Leon berjalan ke dapur dan dia mulai memasak dua mangkuk mie instan dan menyeduh dua gelas kopi.
"Ayo Fran, di isi dulu perutnya biar kamu semangat melanjutkan novel kamu," kata Leon yang sudah berada di ruang tengah.
"Siap," sahut Franky, yang kemudian masuk ke dalam dan menghampiri Leon.
Mereka berdua menikmati mie instan buatan Leon.
"Eh Fran, memangnya benar, kemarin kamu bertemu perempuan bernama Rinjani? Dia itu siapa sih?" tanya Leon penuh selidik.
"Aku juga baru kenal Le, dia bilang dia penduduk Pulau ini, dan rumahnya di dalam hutan," sahut Franky.
"Hah? Hutan? Memangnya di dalam hutan itu ada perkampungan penduduk?" Leon mengerutkan dahinya.
"Ya, mana aku tahu Le," Franky mengangkat kedua bahunya.
"Ya ampun Fran, kamu ini bagaimana sih, kamu yang kenalan sama dia, masa bisa nggak tahu sih," kata Leon.
"Dia nggak mau aku antar pulang, bagaimana aku bisa tahu, kalau di dalam hutan itu ada rumah-rumah Le," Franky meyakinkan.
"Serius kamu Fran? Malam-malam ada perempuan jalan sendiri masuk hutan, apa nggak takut dengan binatang buas?" tanya Leon.
"Entahlah Le, sepertinya, dia juga sudah terbiasa pergi malam-malam," jawab Franky.
"Sini, biar aku yang mencuci piring dan gelasnya, kamu kan tadi sudah masak jadi gantian hehe," kekeh Franky.
"Okelah, aku kembali ke kamar lagi ya," kata Leon.
"Huft kamu itu kerjanya tidur terus, pantas saja badan kamu gendut, nggak pernah olah raga," cibir Franky.
"Dih, males ah, olah raga segala," tutur Leon yang langsung masuk ke dalam kamarnya.
Franky hanya menggeleng melihat tingkah laku temannya itu.
Tak terasa senja pun tiba, piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala.
Adzan maghrib berkumandang hingga malam mulai datang.
Saat itu Franky merasa ingin sekali pergi ke pantai.
"Le, aku akan pergi ke pantai, apakah kamu mau ikut?" tanya Franky, sambil mengintip ke kamar Leon.
"Hem.. pasti kamu mau menemui Rinjani kan? Hahaha, kamu pergilah sendiri, aku nggak mau jadi obat nyamuk," Leon terbahak.
Franky tersenyum penuh makna, " bagus deh kalau nggak mau ikut, jadi nggak ada yang menggangguku, oh iya pintu jangan di kunci," ujar Franky.
"Iya, nggak aku kunci kok, hanya pintu kamarku saja yang aku kunci," jawab Leon dari dalam kamar.
Lepas adzan maghrib, Franky keluar rumah, tak lupa dia menutup pintu, lalu berjalan menuju pantai.
Baru beberapa langkah, dia berpapasan dengan pak Yusuf sang pemilik kontrakan, dari penampilannya, sepertinya pak Yusuf baru pulang dari Mushola.
"Selamat malam Pak," sapa Franky.
"Malam juga Mas Angga, Mas ini mau kemana?" tanya pak Yusuf.
"Eh ini Pak, saya ingin mencari udara segar di pantai," jawab Franky.
"Oh silakan, tapi ingat ya, jangan sekali-kali memasuki kawasan hutan yang ada di seberang pantai" pak Yusuf mengingatkan Franky.
"Baik Pak, ya sudah saya permisi dulu," kata Franky.
Pak Yusuf tersenyum dalam anggukannya, lalu kembali berjalan.
Sepanjang perjalanan ke pantai, Franky bersiul riang.
Sampai di Pantai, Franky segera mencari tempat duduk, malam ini pantai tidak begitu ramai, hanya beberapa orang saja yang berada di tempat itu.
Franky berjalan menuju ke salah satu pohon kelapa dan duduk di bawahnya.
Dia memperhatikan sekeliling pantai itu, udara terasa begitu sejuk, tanpa sadar Franky bernyanyi lirih.
"Di bawah sinaran ungu...
Kau persembahkan puisi untukku...
Gemulai tarianmu bagai sang bidadari yang turun ke bumi...
"Ternyata selain menulis, anda pandai juga bersyair."
Sebuah suara membuat Franky berhenti bernyanyi, dia pun menoleh ke arah suara itu.
"Rinjani."
Rinjani tersenyum manis membuat Franky semakin terpesona.
"Kamu datang dari mana, kok aku nggak tahu?" Tanya Franky bingung.
"Dari tadi anda menyanyikan syair-syair lagu itu, sampai tak menyadari kedatangan saya," sahut Rinjani.
"Hehehe, iya, saya suka sekali bersenandung, oh iya, sebenarnya kamu asli penduduk mana? Kenapa bahasa kamu asing sekali?" tanya Franky.
"Saya asli Pulau ini, hanya saja, ibu saya asli luar negeri dan bertemu dengan ayah saya di Pulau ini ketika sedang melancong, hingga akhirnya mereka menikah, dan tinggal di pulau ini," Rinjani menjelaskan secara detail.
"Jadi, ayah kamu yang asli Pulau ini?"
"Betul sekali," angguk Rinjani.
"Rin, seandainya lain waktu, aku ingin berkunjung ke rumah kamu, apakah boleh?"
Pertanyaan Franky sangat mengejutkan Rinjani, dia sungguh tak menyangka, kalau pria di hadapannya akan bertanya seperti itu.
"Eh, itu... sebaiknya kita bertemu saja di tempat ini, setiap malam pun tak masalah, asalkan jangan ke rumah saya."
Jawaban Rinjani sungguh membuat Franky semakin bertambah penasaran.
"Apakah ayah dan ibu kamu itu sangat galak?" tanya Franky.
"Hahaha," Rinjani terbahak.
"Ya, bisa di bilang seperti itu, kalau memang anda senang berteman dengan saya, lebih baik turuti saja apa yang saya katakan, supaya kita tetap dapat bertemu setiap hari," papar Rinjani.
"Baiklah, kalau memang itu mau kamu, nggak masalah," Franky pasrah.
Kedua insan itu pun asik berbincang-bincang dan tertawa bersama, tanpa mereka sadari ada dua sosok manusia yang mengintai dari kejauhan.
"Apa aku nggak salah lihat? Dia masih hidup," kata salah seorang dari dua sosok itu yang bernama pak Dodo.
"Memangnya, pak Dodo lihat apa?" tanya seorang lainnya yang bernama Indra.
"Rinjani," sahut pak Dodo.
"Apa? Rinjani gadis Pulau, yang dulu tinggal di kampung seberang itu, yang sekarang sudah menjadi hutan?" ujar Indra.
"Iya betul," jawab pak Dodo.
"Bukannya menurut cerita, dia sudah meninggal beberapa puluh tahun yang lalu?" Indra mengerutkan keningnya.
"Memang betul, tapi kenapa dia bisa hidup lagi?" sahut pak Dodo.
"Maksud Bapak, hidup lagi itu apa ya Pak?" Indra semakin heran di buatnya.
"Kamu lihat di bawah pohon kelapa itu nggak?" tanya pak Dodo.
"Iya lihat, ada seorang lelaki sedang duduk kan?" kata Indra.
"Benar, nah di sampingnya itu ada Rinjani"
Deg...
Ucapan pak Dodo membuat jantung Indra berdetak kencang.
"Masa sih, saya hanya lihat lelaki itu duduk sendiri saja, seperti sedang berbicara sendiri atau sedang bernyanyi entahlah aku juga heran, lagi pula, Rinjani itu sudah meninggal puluhan tahun silam, jadi mana mungkin dia bisa hidup lagi," ujar Indra sambil mengedarkan pandangannya ke pesisir Pantai itu.
"Hah? Indra nggak bisa lihat Rinjani? Tapi kenapa aku melihatnya? Ini aneh sekali, apakah nggak semua orang bisa melihat makhluk halus, dan aku yakin sekali, perempuan itu Rinjani, nggak mungkin aku salah lihat, wajah dan penampilannya nggak berubah," gumam pak Dodo dalam hati.
"Kok bulu kuduk saya, tiba-tiba merinding ya Pak?" kata Indra.
Pak Dodi hanya diam dan berpura-pura tak tahu.
"Kita pulang saja yuk Pak, sudah malam juga," ajak Indra.
"Baiklah," kata pak Dodi.
Ketika pak Dodi hendak membalikkan badannya, dia sempat menoleh ke arah Rinjani, dan Rinjani menatap tajam ke arah pak Dodi.
Saat itu juga, pak Dodi langsung membalikkan badannya, dan segera manarik tangan Indra kemudian mengambil langkah seribu, Indra yang masih keheranan hanya mengikuti saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Jhulie
makasih kak ❤️
2022-03-08
0
IG: Saya_Muchu
semangat thor
2022-03-08
1