Bertemu

📍 SMA Pelita Bangsa

🔔 Tettttt...

Bel sekolah baru saja berbunyi lima menit lalu. Glory berlari tergesa-gesa dari halte menuju gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat. Dengan napas terengah, ia mencoba membenahi penampilannya sambil menatap penjaga sekolah, Pak Dadang, yang masih berjaga bersama beberapa siswa anggota tim kedisiplinan. Di depan gerbang, Glory mendapati banyak siswa lain yang senasib—telat masuk dan kini menunggu di luar gerbang.

Berusaha mencari jalan keluar, Glory mendekati Pak Dadang dengan wajah memohon.

"Pak Dadang, buka sedikit gerbangnya, ya? Aku baru telat sekali ini. Tolong, Pak, please," pinta Glory dengan nada lirih.

Pak Dadang menggeleng tegas. "Aduh, Neng, nggak bisa! Peraturan tetap peraturan."

"Pak, tolong..." Glory mencoba sekali lagi dengan suara hampir berbisik, kedua tangannya menyatu penuh harap.

"Tidak!" balas Pak Dadang tanpa kompromi.

"Glory!"

Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan. Glory menoleh cepat dan mendapati Gabriel, teman sekelasnya, berlari kecil mendekatinya. Wajahnya basah oleh keringat.

"Riel? Lo telat juga?" tanya Glory.

"Iya! Mobil gue kehabisan bensin, terus sepupu gue iseng nggak ngasih tahu!" gerutu Gabriel dengan nafas tersengal.

"Trus gimana lo ke sini?"

"Awalnya naik ojek. Eh, motor ojeknya mogok. Terpaksa cari bus. Untung ada," keluh Gabriel sambil merapikan seragamnya.

Glory tertawa keras mendengar kisah Gabriel, si anak kaya yang anti fasilitas umum.

"Hahaha... Enak ya naik bus? Gimana rasanya?" ledek Glory sambil menahan tawa.

"Berisik lo! Gue capek setengah mati nih, malah ditawain," balas Gabriel kesal.

"Ya maaf, cuma nggak nyangka aja. Lo nggak minum dulu?" tawar Glory, mulai merasa iba.

"Enggak usah. Gue lagi mikir gimana caranya kita bisa masuk," jawab Gabriel sambil mengernyitkan dahi, mencoba mencari solusi.

"Riel, terima aja. Kita dihukum. Mau gimana lagi?" balas Glory pasrah.

"Ah, lo! Cepet banget nyerah," tukas Gabriel, memutar bola matanya.

Dengan tiba-tiba, Gabriel menepuk tangannya. "Gue ada ide!"

"Apa?" tanya Glory penasaran.

"Ikut gue ke belakang," bisik Gabriel sambil menarik Glory menjauh dari kerumunan.

Di belakang sekolah, Gabriel membawa Glory ke gerbang belakang yang jarang digunakan. Gerbang itu tinggi, berkarat, dan dihiasi tanaman liar yang menjalar di sela-sela lubangnya. Gabriel berjongkok, menepuk pundaknya.

"Naik sini, Glo."

"Lo serius?" Glory memandang ragu.

"Cepet!" desak Gabriel.

Dengan berat hati, Glory menurut. Gabriel membantu Glory memanjat pagar terlebih dahulu, lalu menyusul.

Bruk!

"Adduh! Sakit!" teriak Gabriel begitu mendarat dengan tidak sempurna di tanah berbatu.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Glory, berusaha menahan tawa.

"Gapapa. Tapi, keren kan ide gue?" jawab Gabriel dengan bangga, meski wajahnya meringis kesakitan.

"Ya, keren buat kriminal," balas Glory sambil terkekeh.

Setelah memastikan tak ada yang melihat, keduanya berpisah jalan. Gabriel menuju kantin untuk menemui pacarnya, sementara Glory bergegas ke kelasnya.

Saat melewati koridor, Glory menabrak seseorang. Buku-buku yang dibawa orang tersebut berserakan di lantai.

"Aduh, maaf ya, saya nggak lihat," ucap Glory sambil buru-buru memunguti buku itu.

"Lo telat masuk, ya?" suara itu dingin, membuat Glory gemetar.

Setelah selesai memungut buku, Glory memberikannya sambil tetap menunduk. Saat ia beranikan diri untuk melihat wajah pemilik suara, ia tertegun. Itu ketua OSIS!

"Kenapa nunduk terus? Cepat ke pos keamanan!" perintah sang ketua dengan nada sinis. Glory hanya bisa mematung, nyali kecilnya semakin menciut.

Diky, ketua tim kedisiplinan, menghampiri Glory. "Nama lo siapa?" tanyanya.

"Glory Tarissa," jawab Glory pelan.

Diky mengangguk sambil memeriksa daftar. "Lo baru pertama telat, ya?" tanyanya.

Glory mengangguk.

"Lo lari keliling lapangan lima putaran, ya. Sebagai hukuman," putus Diky.

"Lima putaran?!" Glory terkejut. Lapangan sekolah itu luas.

"Kenapa? Keberatan? Gue bisa tambahin kalau mau," ancam Diky sambil menaikkan alis.

Glory buru-buru menggeleng. "Nggak, Kak. Saya jalan sekarang," katanya lemas.

"Bagus. Gue bakal ngawasin dari CCTV. Jangan coba-coba kabur," ujar Diky sebelum berlalu.

Dengan langkah berat, Glory menuju lapangan, menyesali ide nekat Gabriel yang justru memperburuk situasi.

.

...----------------...

15 menit berlalu, Glory baru menyelesaikan empat putaran lari, masih kurang satu putaran lagi untuk melunasi hukumannya. Kakinya terasa berat, dan dia memutuskan untuk berhenti sejenak, mengatur napas yang mulai sesak. Sambil berjongkok, dia melepas kacamatanya yang berembun dan membersihkannya dengan tisu dari saku bajunya.

"Capek banget gue, mana lapangan ini gede banget. Enggak kira-kira tuh orang. Si Gabriel juga, enak banget bisa-bisanya lolos," keluh Glory pada dirinya sendiri.

Namun, dia segera menyemangati diri sendiri. "Gue harus semangat. Yuk bisa, Glory! Satu putaran lagi!" katanya dengan suara agak keras.

Dengan tekad baru, Glory melanjutkan putaran terakhir. Setelah selesai, dia duduk di tepi lapangan, menghabiskan waktu tiga menit untuk istirahat sebelum akhirnya berlari menuju kelas.

🔔 Bel Kedua Berbunyi.

Mata pelajaran pertama sudah selesai. Glory berjalan masuk kelas dengan napas sedikit tersengal. Guru bahasa Inggris baru saja keluar dari kelas.

"Ketinggalan satu pelajaran deh gue. Sial banget hari ini," gumamnya sambil menghempaskan tubuh ke kursinya.

Belum sempat menghela napas panjang, Glory sudah dikepung oleh tiga sahabatnya: Sarah, Poppy, dan Alma.

"Glory! Lo dari mana sih? Kita khawatir banget, tahu. Gue kira lo kenapa-kenapa!" sergah Sarah penuh perhatian.

"Iya, kita kira lo kenapa, Glo," tambah Poppy, yang duduk tepat di belakang Sarah.

"Gue gapapa, serius. Tadi gue telat masuk karena ada urusan dulu," jawab Glory sambil tersenyum kecil, mencoba menutupi kejadian sebelumnya.

"Lo dihukum ya?" tebak Sarah. Glory hanya mengangguk pelan.

"Tapi muka lo kenapa, Glo? Bibir lo kok kayak luka gitu?" Poppy menatap Glory dengan penasaran, membuat Sarah dan Alma ikut memperhatikan.

"Oh, ini... tadi gue kepeleset di bus. Pinggir bibir gue kena besi," jawab Glory sambil berbohong dengan nada santai.

Ketiga sahabatnya menatapnya curiga, tapi akhirnya tidak memaksa.

Sarah adalah sahabat Glory sejak SD, teman sebangkunya pula. Sementara Poppy dan Alma menjadi sahabat dekat Glory sejak mereka masuk SMA, dan kebetulan terus sekelas hingga sekarang.

🔔Bel Istirahat Berbunyi.

"Huh, capek juga ya belajar bahasa Indonesia. Padahal bahasa sehari-hari, tapi susahnya minta ampun," keluh Poppy sambil merapikan buku.

"Iya, gue juga ngerasa gitu," jawab Glory, diikuti anggukan dari Sarah dan Alma.

"Kantin yuk," ajak Sarah.

Namun, sebelum mereka sempat beranjak, Ketua Kelas, David, muncul di depan pintu kelas. "Glory dipanggil Bu Rina Amelia di ruang BK," katanya.

Glory mengangguk kecil, lalu berpamitan pada sahabat-sahabatnya.

"Lo enggak apa-apa, kan, Glo? Perlu kita temenin?" tanya Sarah, terlihat khawatir.

"Enggak kok, gue gapapa. Kayaknya cuma urusan biasa," jawab Glory berusaha meyakinkan mereka.

Namun, di dalam hati, Glory mulai cemas. "Kenapa yang manggil malah Bu Rina, guru Matematika? Bukannya biasanya guru BK, Bu Sintia?" pikirnya.

Dengan wajah tegang, Glory mengetuk pintu ruang BK.

"Masuk," terdengar suara dari dalam.

Saat pintu terbuka, Glory melihat Bu Rina duduk bersama seorang siswa lelaki yang menunduk sambil memainkan ponsel.

"Duduk dulu, Glo," ujar Bu Rina sambil menunjuk kursi di samping siswa itu.

Setelah duduk, Glory mendengarkan penjelasan Bu Rina tentang permintaannya untuk Glory mengikuti Olimpiade Sains dan Matematika. Tahun lalu Glory menolak, tapi kali ini permintaan itu sulit ditolak, mengingat dia adalah penerima beasiswa sekolah.

Akhirnya, Glory mengangguk setuju. Meski ragu, dia tidak ingin mengecewakan pihak sekolah. Dev, siswa di sampingnya yang ternyata Ketua OSIS, ikut terlibat sebagai pasangan Glory dalam tim olimpiade.

Keluar dari ruang BK, Glory berjalan menuju kantin. Namun, perasaannya seperti diikuti. Saat berbalik, ternyata Dev ada di belakangnya.

"Lo ngapain ngikutin gue?" tanya Glory tajam.

"Jangan geer. Gue mau ke ruang OSIS. Arah gue memang ke sini," jawab Dev dingin.

Pertengkaran kecil mereka berakhir ketika Glory tiba-tiba bertabrakan dengan dua adik kelas yang membawa es teh. Minuman itu tumpah, membuat seragam Glory basah kuyup.

Saat hendak pergi ke toilet untuk membersihkan diri, Glory terpeleset lagi. Kali ini, tubuhnya tidak menyentuh lantai, melainkan ditahan oleh seseorang.

"Apa gue jatuh ke surga?" batinnya sambil memejamkan mata.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!