Ketos Dari Venus

Ketos Dari Venus

Glory's family

"Ge, jangan tinggalin aku, Ge… Gege!" Teriakan histeris Glory memecah keheningan malam. Tubuh gadis cantik itu bergerak gelisah di atas ranjang, keningnya berkerut tajam, dan peluh membasahi dahinya.

“Glo, bangun, sayang… Glory!” Suara lembut namun cemas seorang wanita terdengar dari tepi ranjang. Lania, ibunda Glory, menggoyangkan tubuh anak perempuannya dengan lembut, berusaha membangunkannya dari mimpi buruk.

“Gege, jangan pergi!” seru Glory sekali lagi sebelum tiba-tiba terbangun dengan napas terengah. Matanya terbuka lebar, terlihat kebingungan dan ketakutan. Melihat ibunya di sana, ia langsung memeluknya erat. Tangis Glory pecah, bahunya bergetar di dalam pelukan Lania.

“Mami… Gege jahat, dia pergi ninggalin aku di mimpi... hiks,” lirih Glory di sela isakannya.

Lania mengusap punggung putrinya dengan lembut. Wajahnya menyiratkan kesedihan mendalam. Ini bukan pertama kalinya Glory dihantui mimpi buruk tentang Gerald—atau Gege, sahabat masa kecilnya yang telah tiada bertahun-tahun lalu.

“Sudah, sayang. Gege sudah tenang di sana. Mami sedih kalau kamu begini terus,” ucap Lania pelan, berusaha menenangkan Glory.

Setelah tangis Glory mereda, Lania melepaskan pelukan itu. Ia menangkup wajah putrinya, menghapus air mata yang mengalir di pipinya. “Dengar, sayang. Hidup dan mati adalah kehendak Tuhan. Gege juga milik Tuhan, dan mungkin sekarang Tuhan kangen sama Gege. Kita harus ikhlas, ya.”

“Tapi kenapa secepat itu, Mi? Glo masih yakin, Gege masih hidup… Apa dia marah sama Glo?” tanya Glory, suaranya lirih, kepalanya tertunduk dalam.

Lania menarik napas panjang, berusaha tetap tenang meski hatinya pedih. “Nak, kita tidak bisa melawan takdir. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendoakan Gege, supaya dia tenang di sana. Tuhan tahu yang terbaik.”

Glory mengangguk pelan, meski hatinya masih berat. “Maaf, Mi. Glo bikin Mami khawatir terus,” ucapnya dengan suara kecil.

Lania tersenyum lembut. “Mami hanya ingin kamu bahagia, sayang. Ingat, Mami selalu sayang sama kamu.” Ia memeluk Glory erat dan mencium puncak kepalanya sebelum berkata, “Sekarang cepat mandi, ya. Papi sama Mami tunggu di meja makan.”

Glory tersenyum kecil. “Iya, Mi.”

...----------------...

Setelah 30 menit berlalu, Glory sudah siap dengan seragam sekolahnya. Rambutnya yang panjang dan rapi ia tata di depan cermin, disertai semprotan ringan parfum favoritnya. Selesai bersiap, Glory meraih tas yang tergantung di gantungan khusus dan keluar dari kamar. Ia melangkah turun ke lantai satu, menuju ruang makan untuk bergabung dengan keluarganya yang sudah menunggu.

"Pagi Papi, Mami" sapa Glory ceria, wajahnya terlihat jauh lebih segar dibandingkan saat bangun tidur tadi. Ia menarik kursi yang biasa ia duduki di samping Daddy Wira, ayahnya.

"Pagi, Sayang," jawab Lania dan Wira hampir bersamaan, sambil tersenyum.

Namun, sebelum Glory sempat duduk, Davin, adik bungsunya, muncul dari arah tangga dengan terburu-buru. “Pagi, Kak!” serunya sambil langsung merebut kursi yang sudah Glory tarik. Tanpa permisi, Davin duduk dengan santainya.

“Davinnnnn!!!” Glory berteriak kesal.

Davin menutup telinganya dengan kedua tangan, memamerkan ekspresi polos yang sudah jadi andalannya. “Berisik banget sih, masih pagi, Glo,” balasnya santai.

Tidak lama, Gisan, kakak tertua mereka, muncul dan duduk di kursi samping Mami Lania. Ia menatap Davin dan Glory dengan wajah lelah. “Gak tau nih, Kak Glo,” tambah Davin dengan santai, sambil mengedikkan bahu seperti tak bersalah.

“Ish, Lo!” Glory menunjuk Davin dengan telunjuknya, matanya menatap tajam penuh emosi.

Namun, waktu yang semakin mepet membuat Glory akhirnya mengalah. Ia menarik kursi lain, lalu mulai menyantap sarapan yang sudah disiapkan Mami Lania. Drama kecil seperti ini memang sudah menjadi bagian dari keseharian keluarga Melvian, sesuatu yang sudah biasa bagi Wira dan Lania.

“Sudah, sudah… Ayo makan sarapannya. Nanti kalian telat,” ujar Wira, mencoba meredakan ketegangan.

Glory menarik napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. “Ngeselin deh,” gumamnya pelan sambil melirik Davin dengan kesal.

Keluarga Glory Tarissa

Glory Tarissa Putri Melvian adalah anak kedua dari pasangan Wira Nata Melvian dan Lania Karisma. Keluarga Melvian dikenal sebagai keluarga mapan, dengan Daddy Wira sebagai pendiri salah satu perusahaan furnitur dan hotel terbesar, didukung penuh oleh istrinya, Mommy Lania. Kerja keras kedua orang tuanya memastikan hidup Glory dan saudara-saudaranya tidak pernah kekurangan secara materi.

Selain hidup berkecukupan, Glory juga diberkahi fisik yang nyaris sempurna. Kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya tipis, dan matanya indah, berpadu dengan bentuk tubuh yang menjadi idaman banyak wanita. Sebagai anak kedua, Glory memiliki dua saudara laki-laki.

Gisan Nata Melvian, kakak tertuanya, adalah siswa kelas 3 SMA dengan selisih usia hanya satu tahun dari Glory. Mereka bersekolah di tempat yang sama, meskipun sering terlibat pertengkaran khas kakak-adik. Sementara itu, Davin Nata Melvian, si bungsu, kini masih duduk di kelas 2 SMP.

Tak jauh berbeda dari Glory, Gisan dan Davin juga memiliki wajah tampan yang kerap menjadi perhatian di sekolah mereka. Ketiganya, meski sering bertengkar kecil, selalu menjadi kebanggaan dan pusat kebahagiaan keluarga Melvian.

...----------------...

Pagi itu, usai sarapan, Glory, Gisan, dan Davin kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing, mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Glory mengambil tas dan sepatunya dari rak khusus, lalu berlari ke halaman depan rumah dengan sepatu di tangan kanannya.

Di teras, Gisan tampak duduk santai sambil memasang sepatu.

"Hai, Gisan-ku yang baik dan tampan!" sapa Glory ceria.

"Sopan dikit kenapa sih?" balas Gisan, melirik sekilas.

"Hai, Abangku," Glory mengulang sapaan dengan nada manis.

"Mau apa lo?" tanya Gisan, mulai curiga.

"Akh... Abangku ini peka banget. Makin sayang, nih!" jawab Glory dengan gaya sok manja, membuat Gisan semakin malas.

"Kenapa sih? To the point deh!" ujar Gisan jengah.

"Ikut nebeng, ya. Sampai halte aja kok," pinta Glory, lalu tanpa aba-aba melingkarkan lengannya di leher kakaknya dan memeluknya erat.

"Uhuk, uhuk! Glo! Gila lo! Mau bunuh gue?!" teriak Gisan kesal sambil berusaha melepas pelukan adiknya.

Glory hanya tertawa puas, akhirnya melepaskan tangan. Gisan mengusap lehernya sambil melirik tajam.

"Sakit bego," keluhnya.

"Jadi, anterin nggak?" Glory mengancam sambil mengangkat tangannya, siap memeluk lagi.

"Iya, iya. Daripada gue dicekik terus," jawab Gisan pasrah.

"Bang Gisan makin tampan, deh!" goda Glory lagi.

"Dasar nggak ada otak!" balas Gisan ketus.

"Ngomel mulu, kaya ibu-ibu komplek," sindir Glory santai.

"Lagian tumben bener nebeng. Biasanya kan lo jalan kaki atau bawa sana mobil lo, nongkrong mulu di garasi."

"Males, Bang. Mami juga nggak izinin gue bawa mobil," jawab Glory.

"Ya pantes ga diizinin, cara lo nyetir kaya orang mabok!" balas Gisan.

Sebelum perdebatan berlanjut, suara Davin tiba-tiba terdengar dari dalam rumah.

"Bang! Gue nebeng ya!" seru Davin, muncul sambil membawa bola basket.

Gisan memutar mata. "Nah lo, ini lagi satu. Gue bawa motor, tahu. Mana bisa bonceng dua orang!" keluhnya.

"Mamii! Abang pelit!" Davin langsung mengadu.

"Arrggh, ngadu lagi nih bocah satu!" gumam Gisan frustrasi.

"Mampus!!" ejek Glo

Mami Lania muncul dari dalam rumah, menatap ketiga anaknya yang ribut di halaman. "Ada apa lagi, dek?" tanyanya.

"Mi, Abang nggak izinin aku nebeng! Pelit banget, kan?" Davin mulai berdrama.

"Gisan?!" Mami Lania menatap tajam.

"Maaf, mi. Gisan bercanda kok," jawabnya melemah.

Setelah mendengar sayup-sayup masalahnya, Papi Wira keluar. "Sudah, pakai mobil Papi aja. Mang Mamat lagi libur. Honey, kasih kuncinya," ujar Papi wira

Mami Lania menyerahkan kunci mobil kepada Gisan. "Sudah selesai kan? Cepat pergi, nanti telat! Hati-hati bawa mobilnya." katanya tegas.

Setelah meminta maaf, ketiganya pamit dengan mencium tangan dan pipi kedua orang tua mereka.

Di Dalam Mobil

Perjalanan terasa sunyi. Gisan fokus menyetir, Davin melamun, dan Glory sibuk mencari sesuatu di tasnya.

"Bang Gis, antar gue dulu ya, halte depan," pinta Glory memecah keheningan.

"Hmm," jawab Gisan singkat.

"Kak Glo, nyari apa sih dari tadi? Kaya kucing nyari tempat buang ta*," sindir Davin.

"Sembrono banget mulut lo! Gue lagi nyari ikat rambut," jawab Glory sambil terus mengobrak-abrik tasnya.

"Kayak gitu aja ribet. Lagian, pake kacamata segala. Kalau minus beneran gimana?" celetuk Davin.

"Lu doain gue, ya?!" Glory melempar pulpen ke kepala Davin.

"Awww! Sakit, Kak!" keluh Davin, mengusap kepala.

"Tumben lo nebeng, Glo. Biasanya pake angkot," komentar Gisan.

"Bang, lo berisik banget sih. gak ikhlas ya gue tebengin?" jawab Glory .

Setelah berhenti di halte, Glory turun, memastikan semuanya aman. Sebelum keluar, ia mencium pipi kedua saudaranya.

"Bye! Jangan kangen gue, ya! Love you!" katanya riang, lalu turun dari mobil.

Obrolan Gisan dan Davin berlanjut

"Kasian juga Kak Glo," ujar Davin tiba-tiba.

"Pasti karena masa lalunya," tambahnya.

"Lah, itu kan cinta monyet," balas Gisan.

"Lu nggak ngerti, Bang. Cewek memandang perasaan itu serius."

Gisan terdiam, memikirkan ucapan adiknya. Hingga akhirnya mobil melaju kembali mengantar sang adik terlebih dahulu.

Terpopuler

Comments

Noviyanti

Noviyanti

salken dari secantik kupu kupu.. mampirlah jika berkenan. saling tuker like dan dukung karya 🙏🙏

2022-09-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!