik perhatian undangan lainnya. Pasangan yang bertunangan itu mengakhiri dansa mereka dan ikut menikmati keserasian Tommy dan Maria.
Mengetahui dirinya dan Maria menjadi pusat perhatian, Tommy menarik Maria ke bawah sorotan lampu di tengah. Maria yang menyadari itu gelagapan dan ingin melepaskan Tommy. Usaha Maria sia-sia. Tommy semakin mendekap erat tubuh Maria hingga mereka benar-benar berhimpitan. Maria terlihat risih ketika dirinya menjadi pusat perhatian seperti itu.
Tiba-tiba Maria menginjak sepatu Tommy dengan tumit sepatunya yang runcing. “Oops… Maaf,” ucap Maria. Tommy langsung melepaskan dekapannya dan menunduk kesakitan. Orang-orang tertawa melihat mereka. Tommy mendongakkan kepalanya memandangi Maria lalu tersenyum dan sedikit memiringkan kepalanya. Sebuah raut wajah mengejek.
“Kamu ga apa-apa kan?” ucap Maria dengan gayanya yang jelas-jelas bukan merupakan bentuk simpati yang natural. Tommy kembali menegakkan tubuhnya. “Sepertinya Cinderella sedang kelelahan, hadirin,” ucapnya sambil membuka kedua tangannya dan mengalihkan pandangannya ke sekitarnya. Orang-orang tertawa kecil, tersenyum dan menampakkan ekspresi gemas.
Tommy lalu menarik Maria menepi. Orang-orang bertepuk tangan membiarkan mereka pergi. Pesta pun kembali dilanjutkan tanpa Tommy dan Maria. Tommy dan Maria berjalan-jalan menuju tempat yang tidak terlalu ramai. Pramusaji lewat menawarkan mereka minum dan Tommy pun mengambilkannya untuk Maria.
Setelah minum dan menaruh gelas-gelas mereka di meja di sisi lain, mereka pun melanjutkan jalan-jalan mereka. Maria yang memimpin arah perjalanan mereka sambil bercengkrama. Percakapan antara laki-laki yang terus menggodai dan perempuan yang begitu jual mahal.
“Kamu membuatku terkesan, Tommy. Tapi aku tidak suka menjadi pusat perhatian seperti tadi. Sangat tidak bebas. Padahal aku adalah perempuan yang suka dengan kebebasan. Tidak ada yang memperhatikan itu bisa membuat kita lebih lepas berbuat apapun yang kita suka,” ucap Maria. “Bukankah kita dididik untuk bisa bersikap di depan orang banyak? Aturan-aturan membuat kita beradab, bukan?” tanya Tommy.
Sebenarnya arah pertanyaan Tommy hanya ingin memunculkan kembali prinsip yang selama ini Nurul pegang. Menjadi beradab dan taat aturan adalah sesuatu yang begitu dijaga seorang Nurul. Mendengar perkataan itu, Maria tersenyum licik. Ia menarik tangan Tommy untuk menyegerakan langkah kaki mereka.
Ternyata mereka ada di tempat yang begitu tersembunyi. Taman dengan pagar hidup tinggi yang menyerupai labirin. Suara musik pesta pun sudah terdengar begitu jauh. Suasana penerangan begitu minim, hanya ada lampu-lampu taman yang bisa dihitung dengan jari dengan jarak mereka tidak begitu berdekatan. Tidak mungkin ada orang lain yang berada di tempat ini sekarang.
Setelah mereka melambatkan langkah mereka, Maria pun mendorong dada Tommy dengan sedikit kasar. Tommy tersandar pada sebuah batang pohon besar. Maria menyudutkannya dan mendekatinya. “Semua itu tidak dibutuhkan apabila tak ada seorangpun yang melihat,” ucap Maria di depan wajah Tommy.
Maria menopang tangannya di atas batang pohon yang sama, ini tubuhnya sudah berlekatan dengan tubuh Tommy. Wajah Maria mendekati leher Tommy dan menghembuskan napasnya di sana, membuat bulu roma Tommy bergidik. “Dengan begini kita bebas melalukan apa saja, tanpa ada seorangpun yang melihat,” bisik Maria tepat di depan telinga Tommy.
Hela napas Maria masuk ke rongga telinga Tommy. Hal itu semakin memanggil keluar gairah Tommy yang sejak tadi terpenjara dalam sebuah tata krama. Awalnya Tommy membiarkan Maria memimpin permainan yang ia mulai ini, kemudian…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
🍾⃝RO$ THEVH@RYᵀᵀ°N⃟ʲᵃᵃ࿐
semangat😊
2022-03-20
3
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
maria lebih hot yak..hmt
2022-03-17
0
Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)
so sweet
2022-03-16
2