bab 7

Pukul 8 malam, Wildan dan Robin memutuskan pulang dari misinya. Misi Wildan lebih tepatnya, ia berjalan memasuki rumah dengan bersiul-siul ria.

"Wil nggak makan dulu?" Tanya Bu Nawang yang tengah duduk di ruang keluarga bersama dengan tv yang menyala.

"Nggak Bu. Nanti aja." Ucap Wildan seraya melanjutkan langkahnya

"Duduk sini dulu Wil." Pinta Bu Nawang

Wildan berjalan dan menjatuhkan bokongnya di sofa sebelah Bu Nawang.

"Ada apa Bu?" Tanya Wildan

"Kamu berusaha menghindar dari Vania?" Tanya Bu Nawang tanpa basa-basi

Wildan sedikit terkejut dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Bu Nawang. Dari mana ia tahu jika Wildan berusaha menghindari gadis itu. Apa terlihat dari sikapnya, pikir Wildan.

"Nggak. Kenapa ibu tiba-tiba nanya gitu?" Tanya Wildan heran

"Ya ibu merasa kamu begitu. Kalau hubungan kalian baik, nggak mungkin kamu datang dari kantor dengan membawa pertanyaan untuk Vania 'dari mana kamu tahu alamat rumahku?' iya kan? Vania cerita ke ibu kalau dia udah berkali-kali pengen main kesini dan kamu selalu berasalan sibuk. Kamu juga nggak ngasih tahu alamat rumah kamu. Kenapa? Ibu lihat dia kayaknya suka sama kamu." Jelas Bu Nawang.

Wildan menghela nafas panjang.

"Hubungan aku biasa aja Bu sama dia. Aku udah anggap dia seperti adikku sendiri, nggak lebih. Dan dia tahu itu. Dia setiap hari ganggu aku, aku risih. Aku juga nggak tahu kenapa dia begitu, padahal dulu sewaktu masih satu kampus dia biasa aja. Ya nggak kayak sekarang ini. Itu sebabnya aku jadi sedikit risih sama dia. Vania cerita apa aja ke ibu?" Tanya Wildan

"Dia cerita kalau hubungan kalian dekat selama di Amerika, kamu dikenal baik, perhatian dan peduli sama dia."

"Aku begitu ke semua orang bu." Kilah Wildan

"Ada beberapa orang yang nggak bisa diperlakukan begitu wil. Apalagi seorang wanita, hati meraka sangat sensitif, kamu ngasih perhatian, menunjukkan kepedulian kamu, nggak semua wanita bisa diperlakukan begitu. Kebanyakan dari mereka pasti berpikir kamu jatuh hati sama mereka. Istilah anak muda sekarang, baper. Kalau sudah begitu sudah pasti mereka berharap lebih Wil."

"Terus aku harus gimana? Aku udah bilang kalau aku cuma anggap dia adik Bu."

"Selesaikan dengan baik wil. Jangan menghindar begitu, ibu nggak suka. Kasian Vania kalau kamu terus menghindar begitu."

Wildan menghela nafas panjang sekali lagi. Ternyata sikapnya yang memang perhatian pada semua orang berbuntut panjang. Bagaimana lagi cara Wildan menjelaskan pada gadis itu.

*

Sementara itu di sebuah perkampungan padat penduduk nampak sebuah keluarga tengah berkumpul mengelilingi seorang pria tua yang tengah terbaring di ranjang kecil.

Pria itu adalah bapak Mirna, nampaknya penyakit jantung yang sudah lama bersarang di tubuhnya sudah parah. Sudah puluhan kali masuk rumah sakit dan hasilnya tetap sama, harus melakukan operasi untuk pemasangan ring pada jantung bapak Mirna.

Biaya operasi yang sangat mahal membuat keluarga itu harus mengumpulkan uang dalam waktu yang lama. Jangankan untuk operasi, untuk makan saja keluarga itu mengandalkan uang kiriman Mirna. Sementara Abi dan Ali, adik kembar Mirna bekerja paruh waktu di sebuah toko hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka dan juga sedikit membantu biaya kuliah yang mahal. Selebihnya hidup mereka bergantung pada Mirna.

Ibu Mirna tak bisa bekerja di luar rumah terlalu lama, ia tak tega meninggalkan suaminya sendirian dengan penyakit yang bisa kambuh kapan saja. Ibu Mirna hanya penjual nasi pecel di pinggir jalan dengan durasi jualan yang hanya dua jam. Ibu Mirna berjualan dari jam 5 pagi hingga jam 7.

"Sepurane yo ngger, bapak ngrepotne koe kabeh. Sakjane sing nyukupi kebutuhan keluarga iku bapak. Goro-goro bapak loro maleh kabeh susah. Sampek Mirna yo gak tau muleh. De e ngoyo golek duit gae adewe. (Maaf ya nak, bapak merepotkan kalian semua. Seharusnya yang mencukupi kebutuhan keluarga itu bapak. Gara-gara bapak sakit jadinya semua susah. Sampai Mirna nggak pernah pulang. Dia kerja keras cari uang buat kita.)" Ucap bapak Mirna.

"Hus, ngomong opo se pak? Gak enek wong sing gelem loro. Wis garise uripe ngunu. Adewe gak kroso di repotne. Bapak gak usah mikir sing aneh-aneh nek pengen ndang waras. Dungo ae, mogo-mogo kabeh anak-anak mu sukses, rezeki lancar, bapak ndang waras. (Hus, ngomong apa sih pak? Nggak ada orang yang mau sakit. Sudah garis hidupnya begitu. Kita nggak merasa direpotkan. Bapak nggak usah mikir yang aneh-aneh kalau mau cepat sembuh. Berdoa saja, semoga anak-anakmu sukses, rezeki lancar, bapak segera sehat). Jawab ibu Mirna.

"Wes bapak mbek ibu ndang turu. Wes bengi.(udah bapak sama ibu buruan tidur. Sudah malam)". Ucap Abi lalu melangkahkan kaki keluar kamar kedua orangtuanya bersama Ali.

Pukul 10 malam, Wildan yang tengah mengotak Atik ponselnya teringat akan pesan karyawan Lena.

Ia segera membuka pesan tersebut dan menyimpan nomor Lena. Ia akan menjalankan aksi berikutnya.

Tuuut tuutt

Terdengar bunyi nada sambung di seberang sana. Tak lama kemudian

"Halo, siapa ya?" Tanya Lena

Sebelum menjawab Wildan memencet hidungnya terlebih dahulu agar suaranya terdengar berbeda dan tak dapat di kenali Lena tentunya. Dari sekian banyak cara, entah kenapa Wildan memiliki opsi tersebut. Mungkin ini adalah cara yang mudah dan cepat tanpa membuang banyak waktu.

"Hahahaha. Kau bertanya siapa aku? Aku adalah pria yang kau bunuh. Aku adalah pria yang kau khianati, aku adalah anak dari wanita yang diam-diam kau beri obat untuk membunuh saraf-sarafnya. Apa kau terkejut sayangku?" Ucap Wildan dengan wajah bengisnya.

Sementara itu, Lena ketakutan dengan nafas yang sudah tersengal-sengal.

"Nggak..nggak...bukan.. kamu pasti bukan dia. Dia sudah mati. Kamu pasti bohong. Katakan siapa kamu?" Jawab Lena dengan tubuh yang sudah meringkuk di dinding kamarnya.

"Aku tidak bohong sayang. Aku adalah pria yang dulu sangat kau cintai. Aku sudah kembali."

"Nggak...nggak mungkin. Pergi...pergi kamu..jangan ganggu aku lagi." Teriak Lena membuang ponselnya.

"Nggak, nggak mungkin dia hidup lagi. Dia sudah mati. Dia sudah mati." Ucap Lena dengan memeluk lututnya

Tak lama kemudian datanglah Radit yang baru pulang dari cafenya. Ia terkejut melihat Lena yang seperti ketakutan.

"Lena kamu kenapa?" Tanya Radit berjalan cepat ke arah Lena.

"Dia mas. Dia, laki-laki itu. Dia hidup lagi." Ucap Lena dengan wajah takut bercampur panik.

"Dia siapa? Coba kamu tenang dulu. Kamu ceritakan pelan-pelan. Sebentar aku ambil minum." Ucap Radit berdiri mengambil segelas air

Setelah dirasa tenang Lena mulai bercerita apa yang baru saja terjadi.

"Barusan ada yang telepon aku mas. Dia bilang kalau dia itu pria yang sudah aku bunuh. Davin mas, Davin masih hidup. Tapi aku lihat sendiri jenazahnya lima tahun yang lalu. Aku lihat jasadnya di masukkan ke mobil ambulans. Aku nggak mungkin salah lihat mas. Meskipun aku lihat dari jauh, aku nggak mungkin salah." Ucap Lena terisak

"Mana hapenya biar aku telepon balik."

Lena menunjuk sebuah ponsel yang tergeletak di lantai. Radit mengambilnya dan mencoba menghubungi kembali nomor yang terdaftar di panggilan terakhir. Namun nihil, nomor tersebut sudah tak aktif lagi, sekali lagi ia coba namun hasilnya sama. Radit diam memikirkan siapa pelaku dibalik teror ini. Apakah si penelpon dengan si penulis di dinding adalah orang yang sama? Pikir Radit.

Dikamar lain, Wildan sudah membelah kartu perdananya menjadi dua. Ia tak mau ambil resiko, ia tak mau Radit melapor polisi dan memberatkan posisinya. Dari suara yang ia dengar tadi, Lena seperti sudah ketakutan, ia tersenyum puas. Ternyata tak sesulit yang ia pikirkan untuk membuat Lena gila, pikirnya.

Sementara di tempat lain, Mirna tengah berada di atas panggung dengan goyangan maut yang membuat mabuk kaum Adam. Banyak para pria yang naik turun hanya untuk berduet goyangan dengan Mirna, tak sedikit dari mereka juga menyawer Mirna dengan beberapa lembar uang. Tak sedikit dari mereka juga mempunyai gerakan tangan yang aktif, Mirna sudah biasa mendapat perlakuan begitu. Sudah biasa bukan berarti diam saja diperlukan tidak senonoh, tangan Mirna tak kalah aktif menepis sentuhan-sentuhan para pria bang**t diluar sana.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!