Sebuah Rasa

Sebuah Rasa

bab 1

2 April 2021 pukul 10 pagi seorang pria tampan tengah berjalan di tengah keramaian bandara dengan menyeret sebuah koper besar ditangan kanannya, sementara punggungnya teronggok sebuah tas ransel besar. Ia adalah Wildan Atmaja, pria yang pernah patah hati lebih dari lima tahun yang lalu. Kini ia muncul kembali dengan pribadi yang berbeda.

"Pak ke jalan mawar ya. Nomer 129". Ucapnya pada seorang supir taksi.

Ia adalah Wildan. Lima tahun yang lalu ia memutuskan untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Sekaligus untuk melupakan masa lalu yang terus menghantuinya. Ia ingin memulai hidup baru di usia yang sudah menginjak kepala tiga.

Memang tidak mudah melupakan cinta pertama apalagi mereka terpisah bukan karena bosan, pertengkaran apalagi perselingkuhan namun mereka berpisah karena kebahagiaan seseorang. Ya, selegowo itu perasaan Wildan dan cinta pertamanya itu.

Selama lima tahun di luar negeri tak membuat ia jatuh cinta lagi. Meskipun ia dekat dengan banyak wanita, ia hanya menganggap mereka sebagai teman. Sejauh ini belum ada yang bisa mengambil hatinya.

Ia memandangi jalanan yang sudah lama ia rindukan. Ingatannya kembali melayang dengan percakapan Bu Nawang sehari sebelum berangkat.

"Kamu tega Wil ninggalin ibu? Salsa sebentar lagi menikah, dia pasti ikut suaminya. Ibu sama siapa? Kamu baru sebulan yang lalu mau tinggal sama ibu. Tapi malah ninggalin lagi." Protes Bu nawang berusaha mengubah pikiran Wildan.

"Biar nanti aku minta mbak Salsa tinggal sama ibu dulu sebelum aku balik kesini. Pasti mau kok. Suami mbak Salsa kan kenal akrab sama aku, pasti nggak keberatan. Cuma lima tahun ibu, nggak lama".

Plak

Satu pukulan berhasil mengenai lengan Wildan.

"Lima tahun bukan waktu yang singkat. Ya sudahlah terserah apa mau mu. Ibu akan mendoakan dari sini." Ucap Bu Nawang dengan sedikit ketus tapi matanya sudah penuh dengan air.

Hari ini Wildan akan memberikan kejutan untuk Bu Nawang. Ia sengaja tak memberi tahu Bu Nawang tentang kepulangannya.

"Terimakasih pak." Ucap Wildan begitu sampai di depan rumahnya.

Ia menyeret kakinya dengan senyuman mengembang. Ia tak sabar ingin segera bertemu dengan ibunya. Meskipun ibu tiri, kasih sayang yang diberikan tak kalah dengan kasih sayang seorang ibu kandung.

Ting tong

Tak lama kemudian Wildan mendengar langkah kaki dari dalam.

"Eh mas..." Asisten rumah tangga tersebut tak meneruskan kalimatnya setelah mendapat kode dari Wildan untuk diam.

"Ibu mana?" Tanyanya dengan suara pelan

"Ada di kolam renang mas. Menemani Daffa renang."

"Ada mbak salsa?" Tanya Wildan seraya melangkah ke dalam. "Bi, ini tas sama kopernya tolong taruh di ruang keluarga aja ya. Ada oleh-oleh buat semua orang. Nanti saya bagikan. Saya mau nyusul ibu dulu."

Wildan melangkahkan kakinya dengan lebar. Daffa, anak Salsa satu-satunya yang berusia tiga tahun selalu menanyakan kapan ia pulang saat berkomunikasi lewat video call.

"Surprise". Teriak Wildan seraya tersenyum lebar menampakkan gigi rapinya.

Semua orang yang berada di sana terlonjak kaget.

Bu Nawang seketika berdiri dari duduknya dan berjalan cepat menghampiri Wildan.

"Ini anak ibu? Masya Allah kamu tambah ganteng, badan kamu berisi sekali. Beda pas berangkat. Kamu bahagia tanpa ibu." Ucap bu Nawang memukul pelan lengan Wildan.

"Aduh." Keluh Wildan

Sadar dengan kerinduan ibunya, ia merentangkan tangan untuk memeluk ibunya.

"Kenapa nggak bilang kalau mau pulang sekarang?" Tanya Bu Nawang seraya menghapus air mata di sudut matanya.

"Mau kasih surprise Bu. Udah ah kok malah sedih sih. Aku balik lagi nih."

"Om Wil." Teriak Daffa

Ia berlari ke arah Wildan seraya tersenyum lebar.

"Wih keponakan om berat ih. Gendut banget ya Daffa. Kamu mau baju baru sama mainan baru nggak? Om bawa banyak loh buat kamu." Ucap Wildan kepada Daffa yang kini sudah digendongnya.

"Mau. Mana?"

"Ayuk kita masuk dulu. Ayo bu, aku ada sesuatu juga buat ibu."

"Buat mbak?" Tanya Salsa

"Ada, aku beli buat semua orang yang ada disini."

Mereka semua berjalan masuk menuju ruang keluarga. Wildan mulai membongkar tas dan juga ranselnya.

"Nih Ambi sendiri-sendiri, udah ada namanya di plastiknya. Dan ini buat keponakan om yang ganteng." Ucap Wildan menyerahkan tas berisi pakaian dan juga mainan untuk Daffa

"Astaga Bu, lihat. Sedetail ini dia ngasih oleh-oleh buat kita, dikasih nama lagi. Udah kayak guru TK ngasih bingkisan ulang tahun buat muridnya." Ucap Salsa seraya membuka plastik berisi pakaian.

"Berisik. Bi Darmi, sini bentar." Teriak Wildan.

"Iya mas, ada apa?"

"Nih buat bi Darmi sama yang lain ya. Udah ada namanya ya bi. Tinggal kasih sesuai nama."

"Wah, makasih ya mas". Ucap bi Darmi senang.

Bu nawang dan Salsa pun tak kalah bahagia mendapatkan oleh-oleh dari Wildan yang berupa pakaian, sepatu dan juga tas.

Wildan melangkah pergi ketika dering teleponnya berbunyi dan bertuliskan naman bang Robin di sana.

"Ya bang." Sapa Wildan setelah menjawab panggilan

"Radit berhasil bangkit setelah tiga tahun terpuruk. Ia membanting setir menjadi pengusaha kuliner. Lena juga lagi hamil, dua bulan. Melalui proses bayi tabung."

"Biarkan mereka bernafas dulu. Tiga tahun yang lalu mereka sangat terpuruk. Biarkan mereka menikmati kebahagian sedikit. Aku akan pikirkan cara lagi untuk mereka."

Raut wajah Wildan yang tadinya santai dan hangat berubah menjadi wajah yang menampakkan bahwa ia kejam. Tatapan matanya seperti membunuh siapa saja yang melintas di depannya.

Lima tahun yang lalu, sebelum Wildan memutuskan untuk pergi ke Amerika meneruskan pendidikannya, telah mewanti-wanti Robbin untuk membuat satu-satunya perusahaan Radit bangkrut. Ia melakukan itu agar Lena hidup menderita dengan status miskinnya.

Robin berhasil membuat perusahaan Radit bangkrut dalam waktu dua tahun. Ia membayar sekretaris Radit untuk menghabiskan dana dan juga mengompori Radit untuk meminjam dana pada bank. Lambat laun usaha Robin berhasil.

Radit lupa diri, ia melakukan apapun agar perusahaan peninggalan orang tuannya tidak gulung tikar. Ia melakukan banyak pinjaman pada beberapa bank. Bahkan rumah dan juga butik milik Lena ikut terjual untuk menutup hutangnya pada beberapa bank.

"Lena sedang hamil. Apa yang akan aku lakukan jika ada nyawa di dalam tubuhnya." Gumam Wildan seraya memijat kepalanya.

"Wildan. Dimana kamu?" Teriak Salsa

Wildan yang tengah berpikir keras terkejut dengan teriakan kakak keduanya itu.

"Teras." Teriak Wildan tak kalah keras

"Dasar adik nggak ada sopan santunnya. Ngapain beliin mbak yang beginian?" Omel salsa seraya melempar sebuah lingerie ke wajah Wildan.

"Astaga mbak. Ini dipakainya di kamar, nggak di luar rumah. Yang lihat juga cuman mas Reihan."

Tangan Salsa terangkat untuk memikul Wildan. Namun ia urungkan karena dengar dering telepon Wildan.

"Vania." Gumam Wildan pelan.

"Ya van kenapa?"

"Udah sampai Jakarta? Share Lok dong. Mau main, boleh kan? Kangen tahu udah dua tahun nggak ketemu langsung." Rengek seorang wanita di seberang sana.

"Ya kapan-kapan aku share ya. Masih capek banget. Aku kabari kalau ada waktu."

"Ya udah kalau gitu. Udah dulu ya, nanti sambung lagi."

"Ok." Jawab Wildan singkat lalu memutuskan sambungan telepon.

Salsa yang masih berdiri di dekat Wildan mendengar semua percakapan Wildan dan seorang wanita yang di seberang sana.

"Siapa Wil? Pacar?"

"Eh mbak kok nguping sih. Nggak sopan."

"Cie udah ada pacar cie." Ledek salsa

"Bukan mbak. Cuma temen. Kita deket aja. Nggak lebih."

"Lebih juga nggak apa-apa."

"Nggak ada rasa." Jawab Wildan singkat dengan tatapan kosong.

Di usianya yang sudah 30 tahun sudah seharusnya Wildan menggandeng seorang istri. Namun hatinya masih terpatri dengan cinta pertamanya. Entah bagaimana caranya ia bisa membuka hati untuk wanita lain. Sejauh ini belum ada yang bisa merebut hati Wildan dan menghilangkan nama Aina di relung hatinya.

"Jangan fokus sama masa lalu Wil. Hidupmu terus berjalan."

"Nggak mbak. Sebenarnya aku juga mau lupain Aina. Tapi memang sampai sekarang belum bisa. Hubungan ku sama Aina memang singkat, singkat banget malah. Tapi dalam waktu singkat itu dia bisa mengambil semua hati aku. Aku berusaha membuka hati untuk semua perempuan di luaran sana. Tapi memang hati aku nggak nyangkut di mereka. Akan tidak baik untuk mereka jika aku paksa kan? Jatuhnya kayak pelampiasan mbak."

"Ya, kamu benar. Mudah-mudahan kamu cepat ketemu sama perempuan yang bisa ambil alih posisi Aina. Biar kamu juga beliin kain berbahan saringan tahu ini buat istri." Ucap salsa seraya tertawa terbahak-bahak.

"Mulutmu." Teriak Wildan.

"Eh tapi iya juga ya. Jadi bayangin yang nggak-nggak gue." Wildan bergidik ngeri membayangkan sesuatu.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Athachy

Athachy

hay kak mampir juga ya... di karya Athachy berjudul maafkan aku cinta pertama...

2022-03-21

0

ayank

ayank

aku mampir ya kk 🙏🙏🙏.. yang lain nanti ak baca.

semngat kk 🙏

2022-02-21

0

Syarifah

Syarifah

baru mulia baca thorrr. ini yg aku tunggu novelny ttg widan. kykny novelmu keren2 ceritanya thorr. sukses terus ya thorrr. sehat selalu biar bisa up duda galak milik mayang dan sebuah rasa👍👍👍👍💪💪💪💪💪

2022-02-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!