“Tuan Sudarsono nelepon Bapak. Beliau sangat butuh bantuan Nurul,” ucap ayah Nurul dari baik meja kerjanya. “Nurul? Bantuan Nurul? Soal apa, Pak? Saya kira tentang donasi-donasi yang beliau gelontorkan untuk pondok? Tapi kenapa harus butuh bantuan saya?” ucap Nurul heran.
“Soal donasi itu, beliau ndak ada membicarakan soal itu. Ini tentang sahabatmu, Mirsha… “ ucap ayah Nurul. “Icha? Ada apa dengan Icha, Pak?” tanya Nurul heran. “Kata Tuan Sudarsono, Icha sakit. Beliau tahu betul kemampuan meracik herbal kamu. Katanya cuma kamu yang bisa bantu untuk menyembuhkan penyakit putrinya itu,” jelas ayah Nurul.
“Pantas selama tiga bulan kontak Icha ga ada yang bisa Nurul hubungi. Sebenarnya Icha sakit apa, Pak?” tanya Nurul panik. “Bapak ndak ngerti-ngerti banget. Besok beliau mau datang ke sini, mungkin sampainya malam,” lanjut ayah Nurul. “Icha ke sini?” tanya Nurul. “Papanya yang ke sini. Icha ga bisa, kan dia lagi sakit,” jawab ayah Nurul.
“Astafirullahal adziim… Icha… Sebenarnya kamu sakit apa sih, Cha… “ rengek Nurul di depan ayahnya. “Kita doakan sama-sama ya, Nak. Sebisa mungkin kamu bantulah sahabatmu itu,” ucap ayah Nurul. “Tapi sudah lama sekali Nurul ga buat ramuan yang rumit-rumit. Biasanya juga buat sakit-sakit biasa kaya untuk pegal-pegal, batuk, demam… “ keluh Nurul.
“Nuruul… Bapak yakin sama kamu,” potong ayah Nurul. “Apa Nurul mampu, Pak? Penyakit Icha pun kita belum tahu pasti,” ucap Nurul. “Dengan usaha dan doa, Nak. Ikhlaslah karena Allah. Ga ada yang pernah kecewa kalau kita ikhlas karena Allah,” bujuk ayah Nurul. “Nggih, Pak. Sengkok akan berusaha,” ucap Nurul.
Sebenarnya Nurul tidak sepenuh hati mengucapkan kalimat terakhirnya. Ada keraguan besar yang ia pendam. Nurul tidak ingin mengulang kegagalannya di masa lalu. Ibunya sendiri telah meninggal di depannya saat Nurul sedang berusaha keras menemukan formula racikan ramuan untuk sakit mendiang ibunya itu.
Bagaimana kalau kali ini Nurul membuat kesalahan lagi? Orang sekaya Tuan Sudarsono saja tidak berhasil menemukan dokter yang tepat di kota besar, apalagi hanya sekelas peracik jamu herbal seperti Nurul yang tidak pernah kuliah kedokteran. Namun, Tuan Sudarsono mungkin sudah mengambil langkah terakhirnya, ya, mungkin ini langkah terakhirnya.
Di tengah keraguannya pada diri sendiri, Nurul begitu ingin membantu Icha. Tidak mungkin Nurul menolak dimintai bantuan yang sangat bergantung padanya ini.
Percakapan antara Nurul dan ayahnya usai, tapi tidak dengan gemuruh yang ada di dalam kepala Nurul. Sebenarnya Icha sakit apa, sudah berapa lama, dan mengapa Tuan Sudarsono mempercayakan penyembuhan Icha kepada pengobatan tradisional ala Nurul?
*
Waktu bergulir, hari pun berganti. Keesokan harinya, tepatnya pada malam hari, yaitu hampir melewati batas dini hari, Tuan Sudarsono pun datang dengan mobil dan supir sewaannya. Hanya ketua yayasan dan dua orang santrinya yang menerima kedatangan Tuan Sudarsono. Dalam keadaan lelah selarut itu, Tuan Sudarsono masih ingin melakukan pembicaraan.
Kudapan pun disiapkan, selain kamar tamu untuk Tuan Sudarsono tentunya. Tuan Sudarsono melakukan pembicaraan dengan ketua yayasan. Setelah mendengar penjelasan tersebut, ketua yayasan meminta Nurul untuk dipanggilkan ke tempat mereka, bergabung dengan pembicaraan ini.
TOK… TOK… TOK…
Nurul yang baru saja akan tidur pun membuka pintu. Ia belum melepaskan mukena yang baru saja digunakannya untuk shalat tahajjud dan witir.
“Assalamualaikum,” ucap dua santri yang mengetuk pintu Nurul. “Wa alaikumussalam,” jawab Nurul. “Ada apa, Mas Ir? Mas Fer?” tanya Nurul. “Bapak minta kamu untuk menemuinya sekarang,” ucap salah seorang di antaranya. “Malam-malam begini? Apa mungkin… “ ucapan Nurul terhenti dan ia tampak tiba-tiba memikirkan sesuatu.
“Ada tamu dari Jakarta, Mbak. Begitu sampai beliau langsung ketemu Bapak lalu Bapak meminta kami untuk memanggilkan Mbak ke sana,” jawab santri lainnya. “Tamu dari Jakarta? Bapak-bapak yang penampilannya klimis, hidungnya ada andeng-andengnya ya?” tanya Nurul. “Iya benar, Mbak,” jawab salah satu santri. “Ternyata benar, Tuan Sudarsono,” gumam Nurul.
Nurul pun memenuhi panggilan ayahnya itu dengan diantar oleh kedua santri suruhan ayahnya. Nurul pun bergabung pada pembicaraan antara dua lelaki tua itu.
“APA? Jadi Nurul harus ikut ke Jakarta?” Nurul terkejut dengan hasil pembicaraan itu. “Iya, Nak Nurul. Saya mohon sama kamu. Ini demi Icha,” ucap Tuan Sudarsono. “Untuk rencana tes masuk perguruan tinggi kamu, nanti bisa dilakukan di Jakarta Nak. Lalu kalau kamu keterima nanti bisa kamu lanjutkan setelah kamu kembali dari Jakarta,” tambah ayah Nurul.
Ternyata ayah Nurul mengizinkan Nurul pergi. Sebenarnya ada yang mengganjal dari tatapan ayahnya itu. Ayahnya mengizinkan Nurul pergi tapi di sisi lain seperti tidak rela. Mungkin karena ini pertama kalinya Nurul akan pergi ke Jakarta. Ayahnya itu pasti mengkhawatirkan kepergian Nurul ke sana.
“Bagaimana dengan mahram Nurul, Pak?” tanya Nurul. Ia memastikan kekhawatiran ayahnya itu dengan menanyakan hal yang berhubungan dengan kepergiannya ke tempat yang jauh. Mungkin saja ayahnya mengkhawatirkan Nurul seperti apa yang sedang Nurul pikirkan. “Tentang itu Nurul dan Ustadz Arif tidak perlu khawatir. Nurul hanya pergi ke rumah saya saja. Di sana ada adik perempuan saya, Lupita, yang akan mengurus semua keperluan Nurul. Pasti dia akan memperlakukan Nurul seperti anaknya sendiri,” ucap Tuan Sudarsono.
Perkataan ayah Nurul sepertinya baru saja tertahan. “Iya, benar. Tadi Bapak dan Pak Sudarsono ini sudah membicarakannya,” ucap ayah Nurul dengan nada yang menurun. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin ayah Nurul sanggah tadi, tapi entah apa itu dan akhirnya tidak jadi dikatakannya.
“Apakah tidak apa-apa, Pak, kalau Nurul hanya punya mahram titipan seperti itu?” tanya Nurul kepada ayahnya. “Semoga urusan Nurul di sana tidak akan terlalu lama,” jawab ayahnya.
“Baiklah kalau begitu. Lalu, Om, ini hal yang begitu ingin saya tahu, sebenarnya Icha sakit apa, Om?” tanya Nurul kepada Tuan Sudarsono.
Pertanyaan itu merupakan misteri yang hingga saat ini belum terjawab. Sudah sedemikian lama pertanyaan itu bersarang di kepala Nurul. Tidak hanya di kepala Nurul, pertanyaan itu juga bersarang di kepala ayah Nurul. Penjelasan memang telah diberikan oleh Tuan Sudarsono kepada ayah Nurul, tapi itu belum cukup.
Ada sesuatu yang masih tertutupi mengenai penjelasan yang dilakukan Tuan Sudarsono kepada ayah Nurul. Ayah Nurul memang orang tua Nurul, orang tua dari gadis yang menguasai ilmu pengobatan tradisional. Namun, ayah Nurul itu tidak dapat mengerti dengan pasti sebenarnya apa penyakit Icha yang dimaksud oleh Tuan Sudarsono itu. Maka, ayah Nurul pun berpikiran alangkah lebih baiknya apabila Tuan Sudarsono menjelaskannya secara langsung ketika sudah berada di rumahnya, di Madura. Tidak hanya sekedar melalui percakapan melalui telepon beberapa hari yang lalu.
Tuan Sudarsono pun mengatakan, ternyata…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Beast Writer
Sudarsono kayak nama org jawa
2022-03-20
1
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
syafakillah ya cha..
2022-03-18
2
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
hilih gantung 😪
bikin penasaran 😒
bikin tenak tebakan...
Icha sakit rindu 🤭
rindu bareng bareng Nurul 🤣🤣
2022-03-07
4