TOK TOK TOK…
“RUL… NURUL… BISA BURUAN GA? AKU KEBELET NIH… “
Panggilan dari luar kamar mandi itu menghentakkan khayalan Nurul. Iya segera membuka matanya dan bergerak gelagapan membuat riak air di bathup saling bertabrakan.
“IYAA… TUNGGUU… “ sahut Nurul. Nurul pun bangkit dan mengambil handuk kering yang terlipat di sisi lain pada jajaran besi di kamar mandi itu. Ia mengeringkan sebagian tubuhnya dengan cepat dan membalutkannya dengan handuk tersebut.
Nurul membuka pintu kamar mandi. “Udah selesai?” tanya Icha. “Belum,” jawab Nurul. Icha pun menerobos kamar mandi dan menutup pintu dengan segera sampai berbunyi keras. Di hadapannya tampak kerudung, kaos kaki, rok dan tas Icha tergeletak di lantai dan sebagian lagi di ranjang. Hal itu membuat kamar terlihat begitu tidak rapi. Nurul menggeleng sembari memungut barang-barang itu dan menaruhnya di kursi.
Tampaknya kemewahan ini membuat Nurul kembali kepada dirinya yang semula. Anak orang kaya manja yang melakukan apapun sesukanya, tidak lagi disiplin. Dengan posisi yang belum berbusana seperti itu, hanya berbalut handuk, kondisi kamar yang ber-AC benar-benar terasa dingin. Sempat terlintas dengan pelukan Tommy, ia pun menepisnya dan segera mengambil pakaian ganti untuk nanti ia gunakan setelah selesai mandi.
Pintu kamar mandi pun terbuka. Icha sudah selesai buang air dan ia mempersilahkan Nurul untuk menyelesaikan mandinya. Sebuah rasa kebelet yang berkah bagi Nurul. Karena itu, Nurul menghentikan aktivitas liarnya yang belum pernah sekalipun dilakukannya. Mungkin karena kondisi kamar mandi mewah yang kondusif ditambah dengan keprivasiannya di sana. Tentu saja bukan hanya itu, melainkan karena sosok Tommy yang menghantui Nurul di saat-saat seperti itu.
*
Hari pun berganti. Penutupan acara ajang Tahfidz Qur’an pun juga usai. Saatnya rombongan kembali ke Madura. Perjalanan menuju ke tempat kembali begitu riang. Di balik senyuman Nurul, ia mengenang keseruannya seorang diri. Nurul bukan tipe gadis yang suka berpergian, tapi mengapa ketika sekalinya ini dilakukan begitu meninggalkan memori yang memenuhi kepalanya? Apakah sebuah keberuntungan atau sebuah musibah?
*
Waktu berlalu begitu cepat. Hari-hari telah dilalui bersama teman-temannya di pondok pesantren, terutama bersama Icha. Gadis yang membuat Nurul semakin tertempa menjadi sosok yang sabar dan bersikap dewasa.
“Ga terasa ya, kita tahu-tahu udah mau berpisah aja,” ucap Icha sembari memberesi barang-barangnya ke koper-koper besarnya. “Iya, rasanya baru kemarin kita kenalan. Aku masih ingat betul waktu kamu panik karena pertama kalinya aku ngerikin punggungmu,” ucap Nurul. “Iya, iya. Bener banget. Hahaha… Ngerikin punggung buat ngilangin masuk angin. Seumur-umur di rumahku ga ada tuh yang kaya begitu,” sanggah Icha.
Icha lalu mengusap medalinya sebelum dimasukkan ke dalam kotak kecil kemudian akan ditaruhnya ke dalam koper. “Kalau aku, sih, pengalaman yang ga akan bisa aku lupain sama kamu adalah ini,” ucap Icha menunjukkan medali itu. “Perjuangan kita buat ngedapetin ini, Rul… Aku ga nyangka banget, hal yang kukira mustahil ternyata bisa aku dapetin. Semua ini karena kamu, Rul. Bestie aku yang paling baik,” ucap Icha.
Icha dan Nurul pun berpelukan. Keharuan di antara mereka berdua tumpah di pipi-pipi mereka. “Setelah ini kita bakal jarang ketemu, Cha,” ucap Nurul dengan suara gemetar menahan tangisnya. “Iya, Rul. Setelah ini seperti rencana papa yang udah aku ceritain ke kamu, papa bakal nyekolahin aku di tempat tanteku, di Arab. Ga tahu lagi, aku sedih banget, Rul,” ucap Icha dengan tangis yang pecah.
“Kita sama-sama punya cita-cita, Cha. Kita berdua udah janji kan buat ngejar itu setelah kita lulus dari sini. Dan sekarang, demi janji kita… “ ucap Nurul. “Tapi kamu janji ya bakal sering-sering video call-an sama aku? Semoga kamu bisa sukses jadi guru nantinya ya, Rul,” ucap Icha. “Aamiin… Kamu juga ya, Cha. Semoga kamu sukses jadi peneliti,” ucap Nurul.
*
Sepasang sahabat kini sudah saling berjauhan. Nurul di Madura, sementara Icha di Jakarta. Konon rencananya Icha akan disekolahkan di negeri tempat tante dan keluarganya tinggal, di Timur Tengah. Sosok manja Icha yang tinggal di mansion mewah di Jakarta dengan papanya yang sibuk dan selalu meninggalkannya sendiri, membuat Icha selalu menghubungi Nurul.
Komunikasi Nurul dan Icha yang intens pun dapat membantu Nurul untuk mempersiapkan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Nurul yang minim dalam mengikuti perkembangan teknologi bisa Icha bantu dengan diberitahukannya mengenai layanan berbayar langganan bimbingan belajar untuk persiapan tes tersebut secara digital.
“Udah, pokoknya kamu ga perlu khawatir. Biar aku yang nanggung biayanya. Alhamdulillah uang jajanku di sini masih berlebih banyak kok. Jadi aku bisa bantu kamu,” ucap Icha. “Ga usah, ga usah! Dengan kamu nunjukin layanan bimbingan belajar kaya gini aja aku udah alhamdulillah banget, Cha. Kamu ga perlu…” ucap Nurul. Icha langsung memotong ucapan Nurul.
“Ih, ga apa-apa, Rul! Lagian aku di sini gabut banget. Uang jajanku bakal mubazir. Aku dengar juga kondisi pesantren sekarang memprihatinkan ya, Rul? Aku bisa bayangin Bapak pasti lagi berhemat sekarang. Oh, iya, aku akan minta papa untuk nerusin donasi buat pondok. Papa pasti bakal setuju, karena aku udah norehin prestasi gara-gara belajar di pesantren kita,” ucap Icha.
“Duh, Ichaa… Aku ga tahu lagi harus berterima kasih seperti apa lagi sama kamu,” ucap Nurul.
Demikianlah komunikasi di antara dua orang sahabat itu berlangsung. Sayangnya komunikasi jarak jauh di antara mereka hanya bertahan dua hingga tiga bulan saja. Dua bulan komunikasi cukup berjalan intensif, lalu bulan ketiga sudah mulai berkurang hingga akhirnya tidak ada kontak sama sekali.
Nurul merindukan kerepotan-kerepotan dan suasana berisik yang dibuat oleh Icha. Icha adalah gadis yang sudah Nurul anggap sebagai adiknya sendiri. Kira-kira kemana Icha dan bagaimana kabarnya? Nomor ponsel dan media sosialnya sudah tidak lagi aktif. Apakah Icha sudah berangkat ke Timur Tengah? Nurul harus merelakan sahabatnya itu. Ia pun cukup fokus ke persiapannya mengikuti tes ke perguruan tinggi.
*
Kerinduan Nurul kepada Icha hampir surut karena waktunya tak lagi ia habiskan bersama Icha. Lalu, tiba-tiba Tuan Sudarsono menelepon ketua yayasan. Sepertinya ini adalah urusan yang cukup penting.
Ketua yayasan memanggil Nurul ke tempatnya. Ada sesuatu yang serius yang nampaknya akan dibicarakan antara mereka.
“Tuan Sudarsono nelepon Bapak. Beliau sangat butuh bantuan Nurul,” ucap ayah Nurul dari laik meja kerjanya. “Nurul? Bantuan Nurul? Soal apa, Pak? Saya kira tentang donasi-donasi yang beliau gelontorkan untuk pondok? Tapi kenapa harus butuh bantuan Nurul?" ucap Nurul heran.
“Soal donasi itu, beliau ndak ada membicarakan itu. Ini tentang sahabatmu, Mirsha… “ ucap ayah Nurul.
Pembicaraan di antara ayah dan anak itu berlangsung cukup serius. Seusai pembicaraan itu, Nurul pun kembali ke tempatnya. Sebuah pikiran rumit berkecamuk di dalam otaknya. Beberapa pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Ia berencana akan menanyakannya langsung dengan Tuan Sudarsono, ayah Icha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Beast Writer
ada apa dgn Icha?
2022-03-20
1
☑️ἝłS⃟V⃟༂🦊⃫⃟⃤🇻 🇦 👏Żüḷḟä𓆊
Done like ya,
2022-03-20
4
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
nice thor..da teka teki nih..hmt
2022-03-18
2